Kemen PPPA dan Save the Children Serukan Penguatan Perlindungan Anak di Ruang Digital

 


JAKARTA – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, menegaskan bahwa negara memiliki kewajiban memastikan setiap anak di Indonesia aman dan terlindungi saat beraktivitas di ruang digital. Hal itu disampaikan saat membuka Festival Hari Anak Sedunia (HAS) 2025 di Jakarta, Kamis (20/11/2025).


Arifah mengatakan, perkembangan teknologi memberi peluang besar bagi anak untuk belajar dan berkreasi, namun pada saat yang sama memunculkan risiko yang tak bisa diabaikan.


“Ruang digital menghadirkan risiko serius seperti eksploitasi seksual online, perundungan siber, paparan konten berbahaya, hingga manipulasi digital. Karena itu negara wajib hadir membangun sistem perlindungan yang kuat dan responsif,” ujar Arifah.


Ia menekankan bahwa ekosistem digital yang aman hanya bisa terwujud jika seluruh pihak—keluarga, sekolah, pemerintah, masyarakat, dunia usaha, hingga platform digital—bergerak bersama.


Data Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2024 menunjukkan ancaman di ruang daring masih cukup tinggi.


Sebanyak 14,49 persen anak laki-laki dan 13,78 persen anak perempuan usia 13–17 tahun mengaku pernah mengalami perundungan siber. Sementara itu, 4 persen anak menjadi korban kekerasan non-kontak di ruang digital.


Selain cyberbullying, anak juga berisiko terpapar eksploitasi seksual online, pornografi, grooming, kecanduan gawai, judi online, hingga konten bermuatan ekstremisme.


Kemen PPPA memastikan penguatan perlindungan anak menjadi kebijakan strategis melalui implementasi PP Nomor 21 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP TUNAS), serta Perpres Nomor 87 Tahun 2025 tentang Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Dalam Jaringan 2025–2029.


Fokus penguatan meliputi edukasi digital untuk anak dan keluarga, layanan pengaduan serta pendampingan korban, hingga kolaborasi lintas kementerian, pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat.


“Setiap anak berhak tumbuh tanpa ancaman kekerasan dan eksploitasi. Negara hadir memastikan ruang digital menjadi tempat yang aman, inklusif, dan memberdayakan,” kata Arifah.


Kemenkomdigi: Orang Tua Harus Aktif Mendampingi

Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi), Mutia Hafid, mengingatkan pentingnya peran keluarga dalam mengawasi aktivitas anak di dunia maya.


“Dunia digital membutuhkan kehati-hatian. Anak-anak perlu ditunda aksesnya terhadap platform atau konten yang belum sesuai usia, sementara orang tua harus aktif mendampingi,” ujar Mutia.


Deklarasi Bersama untuk Indonesia Emas 2045

Festival HAS 2025 yang mengusung tema Listen to the Future: Anak-Anak Tangguh Menghadapi Tantangan Digital, Krisis Iklim, dan Pemenuhan Hak Anak diikuti lebih dari 400 peserta dari berbagai daerah.


Sebanyak 18 kementerian, perwakilan penyelenggara sistem elektronik, serta mitra pembangunan menyatakan komitmen melalui Deklarasi Aksi Kolaborasi Perlindungan Anak di Ranah Dalam Jaringan menuju Indonesia Emas 2045.


CEO Save the Children Indonesia, Dessy Kurwiany Ukar, menegaskan bahwa upaya perlindungan anak membutuhkan kolaborasi berkelanjutan.


“Risiko yang dihadapi anak kini semakin kompleks. Partisipasi anak melalui Digital Youth Council dan komitmen pemerintah menjadi kunci untuk membangun tata kelola digital yang aman dan partisipatif,” ujarnya.


Digital Youth Council Resmi Dibentuk

Sebagai ruang partisipasi bermakna, Save the Children bersama Kemen PPPA dan Forum Anak Nasional membentuk Digital Youth Council (DYC) dengan anggota dari 10 kelompok anak. DYC bertugas memberikan rekomendasi terkait perlindungan digital kepada pemerintah serta penyelenggara sistem elektronik.


Festival Hari Anak Sedunia berlangsung 20–22 November, diisi pameran praktik baik, edukasi perlindungan digital, Webinar Jejak KREASI, dan pertunjukan seni “Aku, Kamu, Kita adalah Bumi” di Taman Ismail Marzuki.

Previous Post Next Post