JAKARTA - Di tengah volatilitas ekonomi global dan perubahan cepat pada sektor logam dan mineral, forum diskusi menjadi ruang penting bagi pelaku industri untuk memetakan tren, tantangan, dan peluang ke depan. Hal ini menjadi fokus The 4th DBS Metal and Mining Forum bertema “Forging Global Connections” yang digelar Bank DBS pada 3 Desember 2025 di Jakarta.
Forum tersebut menegaskan pentingnya kolaborasi internasional untuk mendorong pertumbuhan berkelanjutan, memperkuat kemitraan lintas negara, hingga menaikkan arus investasi asing ke Indonesia.
“Posisi strategis dan kekayaan sumber daya alam menjadikan Indonesia berada di pusat masa depan industri logam dan mineral. Dengan hilirisasi dan peningkatan nilai tambah, Indonesia dapat bertransformasi menjadi pemain utama rantai pasok global,” ujar Presiden Direktur PT Bank DBS Indonesia Lim Chu Chong.
Selain pernyataan tersebut, para pakar dari dalam dan luar negeri turut memaparkan pandangan mengenai arah baru industri logam dan mineral. Berikut rangkuman lima highlight utama.
1. Arus Modal Asing Melemah di Tengah Ketidakpastian Global
Perlambatan ekonomi di Tiongkok dan Eropa, kebijakan tarif baru Amerika Serikat, hingga tensi geopolitik membuat perdagangan global menyusut. Harga komoditas energi dan non-energi terkoreksi, sementara investasi asing langsung (FDI) turun signifikan.
Bagi negara berkembang termasuk Indonesia, penurunan FDI menjadi tantangan besar. Pelemahan arus investasi dari Tiongkok turut menekan ekspansi industri logam dan pertambangan, khususnya hilirisasi nikel.
2. Nikel Indonesia Tetap Dominan dalam Pasar Global
Dengan produksi mencapai 2,2 juta metrik ton pada 2024, Indonesia mempertahankan posisinya sebagai produsen nikel terbesar dunia, menguasai lebih dari separuh suplai global.
Indonesia juga memiliki ekosistem komponen baterai paling lengkap di luar Tiongkok. Kapasitas industri baterai dan kendaraan listrik domestik terus meningkat, memberi peluang besar bagi Indonesia menjadi pusat inovasi dan produksi baterai EV kawasan Asia Tenggara.
3. Hilirisasi Menjadi Motor Arah Baru Industri
Kementerian ESDM menegaskan hilirisasi sebagai pilar kemandirian energi dan bagian penting dari agenda Asta Cita pemerintah. Kebijakan ini tidak hanya memperkuat kedaulatan negara, tetapi juga membuka lapangan kerja dan memperluas keadilan sosial.
“Mineral kritis dianggap vital bagi kedaulatan negara. Namun kapasitas peleburan juga sangat penting,” ujar Mike Zhang, Managing Director Global Head of Metals and Mining DBS Bank Ltd.
Hilirisasi nikel menjadi bukti nyata. Nilai ekspor yang sebelumnya sekitar USD 3,3 miliar pada 2017–2018 melonjak menjadi hampir USD 40 miliar pada 2024.
4. Harga Logam Kian Terfragmentasi
Fluktuasi nilai dolar AS, perlambatan transisi energi di beberapa negara, dan konsentrasi pasokan mineral di sedikit negara membuat harga logam semakin bervariasi antar-negara dan wilayah.
Fenomena ini menandai pergeseran dari globalisasi murni menuju ekonomi geopolitik, di mana proteksionisme dan nasionalisasi makin mengemuka.
5. Target Transisi Energi Meningkat, Pertambangan Harus Beradaptasi
Transisi energi menjadi faktor penting bagi industri logam dan pertambangan. Perusahaan dituntut mengadopsi sumber energi alternatif serta menyesuaikan diri dengan kebijakan domestik, mulai dari skema royalti progresif hingga mekanisme perizinan baru.
“Penting memastikan peralihan energi berlangsung sebersih dan se-ramah lingkungan mungkin,” kata Radhika Rao, Senior Economist DBS Bank.
Dengan keahlian sektoral, jaringan regional, dan rekam jejak pembiayaan proyek besar, Bank DBS menegaskan komitmennya sebagai mitra strategis bagi industri logam dan mineral Indonesia. Ke depan, DBS akan memperkuat solusi dan konektivitas pasar untuk mendukung transformasi industri sekaligus mendorong nilai tambah lebih besar bagi ekonomi nasional.