LUWU – Sorotan terhadap pengaktifan
kembali seorang dokter di RSUD Batara Guru Belopa yang diduga melakukan
pelecehan seksual terhadap pasien terus bergulir.
Anggota Solidaritas Perempuan
untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia, Serikat Pengorganisasian
Rakyat Indonesia (SPR Indonesia), Yertin Ratu,
menilai keputusan tersebut berpotensi melukai rasa keadilan korban.
Yertin
menjelaskan, berdasarkan rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi I DPRD Kabupaten
Luwu yang melibatkan sejumlah pihak, termasuk Ketua Persatuan Dokter Gigi
Indonesia (PDGI), Direktur RSUD Batara Guru Belopa, Inspektorat, Dinas
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA), serta Dinas Kesehatan,
disepakati bahwa pengaktifan kembali dokter terduga dikembalikan pada mekanisme
kajian sesuai aturan perundang-undangan.
“Dalam
rekomendasi juga disebutkan agar dilakukan tes MMPI (Minnesota Multiphasic Personality
Inventory). Hasil tes itu memang tidak bisa diumumkan secara terbuka,” kata
Yertin, Sabtu (23/8/2025).
Menurut
Yertin, jika seluruh rekomendasi DPRD dilaksanakan secara utuh, pihaknya tidak
mempermasalahkan proses tersebut. Namun, ia mengkritisi langkah yang dianggap
parsial dan hanya menekankan pada pengaktifan kembali tanpa menunggu
keseluruhan mekanisme dijalankan.
“Kami
sangat menyayangkan jika pengaktifan ini hanya dimaksudkan untuk membangun
opini bahwa terduga sudah lepas dari masalah hukum. Itu justru menunjukkan
adanya upaya pihak tertentu meredam kasus ini,” tegasnya.
Yertin
menambahkan, kebijakan tersebut bukan hanya berpotensi melabrak rekomendasi
DPRD Luwu, tetapi juga menunjukkan perlindungan lebih terhadap terduga pelaku
dibandingkan terhadap korban.
“Hal ini semakin mempersempit ruang aman bagi perempuan dan anak,” ujarnya.
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Luwu, AKP Jody Dharma, mengatakan pihaknya telah melakukan pemeriksaan mendalam dan menemukan cukup bukti.
“Perkara dugaan
pencabulan yang dilakukan oknum dokter berinisial JHS di RSUD Batara Guru
Belopa saat ini tahapnya sudah naik penyidikan. Minggu lalu kami selesai
melakukan gelar perkara,” kata Jody saat dikonfirmasi, Rabu (13/8/2025).
Menurut Jody, dari hasil
pemeriksaan dan gelar perkara, penyidik menemukan dua alat bukti yang sah,
sehingga proses hukum akan dilanjutkan dengan penetapan tersangka.
“Saat ini kami sudah
memiliki hasil pemeriksaan psikologis dari korban dan sudah dipegang oleh
penyidik sebagai salah satu alat bukti surat,” ujarnya.
Jody menambahkan, sejauh
ini pihaknya baru menerima satu laporan polisi terkait kasus ini. Namun, ia
tidak menutup kemungkinan adanya korban lain.
“Sejauh ini kami
menerima satu laporan polisi, namun jika ada korban lain, kami persilakan untuk
membuat laporan di Polres Luwu,” tuturnya.
Adapun dua alat bukti
yang dimaksud, kata Jody, terdiri dari surat serta keterangan sejumlah saksi.
“Ada surat yang kami
miliki, serta kesaksian para saksi di lapangan. Baik pelapor maupun terlapor
juga sudah kami periksa,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan,
seorang dokter di salah satu fasilitas kesehatan di Kabupaten Luwu, Sulawesi
Selatan, diduga melakukan pelecehan terhadap pasien remaja berusia 17 tahun.
Kasus ini mencuat ke
publik setelah kakak korban membagikan kisah adiknya melalui media sosial.
Dalam unggahan yang viral di akun Instagram @infokotapalopo, kakak korban
menuturkan bahwa insiden tersebut terjadi saat adiknya dirawat di kamar
perawatan seorang diri.
Dalam unggahan itu, sang
kakak menuliskan kronologi insiden yang terjadi saat adiknya dirawat seorang
diri di kamar perawatan. Dokter yang disebut sebagai pelaku mendatangi kamar
pasien lebih awal dari jadwal visit sambil membawa cokelat.
"Adekku ketakutan sekali karena dia tiba-tiba datang bawa cokelat. Terus dia peluk dua kali dan meraba-raba. Adekku baru masuk 17 tahun, sudah kau buat trauma," tulis kakak korban dalam unggahan tersebut.