OPINI | Pengaturan Penggunaan Pengeras Suara dan Komitmen Kerukunan Umat


Oleh: Prof. Dr. Abdul Pirol, M.Ag

Rektor Sekaligus Guru Besar IAIN Palopo

Inspirasitimur.com - Tiga bentuk kerukunan umat beragama yang terus dikembangkan dan menjadi pedoman bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia, antara lain: 1. Kerukunan intern umat beragama, 2. Kerukunan antar umat beragama, dan 3. Kerukunan antara umat beragama dan pemerintah.

Kristalisasi tiga bentuk kerukunan itu berangkat dari pengalaman dan kenyataan dalam masyarakat Indonesia yang plural. Sebagai negara yang majemuk, mau tidak mau, pilihan umat dan bangsa untuk merawat kerukunan dalam tiga bentuk tersebut menjadi keniscayaan.

Pemerintah dan berbagai komponen masyarakat seyogianya terus berupaya menguatkan kerukunan umat secara komprehensif. Salah satu caranya dengan membenahi pola penyelenggaraan suatu kegiatan syiar atau perayaan agama dan yang terkait dengan pelaksanaan ibadah. Hal ini didasari suatu pertimbangan agar semua pihak dapat menikmati kenyamanan di ruang publik dan pada saat yang sama dapat melaksanakan ibadah atau perayaan agama dengan baik.

Kiranya suasana harmoni dan kekhusyuan beribadah menjadi harapan semua umat.
Kehadiran pemerintah dalam hal ini Menteri Agama RI yang menerbitkan Surat Edaran Nomor 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musalla dapat dinilai sebagai perwujudan peran pemerintah dalam menguatkan kerukunan beragama.

Sangat jelas bahwa kehadiran Surat Edaran itu dilatarbelakangi oleh pemikiran untuk merawat persaudaraan dan harmoni sosial dan pada saat yang sama menegaskan bahwa penggunaan pengeras suara merupakan kebutuhan umat Islam dalam rangka syiar agama. Dari sisi ini, keberadaan SE ini sudah tepat karena bertujuan melindungi dan memenuhi kepentingan semua pihak dalam masyarakat.

Membenahi penyelenggaraan syiar agama di ruang publik sangat diperlukan, meskipun itu merupakan hal yang sudah berlangsung lama dan lazim ditemukan dalam masyarakat.

Pembenahan diperlukan dan dilakukan setidaknya dengan alasan untuk menunjukkan semua komponen masyarakat peduli dengan suasana kerukunan dan harmoni, walaupun dilakukan pada hal yang boleh jadi dianggap sepele, seperti penggunaan pengeras suara. Karena, tidak ada hal kecil kalau itu perlu dan penting dilakukan.

Pengaturan penggunaan pengeras suara mengajarkan kepada umat beragama sejumlah hal.

Pertama, perlunya komitmen untuk menjaga kerukunan umat dan harmoni sosial.

Kedua, beragama hendaknya tidak sekadar mengutamakan sisi emosionalnya, tetapi juga menimbang situasi dan kondisi

dan Ketiga, dalam beragama ada hal yang cukup untuk menjadi konsumsi internal umat tertentu dan tidak untuk disampaikan secara serta merta dalam masyarakat yang memiliki keragaman. Hal-hal tersebut akan semakin baik manakala dibarengi dengan kematangan dan kedewasaan beragama umat.

Penjelasan Menteri Agama atas SE tentang Pengaturan Penggunaan Pengeras Suara hendaknya dapat dipahami substansinya. Suara, apapun jenisnya menjadi sangat bijak dan bermanfaat jika bersesuaian dengan waktu, situasi, dan kondisi. Semua umat mendambakan kenyamanan dalam suasana tertib sosial-keagamaan. Karena itu, mari kita terus berupaya membenahi interaksi sosial dalam masyarakat Indonesia yang beranekaragam sebagai wujud komitmen kerukunan umat.
Wallahu a’lam. (*)

Previous Post Next Post