PT BMS Segera Beroperasi di Luwu, Aktivis Lingkungan Soroti Potensi Pencemaran




LUWU – Aktivitas perusahaan tambang PT Bumi Mineral Sulawesi (BMS) di Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, kini memasuki fase baru. Setelah melewati tahap pembangunan dan persiapan teknis, perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan nikel itu mulai melakukan produksi di pabrik pertama.


Dalam waktu dekat, PT BMS juga akan mengoperasikan pabrik kedua yang berkapasitas lebih besar. Hal ini ditandai dengan adanya penerimaan tenaga kerja secara besar-besaran di wilayah tersebut.


Namun, di balik geliat industri dan penyerapan tenaga kerja itu, muncul kekhawatiran terhadap potensi dampak lingkungan yang bisa ditimbulkan dari aktivitas produksi nikel berskala besar.


Kekhawatiran Warga dan Aktivis


Ketua Yayasan Lestari Alam Luwu, Ismail Ishak, menyoroti peningkatan aktivitas industri di kawasan tersebut. Menurutnya, bertambahnya jumlah tenaga kerja serta aktivitas bongkar muat di area pelabuhan (jetty) perusahaan harus diimbangi dengan pengawasan lingkungan yang ketat.


“Semakin besar aktivitas industri, maka semakin besar pula potensi limbah dan polusi yang dihasilkan. Limbah cair, debu, hingga aktivitas bongkar muat di jetty bisa berpengaruh langsung terhadap kualitas lingkungan, terutama perairan di sekitar Bua,” ujar Ismail kepada Kompas.com, Selasa (28/10/2025).


Ismail mengungkapkan, masyarakat sekitar pabrik mulai mengeluhkan bau menyengat yang diduga berasal dari belerang.


“Kami belum bisa memastikan, tapi kami akan turun melakukan investigasi untuk memastikan apakah benar bau yang dirasakan warga merupakan bau belerang dari aktivitas perusahaan,” katanya.


Minta DLH Luwu Aktif Pantau


Ismail juga meminta Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Luwu untuk melakukan pemantauan rutin terhadap seluruh proses operasional PT BMS, mulai dari pengelolaan limbah, emisi udara, hingga dampaknya terhadap ekosistem pesisir.


“Kami berharap DLH tidak hanya menunggu laporan dari perusahaan, tapi juga turun langsung melakukan verifikasi di lapangan. Ini penting agar aktivitas produksi tidak meninggalkan jejak kerusakan lingkungan yang sulit diperbaiki,” tegasnya.


Lebih lanjut, ia mendesak PT BMS menunjukkan komitmen nyata terhadap kelestarian lingkungan dengan menerapkan sistem pengendalian limbah dan polusi secara transparan.


“Produksi boleh jalan, tapi lingkungan juga harus tetap lestari. Jangan sampai ekonomi tumbuh, tapi alam rusak,” tutup Ismail.

Previous Post Next Post