LUWU – Ratusan warga dari sejumlah desa di Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, Senin (27/10/2025) sore, mendatangi area pabrik smelter nikel milik PT Bumi Mineral Sulawesi (BMS).
Mereka memprotes hasil rekrutmen tenaga kerja dan pemutusan
hubungan kerja (PHK) yang dilakukan perusahaan yang beroperasi di kawasan
industri Kecamatan Bua
tersebut. Massa menilai proses penerimaan karyawan baru tidak transparan dan
justru merugikan warga lokal.
Aksi berlangsung di depan gerbang pabrik. Warga yang datang
membawa spanduk dan membakar ban bekas sambil meneriakkan tuntutan agar
manajemen PT BMS memberikan penjelasan terbuka terkait proses seleksi dan PHK.
Massa juga memblokade Jalan Trans Sulawesi hingga
menyebabkan arus lalu lintas dari dua arah macet selama beberapa jam. Aparat
kepolisian dari Polres Luwu diterjunkan untuk mengawal jalannya aksi agar tetap
kondusif.
Desak Transparansi
Kepala Desa Padang Kalua, Umi, mengatakan aksi ini merupakan bentuk kekecewaan masyarakat terhadap kebijakan perusahaan yang dinilai tidak berpihak pada tenaga kerja lokal.
“Hari ini kami berdiri di sini bersama seluruh masyarakat
Bua dan mahasiswa Bua untuk sama-sama memperjuangkan nasib tenaga kontrak yang
baru-baru ini diputuskan kerja oleh BMS. Ada yang lolos rekrutmen internal,
tapi lebih banyak yang tidak, sekitar 75 persen tidak lolos,” kata Umi di
lokasi aksi.
Ia meminta pihak perusahaan membuka secara transparan daftar
nama karyawan yang diterima, baik melalui jalur internal maupun umum, agar
masyarakat dapat mengetahui sejauh mana PT BMS memberi prioritas kepada tenaga
kerja lokal.
“Tolong BMS buka data siapa saja yang lolos di jalur umum
supaya kami betul-betul tahu bahwa BMS memprioritaskan pekerja lokal. Karena
selama ini terkesan tertutup, tidak ada alamat yang dicantumkan di pengumuman,
dan tidak ada NIK sama sekali,” lanjutnya.
Umi juga menyoroti keputusan pemutusan kontrak tanpa adanya
kompensasi bagi pekerja yang diberhentikan.
“PHK yang dilakukan BMS seharusnya disertai kompensasi
sesuai PP Nomor 35 Tahun 2021, yaitu satu
bulan gaji. Tapi mereka tidak dapat apa-apa. Besok kami diundang untuk rapat
dengar pendapat (RDP) dengan manajemen BMS dan DPRD, semoga ada titik temu dari
tuntutan masyarakat,” ujarnya.
Penjelasan Manajemen PT BMS
Site Manager PT BMS, Aldin, menjelaskan bahwa pemutusan
kontrak kerja dilakukan karena selesainya proyek pembangunan pabrik kedua yang
dikerjakan oleh kontraktor.
“Pabrik dua itu sudah selesai konstruksinya. Kalau proyeknya
sudah selesai, otomatis kontrak kerja juga selesai. Ibarat membangun rumah,
tukangnya tidak mungkin digaji terus kalau rumahnya sudah jadi,” kata Aldin.
Ia menambahkan bahwa keputusan penghentian kontrak sudah
diinformasikan kepada para pekerja sejak dua bulan sebelumnya.
Menurut Aldin, ekspansi lanjutan proyek BMS saat ini ditunda
karena kondisi investasi yang belum stabil di industri smelter nikel nasional.
“Banyak smelter yang berhenti beroperasi sejak pertengahan
tahun ini. Karena itu ekspansi BMS juga ditunda sementara,” ujarnya.
Meski demikian, pihaknya memastikan tetap memberi prioritas
kepada karyawan lama untuk direkrut kembali dalam tahap operasional pabrik.
“Bagi karyawan yang kontraknya berakhir, kami prioritaskan
untuk kembali masuk ke pabrik pada tahap operasi. Jadi rekrutmen kemarin lebih
dulu dibuka untuk internal,” jelasnya.
Terkait tudingan tidak transparan, Aldin membantah keras. Ia
menegaskan bahwa proses rekrutmen dilakukan secara terbuka melalui website
resmi dan melibatkan mitra perekrutan.
“Data menunjukkan sekitar 72 sampai 73 persen tenaga kerja
yang diterima memiliki KTP 7317 atau berdomisili di Kabupaten Luwu. Jadi
tudingan bahwa warga lokal tidak diprioritaskan itu tidak benar,” katanya.
Ia juga menyinggung program “Satu Rumah Satu Tenaga Kerja”
yang digagas Pemerintah Kabupaten Luwu, namun hingga kini pihaknya belum
menerima data lengkap dari desa terkait calon pekerja yang akan diikutsertakan.
“Kami sudah minta data dari desa-desa, tapi sampai sekarang
belum diterima. Padahal program itu bisa jadi dasar untuk memprioritaskan
tenaga kerja lokal,” tutup Aldin.

