Aksi Demo Rumpun Tongkonan Balele di Tana Toraja Pertahankan Lahan Berakhir Ricuh

 

TANA TORAJA – Warga Tana Toraja, Sulawesi Selatan, dari kelompok masyarakat adat sembilan rumpun Tongkonan Ba’lele, mahasiswa dan pelajar berunjuk rasa di depan pengadilan negeri Makale.

Aksi mereka meminta aparat penegak hukum mengusut tuntas dugaan adanya oknum yang terlibat dalam perkara tanah ulayat Lapangan Gembira.

Aksi masyarakat adat dari sembilan tongkonan bersama mahasiswa, dan pelajar dilakukan untuk mempertahakan tanah ulayat yang dihibahkan warga Tongkonan Ba’lele yang sudah bertahun-tahun bahkan sudah mencapai ratusan tahun kepada pemerintah untuk kepentingan umum yang diatasnya saat ini telah dibangun Gedung Sekolah, Gedung Olahraga, Puskesmas, Kantor Kelurahan, Kantor Cabang Dinas Pendidikan, Kantor Dinas Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup, Kantor Samsat Sulsel dan Kantor Telkom Indonesia, digugat oleh Haji Ali dan dimenangkan melalui putusan Mahkamah Agung.

Dalam orasi
yang digelar secara bergantian di depan pengadilan tersebut sejumlah tokoh masyarakat mempertanyakan dasar hak milik yang diklaim oleh Ambo’ Bade yang kemudian dijual ke Haji Ali, oleh masyarakat adat menilai hal tersebut tidak benar adanya karena tanah tersebut adalah milik warga seluruh masyarakat Toraja.

Menurut tokoh adat Tongkonan Ba’lele, Natan Limbong mengatakan aksi demo hari ini menuntut keputusan harus nyata.

“Kami tidak mengenal bahwa kami dikalah itu tidak, keputusan ini kami tetap akan lanjutkan tetapi pemerintah harus tahu bahwa semua tanah-tanah kami yang sudah diberikan kepada pihak pemerintah untuk kepentingan umum akan kami ambil kembali karena apa yang kami berikan ini tidak dapat dipertanggungjawabkan,” kata Natan, saat dikonfirmasi, Senin 29/8/2022) sore.

Menurut Natan, tanah ini adalah tempat anak-anak untuk sekolah, bukan hanya dari Ba’lele tetapi semua yang membutuhkan untuk sekolah disini.

“Setelah kami sidang adat kami akan ambil keseluruhan tanah yang kami sudah berikan karena pemerintah tidak bertanggung jawab dalam persoalan ini, jangan biarkan kasihan anak-anak ini telantar padahal tanah ini diserahkan oleh orang tua kami untuk kepentingan umum yang terdiri dari beberapa lokasi,” ucap Natan.

Aksi warga tersebut awalnya berjalan damai namun tiba-tiba terjadi kericuhan saat massa yang datang menunggu proses persidangan, namun emosi mendengar informasi sidang sengketa lahan Lapangan Gembira ditunda akibat salah satu hakim yang memimpin sidang diketahui sedang cuti dengan alasan ada urusan keluarga.

Massa menutup jalan dengan cara membakar ban di jalan lintas tengah Trans Sulawesi yang menghubungkan Kabupaten Tana Toraja dengan Kabupaten Toraja Utara yang mengakibatkan kemacetan.

Sejumlah warga merangsek masuk ke halaman kantor pengadilan dengan cara memanjat pagar, melihat hal tersebut personel Polres Tana Toraja yang mengawal jalannya aksi langsung menyiram demonstaran dengan menggunakan water canon sehingga memicu emosi massa. akibatnya situasi semakin tidak terkendali lemparan botol air mineral dan sejumlah kerikil menghujani petugas

Bahkan terlihat beberapa demonstran yang berhasil masuk kedalam halaman kantor pengadilan terlibat saling dorong dengan polisi.

Kericuhan redah setelah Ketua Pengadilan Negeri Tana Toraja menemui massa dan menjelaskan perihal cutinya salah satu hakim karena ada urusan keluarga.

Ketua Pengadilan Negeri Makale Tana Toraja, Richard Edwin Basoeki mengatakan sidang ditunda karena salah satu rekannya dalam perjalanan ke Manado mengurus keluarga.

“Saya ijinkan sebagai pimpinan untuk mengurus anaknya, keluarganya di Manado, bapak-bapak harap mengerti perkara disini cukup banyak, bapak bayangkan kami buat putusan yang begitu banyak dengan jumlah personel hakim yang jumlahnya enam orang, kami bukan menulis langsung jadi putusan, tetapi itu dipertimbangkan semua,” ujar Richard, saat menemui massa aksi.

 

Previous Post Next Post