JAKARTA – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mempermudah prosedur hemodialisis atau cuci darah bagi pasien peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat ( JKN-KIS). Dengan Demikian peserta tidak perlu lagi mengulang membuat surat rujukan dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) untuk mendapatkan layanan ini.
Dikutip dari laman
kompas.com Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, simplifikasi
pelayanan hemodialisis ini merupakan bagian dari komitmen BPJS Kesehatan dalam
meningkatkan pelayanan di 2020.
Fachmi menerangkan, saat
ini pasien yang ingin melakukan cuci darah tinggal mengakses fasilitas
kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan tanpa perlu ke FKTP terlebih
dahulu.
Hal ini dikerenakan penyakit yang diderita sudah jelas dan pasien memang membutuhkan pelayanan di fasilitas pelayanan tindak lanjut.
Hal ini dikerenakan penyakit yang diderita sudah jelas dan pasien memang membutuhkan pelayanan di fasilitas pelayanan tindak lanjut.
“Namun ada syaratnya,
(pasien) direkam dulu finger print-nya. Dengan adanya rekaman ini memastikan
dan memudahkan mereka datang ke sini (faskes), dan betul mereka adalah
peserta,” ujar Fachmi, Senin (13/1/2020) seperti dikutip di laman kompas.com.
Sebelumnya, prosedur
admininistrasi pasien gagal ginjal kronis yang ingin mendapatkan layanan cuci
darah di rumah sakit perlu mengurus surat rujukan dari FKTP seperti Puskesmas
atau klinik yang harus diperpanjang setiap tiga bulan sekali.
Simplifikasi
administrasi dengan sistem finger print ini telah dilakukan sejak 1 Januari 2020.
Karena itu, BPJS Kesehatan meminta agar rumah sakit/Klinik Utama untuk
menyediakan alat perekaman finger print.
Berdasarkan data BPJS Kesehatan, terdapat 715 rumah sakit dan 47 klinik yang melayani layanan cuci darah atau hemodialisis. Menurut Fahmi, semua faskes tersebut sudah menggunakan finger print.
Berdasarkan data BPJS Kesehatan, terdapat 715 rumah sakit dan 47 klinik yang melayani layanan cuci darah atau hemodialisis. Menurut Fahmi, semua faskes tersebut sudah menggunakan finger print.
“Jadi memang kita minta 1
Januari, bukan hanya klinik tapi juga rumah sakit untuk menyiapkan alat finger
print-nya. Sehingga setiap kali (pasien) datang langsung direkam, sehingga
mereka tidak perlu lagi balik ke Puskesmas. Jadi datang ke sini tanpa harus
membawa surat rujukan,” jelas Fachmi.
Lebih lanjut, setiap
tahunnya BPJS Kesehatan mengeluarkan dana yang cukup besar untuk layanan cuci
darah ini. Di 2018, dana yang dikeluarkan BPJS Kesehatan untuk layanan cuci
darah sebesar Rp 4,81 triliun dengan jumlah kasus sebanyak 4,90 juta. Angka
tersebut meningkat setiap tahunnya, dimana di 2017 biaya yang dikeluarkan
sebesar Rp 4,03 triliun dengan jumlah kasus 4,12 kasus, di 2016 sebanyak Rp
3,46 triliun dengan jumlah kasus 3,41 juta kasus dan di 2015 sebanyak Rp 2,84
triliun dengan jumlah kasus 2,74 triliun.