Liberalisasi Menegaskan Esensi Pendidikan


*Ahmad Iswadi Ketua Eksekutif Komisariat LMND ATI Dewantar Palopo*


Liberalisasi pendidikan telah nyata di Indonesia melalui otonomi institusi pendidikan, minimalisasi peran negara dan maksimalisasi peran masyarakat, format BHP, dan politik ‘pintu terbuka’ bagi pendidikan asing.

Liberalisasi pendidikan tersebut bermuara pada melemahnya tanggung jawab negara terhadap pendidikan.

Indonesia perlahan lahan mulai meninggalkan paradigma negara kesejahteraan menuju negara pasar bebas, pasar bebas dalam hal apapun termasuk pendidikan.

Ketika pendidikan diserahkan pada mekanisme pasar dan negara mengalihkan tanggung jawabnya pada masyarakat maka pendidikan pun makin tak terbeli.

Otonomi institusi pendidikan ternyata membuat pendidikan makin tak terjangkau karena institusi yang otonom tidak memiliki pilihan dalam membiayai dirinya selain melalui pemasukan dari peserta didik. Diintrodusirnya peran masyarakat dalam pendidikan sungguh merupakan hal yang demokratis dan mulia. Namun apalah artinya jika masyarakat diperkuat untuk menanggung pendidikan sementara negara melemahkan dirinya sendiri. Jika demikian ke mana tanggung jawab negara yang diamanatkan dalam Pasal 31 UUD 1945?

Liberalisasi pendidikan ini merupakan buah daripada masuknya Indonesia pada organisasi perdagangan dunia (WTO) ditahun 1995, serta bangsa kita telah meratifikasi perjanjian General Agreement On trade In Service (GATS) yang dibuat oleh WTO melalui UU No.7 tahun 1994, adanya UU ini menunjukan bahwa sudah ada pemikiran-pemikiran liberal jauh sebelum masuknya Indonesia sebagai anggota WTO, dengan perjanjian GATS yang menaungi 12 sektor jasa agar diliberalisasikan dimana salah satu sektornya adalah sektor pendidikan maka tak heran apabila pendidikan dianggap sebagai komoditas yang dapat diperjual belikan.


Liberalisasi Pendidikan melalui WTO dan GATS telah mengantarkan pendidikan di Indonesia Menjadi sektor Komersial yang diperjual belikan.

Dicky sapaan akrab (Ahmad Iswadi) menganggap bahwa negara saat ini hanya sebatas menjadi regulator dalam dunia Pendidikan, negara telah melepaskan tanggung jawabnya atas dunia pendidikan melalui dasar pemikiran liberal serta pandangan imperatif pasar bebas, juga globalisasi. Dicky kemudian turut mempertanyakan apakah amanat mencerdaskan kehidupan bangsa yang dituangkan dalam pembukaan UUD 1945 di serahkan pada mekanisme Pasar ?

Situasi pendidikan di Kota Palopo, banyak calon mahasiwa yang rata-rata berasal dari Luwu Raya megalami kesulitan untuk mengakses pendidikan ditingkatan Perguruan Tinggi,

Kita melihat bahwa Palopo merupakan kota alternatif yang dijadikan tempat bagi para lulusan sekolah menengah atas baik itu dari Luwu,Luwu Timur ataupun Luwu Utara untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi akan tetapi dengan adanya otonomi institusi Perguruan Tinggi sehingga biaya masuk ke dalam PT itu ditentukan oleh birokrasi kampus, dan rata rata biaya masuk perguruan Tinggi di kota Palopo tergolong cukup mahal sehingga banyak calon mahasiswa yang berasal dari kelas sosial bawah mengalami kesulitan untuk mengakses pendidikan di tingkat perguruan tinggi.


Ahmad Iswadi Ketua Eksekutif Komisariat LMND ATI Dewantar Palopo 
Previous Post Next Post