Koalisi Pembela Kebebasan Pers (KPKP) untuk segera disiarkan

PALOPO - Koalisi Pembela Kebebasan Pers (KPKP) bersama Tim Hukum KPKP kembali mendampingi jurnalis Muhammad Asrul yang disidang. Dalam sidang yang berlangsung di Kantor Pengadilan Negeri (PN) Kota Palopo ini dengan agenda mendengarkan pendapat/tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan mengabaikan surat Ketua Dewan Pers.


Tim Hukum KPKP berpendapat antara lain sebagai berikut:

Pertama, JPU memperlihatkan tidak mampu membedakan dengan detail antara Tindak Pidana Murni dan kasus Sengketa Pers. Padahal Dewan Pers melalui Surat Nomor 187/DP-K/III/2020 tertanggal 04 Maret 2020 perihal Jawaban Dewan Pers, telah menegaskan bahwa “Berita yang dimuat oleh Berita.news, sebagaimana dimaksud dalam surat tersebut merupakan produk jurnalistik sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.

Artinya, tulisan yang dibuat oleh Muhammad Asrul dan diterbitkan di berita.news adalah murni karya jurnalistik, bukan tindak pidana. Apabila ada keberatan dengan isi berita tersebut, maka dapat diselesaikan dengan menggunakan mekanisme yang ada dalam Undang-Undang Pers, salah satunya melalui Sengketa Pers, bukan melalui penyelesaian pidana di pengadilan umum, dengan menggunakan pasal dalam UU ITE.

Kedua, JPU tidak memahami dengan jelas mengenai pasal 84 ayat (2) KUHAP serta penjelasan yang dikemukakan oleh M Yahya Harahap dalam bukunya berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali (Hal. 99-100) yang dikutip oleh JPU.

Dalam penjelasan pasal itu, M Yahya Harahap memberikan batasan mengenai pengecualian terhadap asal Iocus delicti, yaitu tidak hanya mengacu pada banyaknya saksi di suatu wilayah hukum pengadilan negeri, tapi juga harus mempertimbangkan mengenai tempat tinggal Terdakwa atau kediaman terakhir Terdakwa, atau di tempat Terdakwa ditemukan, atau di tempat terdakwa ditahan. Apabila salah satu syarat tersebut tidak terpenuhi, maka asas Iocus delicti tidak boleh dikesampingkan begitu saja.

Ketiga, JPU menilai bahwa berita yang dimuat di media online yang mengatasnamakan berita.news adalah bukan produk jurnalistik. Padahal penilaian tersebut bukanlah kewenangan dari JPU yang tercantum di dalam pasal 14 KUHAP, serta JPU tidak berkapasitas dalam menilai apakah sebuah berita adalah karya jurnalistik atau bukan.

Yang dapat menilai hal tersebut adalah ahli jurnalistik, salah satunya adalah Dewan Pers. Sedangkan Dewan Pers melalui Surat Nomor 187/DP-K/III/2020 tertanggal  04 Maret 2020 perihal Jawaban Dewan Pers, telah menegaskan bahwa “Berita yang dimuat oleh Berita.news, sebagaimana dimaksud dalam surat tersebut merupakan produk jurnalistik sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.

Karena itu, kesimpulan JPU yang menyatakan bahwa berita yang dimuat di media online yang mengatasnamakan berita.news adalah bukan produk jurnalistik bertentangan dengan pendapat Dewan Pers sebagai lembaga yang mempunyai kapasitas untuk menilai suatu berita adalah karya jurnalistik atau bukan. Itu artinya bahwa JPU telah melakukan perbuatan yang melampaui kewenangannya dalam mendakwa seseorang di depan persidangan.

Sementara itu, Koordinator KPKP, Sofyan Basri mengatakan bahwa tanggapan yang disampaikan JPU kabur. JPU mengakui secara hukum jika kasus pers tidak diselesaikan melalui peradilan pidana tapi kemudian tetap melanjutkan kasus ini.

Hal itu berdasarkan penjelasan JPU dalam tanggapan yang dibacakan di depan Majelis Hakim dan yang diberikan tim hukum KPKP. "Saya kira penjelasan JPU kabur dan tidak jelas karena terjadi kontradiksi atas apa yang diakui secara hukum dan yang kondisi yang terjadi dalam kasus ini," kata Sofyan.

Selain itu, kata Sofyan, JPU juga seolah-seolah bertindak sebagai Dewan Pers secara kelembagaan yang dapat menilai sebuah tulisan jurnalis sebagai produk jurnalistik atau bukan. Pasalnya, JPU tidak dapat menilai secara jernih dan akal sehat atas surat dari Dewan Pers dengan nomor 187/DP-K/III/2020.

"Dalam tanggapan yang disampaikan di depan Majelis Hakim, JPU seperti melangkahi tugas dan fungsi Dewan Pers sebagai pengadil secara hukum dalam sebuah sengketa atau kasus pers untuk memberikan penilaian pada sebuah tulisan sebagai produk jurnalistik. Ini sungguh kekeliruan yang nyata," jelasnya.

Koalisi Pembela Kebebasan Pers (KPKP) serta Komite Keselamatan Jurnalis yang dideklarasikan di Jakarta, 5 April 2019 beranggotakan 10 organisasi pers dan organisasi masyarakat sipil, yaitu; Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, SAFEnet, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Federasi Serikat Pekerja Media Independen (FSPMI), Amnesty International Indonesia, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).


Previous Post Next Post