PALOPO – Sidang praperadilan yang diajukan oleh
Fangki dan Muhammad Anugrah terkait penetapan tersangka atas keduanya resmi
diputus oleh Pengadilan Negeri (PN) Palopo pada Selasa, (15/10/2025) pagi.
Majelis hakim menolak seluruh
permohonan praperadilan yang diajukan kuasa hukum kedua tersangka.
Hakim PN Palopo, Helka
Rerung, mengatakan bahwa kedua perkara praperadilan ini memiliki masa
penanganan tujuh hari sesuai aturan yang berlaku.
“Beberapa waktu lalu
Pengadilan Negeri Palopo menerima dua perkara praperadilan, yakni perkara nomor
5 atas nama Fangki dan perkara nomor 4 atas nama Muhammad Anugrah. Ini adalah
perkara praperadilan yang masa penanganannya hanya tujuh hari,” kata Helka kepada wartawan, Selasa.
Helka menambahkan, majelis
hakim telah membacakan putusan pada pukul 10.00 Wita, dan hasilnya, kedua
permohonan ditolak.
“Informasi yang saya terima
dari majelis hakim yang memeriksa perkara, kedua permohonan praperadilan itu
telah diputus dan hasilnya ditolak. Saya tidak bisa mencampuri apa pertimbangan
hakim dalam memutus perkara tersebut. Nanti setelah putusan resmi diberikan
kepada pemohon dan termohon, mereka bisa membaca langsung apa pertimbangannya,”
ucapnya.
Kuasa hukum Fangki dan
Anugrah, Baihaki, menyatakan pihaknya akan tetap mendampingi klien hingga
mendapatkan kepastian hukum.
“Kami akan tunggu proses dari penyidik untuk
tindakan selanjutnya karena perkara ini masih dalam penanganan penyidik. Untuk proses
tindakan kami, kami akan lakukan pendampingan hukum sampai klien kami mendapat
kepastian hukum,” ujar Baihaki
saat dikonfirmasi, Rabu (15/10/2025) sore.
Menurut Baihaki, seharusnya
majelis hakim menerima permohonan praperadilan berdasarkan kesaksian para
saksi. Dalam sidang, saksi dari pihak kepolisian menyebutkan bahwa Anugrah dan
Fangki ditangkap tangan di lokasi demo.
Fakta ini bertolak belakang
dengan keterangan dalam Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan
Surat Perintah Penahanan (SPRINT-Han), yang menyebut dasar penangkapan adalah
laporan polisi tertanggal 2 September 2025, padahal penangkapan dilakukan pada
1 September 2025.
“Dari penjelasan saksi
termohon, sangat jelas ada tindakan penangkapan terhadap klien kami. Namun,
dalam SPDP dan SPRINT-Han, dasar penangkapan adalah laporan polisi. Ini sudah
menandakan ada kekeliruan secara formil dalam penetapan tersangka dan
penangkapan yang dilakukan oleh termohon. Fangki ditangkap di lokasi demo,
Anugrah ditangkap di lapangan dekat kediamannya di Salobulo,” jelas Baihaki.
Meski demikian, Baihaki
menegaskan pihaknya tetap menghormati putusan majelis hakim.
“Kami harus tunduk dan patuh
pada putusan. Langkah selanjutnya, kami akan lakukan pendampingan hukum atas
klien kami pada sidang pokok perkara nantinya, jika sudah ada penetapan sidang
dari Pengadilan Negeri Palopo yang siap menyidangkan perkara Anugrah dan
Fangki,” tuturnya.
Kasus ini menjadi sorotan
publik karena melibatkan proses hukum terhadap peserta aksi demo, sekaligus
menimbulkan perdebatan terkait prosedur penetapan tersangka.
Pihak kepolisian hingga kini
belum memberikan keterangan resmi terkait perbedaan kronologi antara
penangkapan dan dasar hukum dalam SPDP.
Dengan ditolaknya permohonan
praperadilan, kasus Anugrah dan Fangki akan memasuki babak berikutnya, yakni
sidang pokok perkara di PN Palopo. Pihak kuasa hukum menegaskan akan terus
mendampingi klien agar mendapatkan kepastian hukum yang adil dan transparan.
Sebelumnya diberitakan Polisi menetapkan dua orang tersangka pelaku
perusakan kantor DPRD Kota Palopo, Sulawesi Selatan, setelah aksi unjuk rasa
mahasiswa yang berujung ricuh pada Senin (1/9/2025).
Kasat Reskrim Polres Palopo, Iptu Syahrir, mengungkapkan bahwa kedua pelaku
ditangkap pada Selasa (2/9/2025) dini hari sekitar pukul 00.10 Wita di Jalan Dr
Ratulangi, Kelurahan Salubulo, Kecamatan Wara Utara, Kota Palopo.
“Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perusakan kantor
DPRD hingga menyebabkan kaca depan pecah parah,” ujar Syahrir saat dikonfirmasi
pada Rabu (3/9/2025).
Syahrir menjelaskan bahwa kedua tersangka bukan mahasiswa, melainkan warga
yang ikut serta dalam aksi unjuk rasa.
Mereka masing-masing berinisial FI (25), warga Desa Tirowali, Dusun Lumi,
Kecamatan Ponrang, Kabupaten Luwu, dan MA (23), warga Jalan Pongtiku, Kelurahan
Salobulo, Kecamatan Wara Utara, Kota Palopo.
Cerita Febi Melati Istri Muhammad Anugerah
Febi Melati (22) istri dari Muhammad Anugrah, seorang terdakwa kasus demonstrasi
di DPRD Kota Palopo yang kini tengah menunggu kepastian hukum.
Sudah lebih dari sebulan suaminya mendekam di tahanan, dan hari ini, ia
datang hanya untuk mendengar secercah kabar.
“Anakku baru satu tahun. Dia sering tanya mana bapaknya. Kadang kalau lihat
foto, dia peluk sambil panggil ‘ayah’,” kata Febi pelan, di sela isak yang ia
tahan.
Febi masih mengingat jelas malam penangkapan itu. Malam yang mengubah
hidupnya.
“Sekitar jam sebelas malam, tanggal 1 September. Polisi datang dua mobil ke
rumah,” kenangnya. “Mereka bilang cari suamiku. Saya tidak tahu kasus apa,”
ucapnya lirih.
Petugas meminta Febi menghubungi suaminya agar mau pulang. Salah satu dari
mereka bahkan menyarankan agar ia beralasan bahwa anak mereka sakit.
“Saya hubungi suamiku, tapi polisi seperti tidak percaya. Mereka periksa
HP-ku, keliling cari dia,” ujar Febi.
Hingga akhirnya, seorang polisi yang ia sebut bernama Riko menelepon
langsung suaminya. Dengan nada halus, polisi itu memintanya bertemu.
“Dia bilang, ‘bisa ketemu sebentar dek, mau bicara baik-baik’. Suamiku
akhirnya muncul di depan Masjid Adda’wah, samping lapangan Kodim,” tutur Febi.
Namun pertemuan itu menjadi yang terakhir. Setelah berbicara sebentar,
suaminya langsung dibawa masuk ke mobil polisi.
“Saya diantar pulang. Suamiku dibawa ke Polres. Sampai sekarang saya tidak
tahu kasus apa,” imbuhnya.
Febi mengatakan, surat penangkapan baru diberikan dua hari kemudian,
setelah suaminya dua malam berada di tahanan.
“Saya tanya ke polisi berkali-kali, tapi tidak ada yang mau jawab,” katanya
lirih.