PALOPO - Pengadilan Negeri (PN) Palopo menggelar sidang perdana perkara dugaan penyerobotan dan perusakan properti yang melibatkan tiga anggota keluarga Haring, Kamis (30/10/2025) siang.
Ketiganya adalah Ahmad Haring alias Ahmad, Kusmawati Haring alias Mama Rafli, dan Hj. Baeti Mega Hati Haring alias Hj. Eti. Mereka didakwa menyerobot dan merusak aset milik saudara kandungnya sendiri, Amiruddin Haring.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Margaretha Harti Paturu, S.H. membacakan surat dakwaan yang menjerat para terdakwa dengan Pasal 170 ayat (1) KUHP jo Pasal 406 ayat (1) jo Pasal 55 KUHP, dan/atau Pasal 167 ayat (1) KUHP.
“Perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal-pasal tersebut,” ujar Margaretha di hadapan majelis hakim.
Awal Mula Kasus
Kasus ini berawal dari peristiwa pada 6 Maret 2023 di Jalan A. Nyiwi (dulu Jalan Cakalang Baru), Kelurahan Ponjalae, Kecamatan Wara Timur, Palopo.
Ketiga terdakwa bersama empat orang lainnya disebut mendobrak pagar, merusak gembok, dan menggoyang pintu rumah hingga rusak. Aksi itu dilakukan di hadapan beberapa saksi mata.
Objek yang dipersoalkan berupa sebidang tanah seluas sekitar 6.060 meter persegi. Salah satu sertifikatnya tercatat atas nama Amiruddin dengan luas 471 meter persegi.
Tanah tersebut awalnya milik Mamanya Rasyid, kemudian beralih ke Harti Haerullah, dan akhirnya kepada Amiruddin melalui lelang eksekusi Bank Mandiri (Risalah Lelang Nomor 269/2016).
Eksekusi lahan dilaksanakan berdasarkan penetapan PN Palopo Nomor 7/Pen.Pdt/Eks/2024/PN.Plp tertanggal 20 Januari 2025, dan terealisasi pada 6 Februari 2025.
Dari Laporan Polisi ke Meja Hijau
Laporan polisi dibuat oleh Amiruddin, yang juga saudara kandung para terdakwa, pada Maret 2023 (Nomor LP/B/163/III/2023/SPKT/Polres Palopo).
Dari tujuh ahli waris yang dilaporkan, empat di antaranya termasuk Harti Haring dan kawan-kawan sudah diselesaikan lewat keadilan restoratif pada 23 April 2025.
Namun, tiga orang lainnya tetap diproses hukum dan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka pada 20 Juni 2025.
Meski perkara perdatanya sudah diputus hingga tingkat Mahkamah Agung melalui putusan kasasi Nomor 276 K/Ag/2022 (13 April 2023) dan putusan PK Nomor 88 PK/Ag/2024 (2 Juli 2024), proses pidana tetap berjalan.
Sorotan terhadap Independensi
Sidang dipimpin Hakim I Komang Dediek Prayoga, S.H., M.Hum., yang juga diketahui sebagai Ketua PN Palopo.
Namun, muncul sorotan publik karena hakim tersebut sebelumnya turut mengeluarkan penetapan eksekusi lelang terhadap tanah sengketa. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang potensi konflik kepentingan di internal peradilan.
Sidang ditunda hingga pekan depan untuk mendengarkan nota keberatan (eksepsi) dari kuasa hukum terdakwa, Muh. Rifai, S.H.
Ketiga terdakwa kini ditahan di Lapas Palopo sebagai titipan pengadilan.
Pada 26 Oktober 2025, Gerakan Aktivis Mahasiswa (GAM) Luwu Raya menggelar aksi di depan Kejaksaan Negeri Palopo. Mereka mendesak agar penegakan hukum tetap menghormati putusan Mahkamah Agung dan menolak kriminalisasi atas sengketa perdata.
Kasus ini juga jadi perbincangan setelah Presiden Prabowo Subianto sempat menyinggung pentingnya proporsionalitas hukum dalam sebuah acara di Kejaksaan Agung pada 19 Oktober 2025.
“Hakim, jaksa, ada apa ngejar, iya kan? Anda pasti ingat peristiwa itu. Ada lagi ibu-ibu ditangkap mencuri pohon,” ujar Prabowo, menyinggung perlunya hati nurani dalam menegakkan hukum.
GAM menilai perkara keluarga Haring menjadi contoh selektivitas penegakan hukum dan potensi pelanggaran asas ne bis in idem. Mereka pun menyerukan evaluasi dari Jaksa Agung, Kapolri, hingga Mahkamah Agung atas perkara yang dinilai sarat muatan kepentingan ini.
Sidang lanjutan dijadwalkan pekan depan, dan hasilnya bakal jadi penentu arah penyelesaian kasus yang kini ramai diperbincangkan di Palopo.
