Kades Rante Balla Ditahan di Polres Luwu Setelah Ditetapkan Tersangka Korupsi

LUWU – Polres Luwu, Sulawesi Selatan, menahan oknum Kepala Desa Rante Balla, berinisial ET, atas kasus dugaan korupsi yakni melakukan pungutan liar atau Pungli biaya setiap penerbitan Surat Keterangan Tanah (SKT) dan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) pada warga. 


Kapolres Luwu,  AKBP Arisandi mengatakan penetapan tersangka ET dilakukan setelah rangkaian penyelidikan serta penyidikan yang cukup panjang, memakan waktu kurang lebih satu tahun. 


“Penahanan fisik dilakukan dengan berbagai pertimbangan, diantaranya dikhawatirkan merintangi proses penyidikan serta dapat mengulangi perbuatannya,” kata Arisandi,” saat dikonfirmasi, Senin (27/11/2023). 


Lanjut Arisandi, kelengkapan berkasnya terus kebut agar perkara ini bisa segera disidangkan. 


“Ini bentuk keseriusan kami menindaklanjuti keresahan masyarakat khususnya di Kecamatan Latimojong terhadap dugaan adanya mafia tanah," ucap Arisandi. 


Sementara Kasat Reskrim Polres Luwu, AKP Muhammad Saleh mengatakan ET dijerat pasal 12 huruf e tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. ET diduga menyalahgunakan jabatannya selaku kepala desa untuk memungut biaya setiap penerbitan Surat Keterangan Tanah dan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang atau SPPT pada warga. 


"Jumlah uang yang dipungut pada warga sebanyak kurang lebih Rp 200 juta, uang itu sebagian telah dibelanjakan membeli kerbau untuk acara hajatan," ujar Muhammad Saleh. 


Diketahui Desa Rante Balla, Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, merupakan salah satu desa yang masuk dalam wilayah konsesi tambang emas PT Masmindo Dwi Area yang sedang dalam proses pembebasan lahan untuk dibayarkan nilai kompensasinya. 


Sebelumnya diberitakan seorang kepala desa di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, diduga melakukan pungutan liar (pungli). 


Kasat Reskrim Polres Luwu, AKP Muhammad Saleh mengatakan oknum kades tersebut berinisial ET, Kepala Desa Ranteballa, ia diduga melakukan pungli pada warga untuk penerbitan Surat Penerbitan Objek Pajak (SPOP). 


“Kami sudah gelar perkara kepada oknum aparat desa yang dimaksud yang diduga melakukan pungli, statusnya sudah naik penyidikan," kata Saleh, Rabu (22/2/2023), saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon. 


Lanjut Saleh, besaran nilai pungli yang diduga dilakukan ET sebesar Rp 300 juta dari warganya untuk pengurusan pembuatan surat penerbitan objek pajak (SPOP). 


“Oknum kepala desa ini mengumpulkan uang dari dari masyarakat untuk pengurusan SPOP dengan nilai yang beragam tergantung nilai ganti rugi lahan warga dari perusahaan PT Masmindo Dwi Area (MDA)," ucap Saleh. 


Nilai ganti rugi lahan dari perusahaan tambang PT MDA, dan setelah diterbitkan SPOP uang yang diterima ET dari warga mencapai jutaan rupiah. 


"Pelaku menerima uang dari warganya mulai dari Rp 2 juta dan terbesar sampai Rp 100 juta," ujar Saleh. 


Menurut Saleh, oknum kepala desa tersebut sempat meminta kepada polisi sebelum perkaranya dinaikkan untuk melakukan pengembalian uang. 


“Saya sampaikan kepada ET bahwa pengembalian uang pungli tidak mempengaruhi proses penyidikan, pungli yang dilakukan juga tidak menimbulkan kerugian negara, hanya saja itu merupakan penyalahgunaan kewenangan sebagai kepala desa, jadi kalaupun dikembalikan tetap dilakukan penyidikan,” tutur Saleh. 


Hingga saat ini, Satreskrim Polres Luwu telah meminta keterangan dari sejumlah saksi antara lain bagian hukum Pemkab Luwu, warga yang menyetor ke kepala desa dan warga lainnya. 


“Keterangan dari beberapa saksi menyebutkan bahwa mereka dimintai uang dan keterangan saksi dari bagian hukum Pemkab Luwu menyebutkan jika tidak ada bayar membayar dalam hal ini,” jelas Saleh.

Previous Post Next Post