Save the Children Dampingi Anak di Bandung, Gali Permasalahan dan Tuangkan Gagasan di Musrembang

 

BANDUNG - Save the Children Indonesia melalui program GENPEACE bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pemerintah Kota Bandung dan Saung Angklung Udjo menciptakan model alternatif penyampaian suara anak melalui pendekatan seni budaya, dengan tujuan agar musyawarah perencanaan pembangunan kota lebih ramah anak.

 

Didukung oleh Mobile Arts for Peace (MAP) - Lincoln University dan King College London, Save the Children mendampingi tiga puluh anak selama tujuh bulan untuk menggali permasalahan yang dihadapi anak di Kota Bandung, serta gagasan yang ingin disuarakan melalui Musrenbang Kota Bandung. Anak – Anak yang terlibat merupakan gabungan dari Forum Anak Kota Bandung serta 8 kelompok anak lainnya di Kota Bandung.

 

“Partisipasi anak yang bermakna menjadi kunci keberhasilan Pembangunan Kota / Kabupaten yang Layak Anak. Suara anak harus menjadi tumpuan dan dasar bagaimana sebuah Kota dapat berupaya memenuhi hak-hak anak. Melalui program GENPEACE, kami menciptakan model alternatif penyampaian suara anak melalui seni budaya dengan tujuan agar Musrenbang Kota dapat lebih ramah anak,” kata Tata Sudrajat / Interim Chief of Advocacy, Campaign, Communication & Media – Save the Children Indonesia.

 

Partisipasi anak dalam perencanaan pembangunan merupakan salah satu peran Forum Anak yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) No. 18 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan Forum Anak yang telah diubah dengan Peraturan Menteri PPPA No. 1 Tahun 2022. Pada tahun 2022, Save the Children pun turut mendukung Kementerian PPPA R.I. dalam mengembangkan Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Partisipasi Anak dalam Proses Pembangunan Daerah melalui Forum Anak.

 

Rangkaian kegiatan Pagelaran Anak Panca Sora yang telah dilaksanakan sejak Bulan Juni 2023, merujuk pada tahapan partisipasi anak dalam proses pembangunan yang diatur Petunjuk Teknis tersebut.

 

Istilah Panca Sora muncul dari ide kreativitas anak, Panca diartikan sebagai Lima klaster hak anak dimana anak-anak menyampaikan isu/permasalahan serta harapan terkait klaster-klaster tersebut, sementara Sora diartikan sebagai suara anak  yang disajikan secara kreatif melalui pertunjukan seni budaya. Suara anak dikemas dalam berbagai bentuk karya seni budaya seperti lagu original, festival/helaran, tari tradisional, wayang golek, angklung masal, dan kabaret. Kegiatan ini merupakan kegiatan pertama dan satu-satunya di Indonesia yang menciptakan pendekatan baru partisipasi anak dalam perencanaan pembangunan yang lebih ramah anak.

 

“Setelah melakukan diskusi dengan teman-teman kami melihat bahwa isu perundungan dan perkawinan anak masih tinggi di Kota Bandung. Oleh sebab itu untuk mengangkat isu ini kami mengemasnya dalam bentuk kabaret. Kami juga membuat lagu untuk menyuarakan isu anak di 5 klaster, harapannya pemerintah dapat  menangkap maskud yang ingin kami sampaikan lewat seni dan budaya yang kita tampilkan, tidak berhenti disitu saja tapi mempertimbangkan, dan membentuk suatu regulasi dengan 5 klaster yang kami suarakan,” jelas Salma berusia 20 tahun sebagai Perwakilan kelompok orang muda yang tergabung dalam GenPeace Program.

 

Setiap tahun, sebagai upaya pemenuhan hak partisipasi anak, Pemerintah Kota Bandung telah melibatkan anak dalam proses perencanaan pembangunan dengan memberikan ruang kepada anak untuk menyampaikan suara anak pada kegiatan Musrenbang.

 

“Saat ini sejarah baru pun terukir berkat kolaborasi antara kelompok anak, pelaku seni budaya, organisasi perlindungan anak, dan pemerintah. Menciptakan pendekatan baru dalam perencanaan pembangunan, dimana anak-anak dilibatkan, tidak dengan cara-cara orang dewasa, melainkan dengan seni budaya yang sangat dekat dengan anak-anak. Anak-anak tentu diharapkan tidak hanya menjadi objek pembangunan, melainkan dapat menjadi subjek pembangunan,”  jelas Bambang Tirtoyuliono, Pejabat Walikota Bandung.

  

Kota Bandung juga telah mendeklarasikan diri sebagai “Kota Angklung” pada tahun 2022, menjadi dasar dipilihnya Kota Bandung sebagai kota yang mempelopori penggunaan seni budaya dalam melibatkan anak pada proses perencanaan pembangunan. Praktik baik yang dilakukan oleh Save the Children Indonesia bersama Pemerintah Kota Bandung ini, berpotensi untuk dilaksanakan secara berkelanjutan dan diadaptasi oleh pemerintah lainnya dikarenakan proses perencanaan pembangunan pemerintah dilaksanakan setiap tahun dan dilakukan oleh pemerintah mulai dari tingkat desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, maupun nasional.

 

“Kami berharap, apa yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung dan Save the Children Indonesia dalam mewujudkan pemenuhan hak anak untuk berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan melalui pendekatan seni budaya yang lebih ramah anak, dapat diikuti oleh pemerintah di wilayah lainnya,” jelas Pribudiarta Nur Sitepu, Deputi Menteri Bidang Pemenuhan Hak Anak  - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Previous Post Next Post