LUWU – Warga
Kecamatan Basse Sangtempe (Bastem), Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, kembali
menyoroti aktivitas PT Tiara Tirta Energi yang diduga mencemari lingkungan.
Perusahaan tersebut diduga telah membuang material tanah ke Daerah Aliran
Sungai (DAS) Noling hingga menyebabkan kerusakan ekosistem dan mengganggu
aktivitas warga.
Salah satu perwakilan
pemuda desa, Armin, mengungkapkan bahwa aktivitas pembuangan material ke sungai
telah menimbulkan dampak serius terhadap lingkungan sekitar.
“Pembuangan tanah ke
sungai telah merusak lingkungan. Sungai menjadi dangkal, aliran air terganggu,
Bahkan lahan milik masyarakat ikut terdampak,” kata Armin saat ditemui di
Bastem, Senin (28/7/2025).
Armin menambahkan,
pencemaran tersebut juga berdampak pada lahan pertanian warga yang berada di
sekitar aliran sungai.
“Dampaknya sangat
dirasakan. Tanah yang terbawa aliran sungai mengganggu pertanian kami. Aliran
air jadi tidak normal, dan itu memengaruhi produktivitas sawah,” ujarnya.
Dugaan Pelanggaran
Aturan Lingkungan
Armin menyebut bahwa
aktivitas PT Tiara Tirta Energi tak hanya berdampak ekologis, namun juga
melanggar sejumlah aturan lingkungan hidup.
“Sungai adalah sumber
kehidupan yang harus dijaga. Dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun
1991 disebutkan bahwa sungai harus dikendalikan dari daya rusak terhadap
lingkungan. Belum lagi Pasal 98 Ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 menyatakan bahwa
pelanggaran terhadap baku mutu lingkungan bisa dikenai sanksi pidana,”
tuturnya.
Tak hanya itu, warga
juga mengeluhkan debu dari aktivitas kendaraan perusahaan yang lalu-lalang di
kawasan permukiman.
“Debu dari kendaraan
perusahaan sangat mengganggu. Apalagi kalau kami sedang beraktivitas di luar
rumah. Anak-anak dan orang tua kami bisa terdampak kesehatannya,” tambah Armin.
Menurutnya, warga
memiliki hak untuk mengawasi dan melaporkan dugaan pelanggaran lingkungan
sebagaimana diatur dalam Pasal 95 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009.
“Kami hanya ingin
lingkungan kami aman dan bersih. Tapi kalau tidak ada penegakan hukum yang
tegas, pencemaran seperti ini akan terus terjadi,” ujarnya.
DLH Luwu Terbitkan
Sanksi Administratif
Menanggapi hal tersebut,
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Luwu,
Usdin, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menindaklanjuti laporan dengan
menjatuhkan sanksi administratif kepada PT Tiara Tirta Energi.
“Kami telah mengeluarkan
surat keputusan pemberian sanksi administrasi berupa paksaan pemerintah. Ada
lima poin yang menjadi temuan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK)
Provinsi Sulsel terkait pelanggaran lingkungan oleh perusahaan,” kata Usdin
kepada wartawan.
Ia menyebutkan, DLH
Kabupaten Luwu telah memberi batas waktu kepada perusahaan untuk
menindaklanjuti sanksi tersebut.
“Saya sudah
menandatangani SK-nya. PT Tiara Tirta Energi diberi waktu dua bulan untuk
menyelesaikan kewajiban tersebut. Insya Allah sebelum batas waktu itu, kami
akan turun langsung ke lokasi untuk evaluasi,” ujar Usdin.
Jika perusahaan tidak
menindaklanjuti sanksi tersebut, kata dia, maka akan dikenai denda
administratif.
“Kalau tidak
ditindaklanjuti, ada sanksi denda sebesar Rp 3 miliar sesuai dengan ketentuan
peraturan pemerintah,” tegasnya.
Warga berharap
pemerintah daerah maupun aparat penegak hukum bisa segera mengambil langkah
nyata untuk memastikan kelestarian lingkungan tetap terjaga dan hak masyarakat
atas lingkungan yang sehat tidak diabaikan.
Sebelumnya diberitakan
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Sulawesi Selatan
merekomendasikan pemberian sanksi administratif terhadap PT Tiara Tirta
Energi yang berkedudukan di Kecamatan
Bastem, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Rekomendasi tersebut disampaikan
melalui surat resmi yang ditujukan kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH)
Kabupaten Luwu di Belopa, berdasarkan hasil verifikasi pengaduan yang dilakukan
bersama DPRD Luwu dan DLH setempat.
Plt Kepala Dinas DLHK
Provinsi Sulawesi Selatan, Kasman dalam
suratnya menyatakan verifikasi lapangan tersebut mengungkap sejumlah temuan
yang menunjukkan dugaan pelanggaran dalam kegiatan pembangunan Pembangkit
Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Salu Noling yang dilakukan perusahaan.
“Beberapa temuan utama di antaranya Konstruksi Waterway Tidak Sesuai Kaidah Pembangunan saluran penghantar atau waterway tidak dibuat secara terasering, sehingga berpotensi menyebabkan longsor. Selain itu, material sisa hasil pemotongan gunung ditempatkan di area yang berbatasan langsung dengan Sungai Noling, yang menyebabkan penyempitan alur sungai sepanjang kurang lebih 3 kilometer,” kata Kasman dalam suratnya.
Selain itu, lanjut
Kasman, Minimnya Upaya Pencegahan Dampak Lingkungan. Tidak ditemukan adanya
sistem pencegahan pengaliran sedimen atau pembangunan kantong tanah di sekitar
sungai.
“Perusahaan juga belum
melakukan pemantauan kualitas air Sungai Noling dengan menggunakan laboratorium
yang terakreditasi dan teregistrasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup,” ucapnya.