Sebanyak 84 Warga Binaan Ikuti Program Rehabilitasi di Lapas Palopo


PALOPO – Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Palopo, Sulawesi Selatan, menuntaskan layanan rehabilitasi pemasyarakatan Tahun Anggaran 2025 yang diikuti 84 warga binaan. Program tersebut dirancang sebagai bagian dari upaya pemulihan dan pembinaan berkelanjutan bagi narapidana, khususnya yang memiliki riwayat penyalahgunaan narkotika.


Kepala Lapas Kelas IIA Palopo, Jose Quelo  menyatakan Dalam pelaksanaan pembinaan sepanjang 2025, Lapas Kelas IIA Palopo membagi layanan rehabilitasi ke dalam beberapa skema berdasarkan kebutuhan dan tingkat pemulihan warga binaan.


Sebanyak 84 warga binaan mengikuti tiga skema rehabilitasi, yakni program 15 hari yang diikuti 50 peserta, program 30 hari dengan 14 peserta, serta program rehabilitasi 90 hari yang melibatkan 20 peserta. Petugas lapas menjalankan seluruh program tersebut secara terstruktur melalui pendekatan kesehatan, psikososial, dan pembinaan kepribadian,” kata Jose, Selasa (16/12/2025).


Lanjut Jose, rehabilitasi menjadi bagian penting dari sistem pemasyarakatan, bukan hanya untuk memulihkan kondisi fisik dan mental warga binaan, tetapi juga menyiapkan mereka agar mampu kembali ke masyarakat dengan sikap dan perilaku yang lebih baik.


“Rehabilitasi ini bukan sekadar menghentikan ketergantungan, tetapi membangun kesadaran dan tanggung jawab pribadi. Tujuannya agar warga binaan memiliki bekal ketika kembali ke lingkungan sosialnya,” ucapnya.


Menurut Jose, proses rehabilitasi dilakukan dengan pengawasan ketat dan melibatkan tenaga kesehatan serta pembimbing yang memiliki kompetensi di bidang pemulihan adiksi.


Selain itu, warga binaan juga mendapatkan pendampingan psikososial untuk membantu mengelola emosi, tekanan, serta pola pikir yang selama ini mendorong perilaku menyimpang,” ujarnya.


Jose menegaskan bahwa layanan rehabilitasi akan terus menjadi bagian dari kebijakan pembinaan, sejalan dengan komitmen pemasyarakatan yang bersih dari narkoba dan berorientasi pada pemulihan. Pendekatan humanis dinilai menjadi kunci untuk mendorong perubahan perilaku yang berkelanjutan, bukan sekadar hukuman semata.


Dengan berakhirnya program rehabilitasi tahun ini, pihak lapas berharap para peserta mampu mempertahankan perubahan positif yang telah dibangun selama proses pembinaan, serta tidak kembali terjerumus ke dalam penyalahgunaan narkotika setelah bebas nanti,” harapnya.


Program rehabilitasi di Lapas Palopo turut melibatkan sejumlah pemangku kepentingan lintas sektor. Badan Narkotika Nasional Kota (BNNK) Palopo, pihak kepolisian, puskesmas setempat, pemerintah kelurahan, hingga Balai Pemasyarakatan (Bapas) Palopo dilibatkan dalam pengawasan dan pendampingan.

 

Kepala Bidang Pelayanan dan Pembinaan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Sulawesi Selatan, Mut Zaini, menilai rehabilitasi di dalam lapas memiliki peran strategis dalam menekan angka residivisme kasus narkotika.


“Jika rehabilitasi berjalan efektif, maka peluang warga binaan untuk kembali terlibat dalam penyalahgunaan narkoba akan jauh berkurang. Ini adalah investasi jangka panjang bagi keamanan masyarakat,” tutur Mut Zaini.


Mut Zaini menambahkan, keberhasilan rehabilitasi tidak hanya ditentukan oleh durasi program, tetapi juga oleh kesinambungan pembinaan setelah warga binaan menyelesaikan masa pidana. Oleh karena itu, koordinasi dengan Bapas dan pemerintah setempat menjadi penting untuk memastikan proses reintegrasi sosial berjalan optimal.


Bagi sebagian peserta, rehabilitasi menjadi ruang refleksi untuk memperbaiki diri. Banyak juga dari warga binaan mengaku program tersebut membantu mereka memahami dampak penyalahgunaan narkotika terhadap diri sendiri, keluarga, dan lingkungan sekitar,” jelasnya.

Previous Post Next Post