Multimedia Psikoedukatif Berbasis Budaya Lokal Pulihkan Semangat Anak Pascabencana di Toraja Utara


TORAJA UTARA – Bencana longsor yang melanda Kelurahan Buntao, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan, pada tahun 2024 lalu, tidak hanya merusak infrastruktur, tetapi juga meninggalkan dampak psikologis mendalam bagi anak-anak sekolah dasar di wilayah itu.


Banyak dari mereka mengalami kecemasan, kesedihan, hingga kehilangan semangat belajar akibat trauma bencana. Melihat kondisi tersebut, sejumlah akademisi dan komunitas lokal berkolaborasi menghadirkan pendekatan baru untuk pemulihan psikologis anak-anak, melalui program “Hilirisasi Multimedia Psikoedukatif Berbasis Budaya Lokal untuk Penguatan Resiliensi Psikososial Anak Sekolah Dasar Pascabencana Longsor di Kabupaten Toraja Utara.”


Ketua Tim Pendamping dari Universitas Negeri Makassar (UNM), Abdul Hakim, mengatakan bahwa proses pemulihan pascabencana harus dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan. Menurutnya, membangun kembali fasilitas fisik seperti sekolah dan rumah warga memang penting, tetapi yang jauh lebih mendesak adalah membangun kembali semangat dan ketahanan emosional anak-anak yang menjadi korban bencana.


“Pemulihan pascabencana tidak cukup dengan membangun kembali infrastruktur, tapi juga harus menyentuh sisi emosional dan sosial anak-anak. Program ini menggunakan budaya lokal sebagai media yang dekat dengan keseharian mereka,” kata Hakim, Kamis (23/10/2025).


Hakim menjelaskan, banyak anak-anak di wilayah terdampak bencana kehilangan motivasi belajar karena trauma dan rasa takut yang belum sepenuhnya pulih. Melalui pendekatan multimedia psikoedukatif berbasis budaya lokal, timnya berupaya menciptakan ruang belajar yang aman, menyenangkan, dan sarat nilai-nilai kearifan lokal yang mampu menumbuhkan kembali rasa percaya diri mereka.


“Budaya Toraja memiliki banyak nilai luhur tentang keteguhan, kebersamaan, dan keberanian. Nilai-nilai ini kami integrasikan dalam media pembelajaran, sehingga anak-anak bisa belajar sekaligus menyerap makna positif dari cerita yang mereka kenal,” ucapnya.


Ia menegaskan, pendidikan berbasis budaya lokal bukan hanya sarana belajar, tetapi juga menjadi alat pemulihan psikologis yang efektif, terutama bagi anak-anak di daerah rawan bencana. Melalui pendekatan ini, katanya, anak-anak tidak sekadar menjadi penerima bantuan, tetapi juga tumbuh menjadi individu yang tangguh dan optimistis menghadapi masa depan.


Program bertajuk “Hilirisasi Multimedia Psikoedukatif Berbasis Budaya Lokal untuk Penguatan Resiliensi Psikososial Anak Sekolah Dasar Pascabencana Longsor di Kabupaten Toraja Utara” ini merupakan bagian dari kegiatan Kosabangsa (Kolaborasi Sosial Membangun Masyarakat) yang dilaksanakan sejak Agustus hingga Desember 2025.


“Kegiatan ini melibatkan Kelompok Pemuda Kreatif Sikamali’ Salu Tangnga sebagai Mitra 1, SD Negeri 3 Buntao’ sebagai Mitra 2, serta dosen pendamping dari Universitas Negeri Makassar (UNM) dan Universitas Kristen Indonesia Toraja (UKIT),” ujarnya.


Cerita Rakyat Jadi Media Pemulihan

Kepala SDN 3 Buntao’, Dorce Bo’ne, mengatakan bahwa pendekatan berbasis budaya lokal melalui konten multimedia terbukti efektif membantu anak-anak bangkit dari trauma.


“Konten video dan permainan yang memuat cerita rakyat Toraja memberi pencerahan bagi anak-anak. Mereka bisa belajar tentang nilai kehidupan dan keberanian dari kisah yang mereka kenal sejak kecil,” tutur Dorce.


Sementara itu, dosen pendamping dari Universitas Negeri Makassar (UNM), Widyastuti menilai bahwa pendekatan pembelajaran berbasis psikoedukatif tidak hanya berfungsi meningkatkan minat belajar anak-anak pascabencana, tetapi juga memiliki peran penting dalam membentuk karakter tangguh dan berempati.

Menurutnya, setelah mengalami trauma akibat bencana, anak-anak membutuhkan ruang belajar yang tidak sekadar berorientasi pada akademik, melainkan juga menjadi tempat untuk menumbuhkan kepercayaan diri dan mengelola emosi secara positif.

“Pembelajaran yang dikemas dengan pendidikan karakter dan penguatan psikologis akan menumbuhkan ketangguhan, empati, dan harapan bagi anak-anak,” jelas Widyastuti.

Widyastuti menjelaskan, metode psikoedukatif yang diterapkan dalam program Kosabangsa menggabungkan unsur edukasi, hiburan, dan nilai budaya lokal, sehingga anak-anak dapat belajar sambil mengekspresikan diri tanpa tekanan. Pendekatan ini membuat proses belajar terasa lebih ringan, namun tetap bermakna bagi pemulihan mental mereka.

“Ketika anak-anak diberi kesempatan untuk bermain, bercerita, dan mengenali nilai-nilai budaya daerahnya, mereka belajar memahami arti keberanian dan kebersamaan. Dari sanalah muncul kembali semangat untuk melangkah maju,” tambahnya.

Widyastuti juga menekankan bahwa keberhasilan program ini tidak hanya terukur dari peningkatan prestasi belajar, tetapi juga dari perubahan sikap dan kepercayaan diri anak-anak yang kini mulai berani berinteraksi dan bermimpi kembali setelah bencana.

Selain mendampingi anak-anak, program ini juga menyasar guru dengan pelatihan pemanfaatan teknologi pembelajaran berbasis psikoedukatif.

“Penting melakukan sosialisasi dan pendampingan bagi guru serta siswa agar mampu memanfaatkan teknologi secara optimal dalam memperkuat proses psikoedukatif di sekolah,” terang Musfirah, dosen UNM yang turut terlibat dalam kegiatan ini.

Ketua Tim Pelaksana dari Universitas Kristen Indonesia (UKI) Toraja, Harmelia Tulak, menjelaskan bahwa pendekatan multimedia psikoedukatif berbasis budaya lokal yang diterapkan di Toraja Utara tidak hanya relevan untuk konteks lokal, tetapi juga memiliki potensi besar untuk diadaptasi di wilayah lain yang kerap dilanda bencana alam.

Menurut Harmelia, pendekatan ini mampu menghadirkan proses pembelajaran yang lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari anak-anak, sehingga pesan edukatif dan nilai-nilai ketangguhan lebih mudah diterima dan dihayati.

“Model ini terbukti efektif memperkuat ketahanan psikologis anak-anak yang mengalami trauma pascabencana. Budaya lokal menjadi kekuatan utama karena menghadirkan rasa aman, kedekatan emosional, dan identitas yang membangun kepercayaan diri mereka,” ungkap Harmelia.

Ia menambahkan, pengalaman penerapan program di Toraja Utara menunjukkan bahwa unsur budaya seperti cerita rakyat, simbol-simbol adat, dan bahasa daerah dapat menjadi media yang sangat kuat dalam proses pemulihan emosional anak-anak.

“Ketika anak-anak mendengar kisah dan nilai dari budaya mereka sendiri, mereka merasa lebih diterima dan tidak sendirian. Itu yang membuat proses penyembuhan batin berjalan lebih alami,” imbuhnya.

Lurah Tallang Sura’, Agustinus Linting, menilai bahwa program ini merupakan contoh nyata sinergi antara akademisi, pemerintah, dan masyarakat dalam membangun kemandirian pascabencana di Toraja Utara. Ia menyebut, kolaborasi lintas pihak ini mampu menghadirkan solusi yang tidak hanya berorientasi pada bantuan sesaat, tetapi juga berkelanjutan dan memberdayakan masyarakat lokal.

Menurut Agustinus, pendekatan yang dilakukan telah membuka ruang dialog antara warga, pendidik, dan pemerintah desa untuk bersama-sama merancang langkah pemulihan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Buntao. Tidak hanya fokus pada pemulihan fisik, tetapi juga pada penguatan kapasitas sosial, pendidikan, dan ekonomi warga.

“Kolaborasi yang terbangun dalam Kosabangsa 2025 dapat menjadi fondasi bagi keberlanjutan program dalam membangun kemandirian dan kesejahteraan masyarakat Buntao,” ucapnya.

Ia menambahkan, keterlibatan langsung masyarakat dalam setiap tahapan kegiatan membuat program ini lebih mudah diterima dan memberi rasa memiliki bagi warga. Pendekatan partisipatif inilah yang menurutnya menjadi kunci agar program serupa dapat terus hidup dan berkembang, bahkan setelah pendampingan akademisi selesai.

“Ketika masyarakat merasa menjadi bagian dari perubahan, mereka akan menjaga dan melanjutkan apa yang sudah dibangun. Itu yang paling berharga dari program seperti Kosabangsa ini,” paparnya.

Melalui perpaduan teknologi, budaya lokal, dan semangat gotong royong, Program Kosabangsa di Toraja Utara tidak hanya membantu anak-anak pulih dari trauma bencana, tetapi juga menanamkan nilai ketangguhan dan harapan untuk masa depan yang lebih baik.


Previous Post Next Post