JAKARTA - Menjelang libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025, aktivitas belanja dan transaksi digital masyarakat Indonesia diproyeksikan melonjak hingga Rp120 triliun. Namun, di balik tingginya perputaran uang tersebut, ancaman penipuan digital kian mengkhawatirkan.
Dalam setahun terakhir, total kerugian akibat penipuan digital di Indonesia mencapai Rp8,2 triliun, dengan tingkat dana korban yang berhasil diselamatkan hanya 4,76 persen.
Data Indonesia Anti-Scam Center (IASC) mencatat, sejak November 2024 hingga 30 November 2025, terdapat 373.129 laporan penipuan, atau rata-rata 874 laporan setiap hari. Dari 619.394 rekening yang dilaporkan terindikasi penipuan, baru 117.301 rekening yang berhasil diblokir.
Founder & Group CEO VIDA, Niki Luhur, menegaskan bahwa identitas digital kini menjadi titik krusial dalam menjaga keamanan finansial masyarakat.
“Identitas digital adalah gerbang utama keamanan finansial kita. Dengan rata-rata 874 laporan penipuan setiap hari, kita tidak bisa lagi mengandalkan metode pengamanan tradisional yang mudah dibobol, seperti OTP berbasis SMS,” ujar Niki.
Libur Nataru, Momentum Favorit Penipu
Berdasarkan temuan VIDA dan data industri, periode liburan Nataru menciptakan kondisi ideal bagi pelaku penipuan. Salah satu celah terbesar berasal dari kelemahan OTP berbasis SMS.
Data VIDA menunjukkan, 80 persen pembobolan akun terjadi akibat kerentanan OTP SMS maupun teknik phishing. Teknologi yang selama ini diandalkan justru menjadi pintu masuk utama kejahatan digital.
Selain itu, tahun 2025 ditandai dengan maraknya modus penipuan berbasis kecerdasan buatan (AI). Penipuan menggunakan AI deepfake tercatat melonjak hingga 1.550 persen di Indonesia.
Pelaku memanfaatkan teknologi AI Voice Cloning untuk meniru suara anggota keluarga, atasan, hingga pejabat, lalu meminta korban mentransfer dana. Tingkat kemiripan suara bahkan diklaim mencapai 99 persen, sehingga sulit dibedakan.
Modus Penipuan dengan Kerugian Terbesar
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat tiga modus penipuan dengan kerugian paling signifikan, yakni:
Fake call atau telepon palsu: 39.978 laporan dengan kerugian Rp1,54 triliun
Shopping scam: 64.933 laporan dengan kerugian Rp1,14 triliun
Investment scam bodong: 24.803 laporan dengan kerugian Rp1,40 triliun
Parahnya, masyarakat Indonesia rata-rata baru melaporkan kasus penipuan 12 jam setelah kejadian, jauh lebih lambat dibandingkan negara lain yang hanya membutuhkan 15–20 menit. Keterlambatan ini membuat peluang penyelamatan dana semakin kecil.
Bank Indonesia (BI), OJK, dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebelumnya juga mengingatkan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan, khususnya terhadap penipuan yang menyasar identitas digital.
Tips Aman Bertransaksi Selama Libur Nataru
Sebagai penyedia solusi identitas digital dan pencegahan penipuan, VIDA membagikan sejumlah langkah praktis untuk menjaga keamanan digital selama liburan:
Hindari Wi-Fi publik untuk transaksi keuangan, karena rawan penyadapan.
Verifikasi setiap permintaan darurat, terutama yang meminta transfer dana, melalui nomor kontak yang sudah dikenal.
Waspadai tekanan urgensi, seperti ancaman akun diblokir atau promo terbatas waktu.
Periksa detail transfer, pastikan nama penerima dan nominal sesuai.
Gunakan autentikasi biometrik, sebagai alternatif OTP berbasis SMS yang lebih aman dan tahan terhadap modus deepfake.
VIDA juga mengimbau masyarakat dan pelaku industri untuk terus memperkuat sistem keamanan siber, mengingat ancaman penipuan dapat terjadi kapan saja dan di mana saja.
Informasi lebih lanjut mengenai keamanan identitas digital dapat diakses melalui www.vida.id
