MAKASSAR - Melanjutkan
inisiatif di Medan, Sumatera Utara, dan Mataram, Nusa Tenggara Barat, Yayasan
Humanis dan Inovasi Sosial bersama Teens Go Green Indonesia, menggelar Workshop
Perempuan Muda Penggerak, Global Girls Creating Change (G2C2) di Makassar. Sebanyak
42 perempuan muda berusia 15-18 tahun dari Sulawesi Selatan, khususnya yang
berdomisili di Makassar dan sekitarnya mengikuti pelatihan advokasi, kampanye,
dan komunikasi untuk membantu peserta memahami tantangan dan solusi krisis
iklim.
Melalui kegiatan ini, program G2C2 hadir untuk mengasah
keterampilan kepemimpinan, kampanye, dan advokasi iklim bagi perempuan muda,
terutama mereka yang berada di daerah yang terdampak langsung oleh krisis
iklim.
Dalam catatan akhir tahun (Catahu) 2023, Wahana
Lingkungan Hidup (WALHI) Sulawesi Selatan mencatat ada banyak potret krisis
iklim dari hulu hingga ke hilir yang dirasakan oleh masyarakat Sulawesi Selatan
sejak pertengahan tahun 2023 hingga saat ini.
Sepanjang tahun 2023 saja misalnya, Sulawesi Selatan
mengalami kekeringan berkepanjangan yang berdampak pada gagal panen dan krisis
pangan. Beberapa daerah aliran sungai (DAS) mengering dan alih fungsi tutupan
lahan berdampak pada kurangnya air irigasi untuk pertanian. Dampaknya, sekitar
153 ha lahan pertanian mengalami gagal panen.
Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil mengalami
ancaman akibat tambang pasir laut dan reklamasi. Rencana Tata Ruang dan wilayah
(RTRW) Sulawesi Selatan masih melegitimasi tambang pasir laut dan reklamasi
yang telah jelas memberikan dampak buruk bagi masyarakat.
Sementara itu, menurut UN Women (2023), perempuan,
terutama perempuan muda, sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Tercatat, 4 dari 5 orang yang mengungsi akibat bencana adalah perempuan, dan
anak perempuan memiliki kerentanan lebih untuk putus sekolah hingga dinikahkan
paksa. Ketidaksetaraan gender juga diperburuk karena perempuan dan anak
perempuan sering kali bertanggung jawab untuk mengumpulkan sumber daya penting
seperti air dan kayu bakar, yang membuat mereka lebih rentan terhadap kekerasan
berbasis gender dan eksploitasi.
Karenanya, perempuan memegang peran penting sebagai
agen perubahan yang bisa memimpin solusi iklim yang inklusif dan berkelanjutan.
Muhamad Hisbullah Amrie, Project Officer G2C2
Indonesia, dalam acara peluncuran menjelaskan, G2C2 hadir untuk memastikan
perempuan muda memiliki keterampilan, kapasitas, dan dukungan yang mereka
butuhkan untuk mengambil peran sebagai pemimpin dalam gerakan iklim. Para peserta perempuan muda
ini nantinya diharapkan bisa memiliki kapasitas yang mumpuni serta dapat
memimpin aksi iklim yang setara gender dan inklusif di Sulawesi Selatan, maupun
di level yang lebih luas.
“Aktivitas
teman-teman pun nantinya tidak berhenti hanya di pelatihan, kami akan memilih
beberapa perwakilan di antara peserta untuk mewakili suara kelompok perempuan
muda Indonesia di United Nations Climate Change Conference (UNCCC), Conference
of Parties (COP) yang ke-30 di Brazil tahun 2025. Nantinya kami akan menitipkan
harapan besar kepada teman-teman muda menyuarakan isu kita bersama agar
kebijakan terkait iklim serta pelibatan kelompok perempuan muda dalam merespon
perubahan iklim, baik di Indonesia maupun dunia, bisa berpihak pada kelompok
yang paling terdampak seperti perempuan dan kelompok disabilitas.”
Untuk mendukung hal ini, pemerintah Indonesia telah
mengadopsi kebijakan progresif terkait kesetaraan gender dalam penanganan
perubahan iklim. Sayangnya, implementasi yang efektif masih memerlukan
peningkatan partisipasi dan kepemimpinan perempuan dalam menghadapi tantangan
yang ada.
Program G2C2 dirancang tidak hanya memberikan
pelatihan, tetapi juga memfasilitasi perempuan muda untuk membuat perubahan
yang bermakna di komunitas mereka, hingga menghubungkan mereka dengan jaringan
nasional dan internasional dalam advokasi kebijakan iklim yang adil dan
inklusif.
Para peserta, dipilih berdasarkan komitmen mereka
terhadap isu lingkungan dan pengalaman beraktivisme, akan mendapatkan pelatihan
langsung di bidang-bidang, seperti:
·
Edukasi Dampak Perubahan Iklim: Memahami perubahan
iklim, dampaknya, dan solusi yang dapat diterapkan di tingkat lokal.
·
Aktivisme Iklim: Merencanakan kampanye yang efektif,
strategi advokasi, dan keterampilan berbicara di depan umum.
·
Inovasi Iklim: Memahami cara memulai inisiatif atau
inovasi yang akan memberikan keuntungan bagi pribadi dan Masyarakat setempat.
Bambang Sutrisno, Direktur Eksekutif Teens Go Green
Indonesia menambahkan, pada akhir pelatihan, program ini bertujuan untuk
memberdayakan perempuan muda di Sulawesi Selatan dengan keterampilan praktis
untuk memimpin inisiatif iklim. Selain itu, program G2C2 juga mendorong
kolaborasi di antara peserta untuk mengembangkan rencana aksi komunitas yang
mengatasi masalah lingkungan setempat.
“Kami juga berharap peserta bisa membangun jaringan
aktivis iklim muda yang siap mengadvokasi kebijakan dan solusi yang inklusif
gender di tingkat lokal dan nasional,” tambah Bambang.
Jasmianti Nur Tahir, dari Green Youth Movement
menjelaskan, advokasi iklim harus dilakukan agar dapat menyuarakan orang-orang
yang terpinggirkan, menekan pemerintah untuk bertindak, menggerakkan komunitas
secara kolektif, dan mengurangi dampak negatif perubahan iklim mengubahnya
menjadi dampak positif.
“Meskipun perubahan iklim mempengaruhi semua orang,
dampaknya tidak sama bagi semua orang. Perempuan seringkali memiliki risiko
yang lebih tinggi dan beban yang lebih besar akibat dampak perubahan iklim
dalam situasi kemiskinan,” ujar Jasmianti.
Program G2C2 hadir di Makassar dan berkolaborasi
dengan komunitas lokal seperti: Forum Genre Sulsel, Ikatan Pelajar Muhammadiyah
Kota Makassar, Rumah Kepemimpinan, dan Rumpun Disabilitas.
Global Girls Creating
Change (G2C2) adalah sebuah program yang bertujuan mendorong munculnya berbagai
gerakan aksi iklim yang berpusat pada kepemimpinan perempuan muda, demi
kebijakan dan aksi iklim yang adil dan inklusif. Program ini dilaksanakan oleh
konsorsium Hivos Hub Amerika Latin, Restless Development, dan Yayasan Humanis
dan Inovasi Sosial di Brazil, Indonesia, Nepal, dan Uganda yang didukung penuh
oleh Department of State, United State of America, Secretary’s Office of
Global Women Issues. Di Indonesia sendiri, G2C2 dilaksanakan oleh Yayasan Humanis,
Teens Go Green Indonesia, dan Ecoxyztem sebagai konsorsium untuk memenuhi
tujuan penguatan kapasitas kelompok perempuan muda dalam aktivisme iklim,
advokasi, hingga pengembangan wirausaha inovasi iklim di Sumatra Utara,
Kalimantan Barat, Jabodetabek, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan.