PN Jaksel Tegaskan Sengketa Pemberitaan Wajib Diselesaikan Lewat Dewan Pers

 


JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menolak gugatan perdata Menteri Pertanian Amran Sulaiman terhadap Tempo terkait pemberitaan mengenai pengelolaan beras oleh Perum Bulog. Putusan ini menegaskan bahwa sengketa terkait karya jurnalistik merupakan ranah Dewan Pers, bukan pengadilan umum.


Putusan tersebut tertuang dalam perkara bernomor 684/Pdt.G/2025/PN JKT.SEL, yang dibacakan majelis hakim yang dipimpin Sulistyo Muhamad Dwi Putro, dengan hakim anggota I Ketut Darpawan dan Sri Rejeki Marsinta.


LBH Pers menyampaikan apresiasi terhadap putusan itu karena dinilai memperkuat perlindungan terhadap kebebasan pers di Indonesia.


Awal Sengketa


Sengketa bermula ketika Tempo menerbitkan poster dan motion graphic berjudul “Poles-poles Beras Busuk”, bagian dari rangkaian publikasi berita terkait pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang pengadaan dan pengelolaan gabah/beras dalam negeri.


Konten tersebut diadukan ke Dewan Pers karena dianggap merugikan citra Kementerian Pertanian. Pengaduan dilakukan oleh Wahyu Indarto, Ketua Kelompok Substansi Strategi Komunikasi dan Isu Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Pertanian, namun atas nama pribadi.


Tempo kemudian digugat secara perdata oleh Menteri Pertanian Amran Sulaiman di PN Jakarta Selatan.


Hakim: Ranah Sengketa Pers Ada di Dewan Pers


Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan bahwa sengketa yang berkaitan dengan produk jurnalistik, termasuk pelaksanaan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) dari Dewan Pers, merupakan kewenangan Dewan Pers sebagaimana diatur Pasal 15 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.


Majelis juga mempertimbangkan keterangan ahli dari mantan Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, yang menjelaskan bahwa bila rekomendasi Dewan Pers tidak dijalankan oleh media, pengadu dapat meminta Dewan Pers menerbitkan pernyataan terbuka. Dalam perkara ini, Dewan Pers belum mengeluarkan pernyataan tersebut terhadap Tempo sampai gugatan didaftarkan.


Karena itu, menurut majelis, PN Jakarta Selatan tidak berwenang mengadili gugatan tersebut.


“Menimbang bahwa oleh karena eksepsi tergugat dikabulkan, maka kepada penggugat dihukum untuk membayar biaya perkara,” tulis majelis dalam putusannya.


Disebut sebagai Upaya SLAPP terhadap Pers


LBH Pers menilai gugatan ini sebagai bentuk Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP) atau gugatan yang bertujuan membungkam kritik publik.


SLAPP lazim digunakan untuk mengintimidasi atau melemahkan kelompok masyarakat maupun media melalui proses hukum, bukan untuk menyelesaikan perkara secara substantif.


“Jika dikaitkan dengan gugatan Pemerintah terhadap pers, hal ini merupakan Unjustified Lawsuit Against Press (ULAP), yaitu tindakan yang dapat mengganggu kemerdekaan pers dalam menjalankan fungsi kontrol sosial,” ujar LBH Pers dalam keterangannya.


LBH Pers: Ini Kemenangan Publik

Direktur LBH Pers, Mustafa Layong, menyebut putusan PN Jakarta Selatan sebagai kemenangan penting bagi kebebasan pers.


“Putusan ini seperti air pelepas dahaga di tengah paceklik demokrasi. Kemenangan ini milik pers, warga, serta kita semua yang menghendaki kebebasan berpikir dan berpendapat,” ujarnya.


LBH Pers juga menegaskan bahwa persoalan yang dipermasalahkan dalam sengketa di Dewan Pers pada awalnya hanya terkait hak koreksi pada judul poster, bukan substansi pemberitaan Tempo secara keseluruhan.

Previous Post Next Post