JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) menetapkan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah (NA) dan dua
rekannya yakni ER dan AS dalam dugaan gratifikasi
pengadaan barang jasa dan infrastruktur di lingkup Provinsi Sulawesi Selatan.
Ketua KPK Firli Bahuri
menyampaikan bahwa terkait dengan penanganan perkara dugaan korupsi berupa penerimaan
hadiah atau janji dan gratifikasi oleh
penyelenggara negara atau para pihak yang mewakilinya terkait dengan pengadaan
barang dan jasa, perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan pemerintahan provinsi sulawesi
selatan tahun 2020-2021.
Tim KPK Mengamankan 6
orang pada hari Jumat (26/02/2021) pukul 23.00 Wita hingga Sabtu (27/02/2021) dini hari, di tiga
tempat berbeda.
“Pertama di Rumah Dinas ER
di kawasan Hertasning, jalan poros Bulukumba dan Rumah Dinas Gubernur Sulawesi
Selatan, setelah mengalami pemeriksaan dan pengumpulan barang bukti, maka
disimpulkan bahwa AS direktur PT APB telah lama kenal baik dengan NA, yang
berkeinginan mendapatkan beberapa proyek pekerjaan infrastruktur di Sulawesi
Selatan tahun 2021,” ungkap Firli.
Menurut Firli, AS sebelumnya
telah mengerjakan proyek di Sulsel diantaranya peningkatan jalan ruas Palampang
– Monte Bonto Lempangan di Kabupaten Sinjai, Bulukumba dana DAK 2019 sebesar Rp
28,9 Miliar
Pembangunan jalan ruas Palampang-Monte
Bonto Lempangan tahun 2020 dengan nilai proyek RP 15,7 Miliar
Selanjutnya pembangunan
ruas jalan Palampang – Monte Bonto Lempangan 1 paket APBD Provinsi Sulsel
dengan nilai RP 19 Miliar
“Berikutnya pembangunan
jalan pedestrian dan penerangan jalan kawasan wisata Bira dana bantuan keuangan
provinsi sulawesi selatan tahun 2020 kepada Kabupaten Bulukumba dengan nilai
proyek RP 20,8 Miliar,” sebut Firli.
Lanjut Firli, pekerjaan
dilakukan AS juga adalah rehabilitasi jalan parkiran satu danpembangunan jalan parkirabn
dua kawasan wisata Bira anggaran bantuan keuangan provinsi Sulawesi Selatan
tahun 2020 kepada Kabupaten Bulukumba dengan nilai proyek RP 7,1 Miliar.
“Sejak bulan Februari
2021 telah ada komunikasi aktif antara AS dengan ER sebagai refresentasi dan
sekaligus orang kepercayaan saudara NA untuk bisa memastikan agar AS
mendapatkan kembali proyek yang diinginkannya di tahun 2021,” ucap Firli..
Dalam beberapa
komunikasi, kata Firli, diduga ada tawar
menawar fee untuk bantuan masing-masing dari nilai proyek yang nantinya akan dikerjakan oleh AS.
Pada sekitar awal 2021
ketika NA sedang berada di Bulukumba bertemu dengan saudara ER dan juga AS yang
telah mendapatkan proyek pekerjaan wisata bira NA menyampaikan pada ER bahwa
lanjutan proyek wisata bira akan kembali dikerjakan oleh AS yang kemudian NA
memberikan persetujuan dan memerintahkan ER untuk segera mempercepat pembuatan
dokumen detil enginering design yang akan dilelang pada APBD 2022 disamping itu
pada akhir Februari 2021 ketika ER bertemu dengan NA disampaikan bahwa fee
proyek yang dikerjakan oleh AS di Bulukumba sudah diberikan kepada pihak lain.
“Saat itu NA mengatakan
yang penting operasional kegiatan NA tetap bisa dibantu oleh AS, AS selanjutnya
pada 26 Februari 2021 diduga menyerahkan uang sebesar RP 2 Miliar kepada NA
melalui saudara ER, selain itu NA juga diduga menerima uang dari kontraktor
lain diantaranya sebagai berikut : Pada akhir 2020 NA menerima uang sebesar RP 200 juta kemudian
pertengahan Februari 2021 NA melalui SB menerima uang RP 1 Miliar, selanjutnya
pada awal Februari 2021 NA melalui SB menerima uang sebesar Rp 2,2 Miliar ,”
tutur Firli.
Berdasarkan keterangan para
saksi dan bukti yang cukup maka KPK berkeyakinan bahwa tersangka dalam perkara
ini sebanyak 3 orang, pertama sebagai penerima yaitu NA dan ER sedangkan pemberi
adalah AS.
“Para tersangka
disangkakan sebagai berikut : NA dan ER disangkakan
melanggar pasal 12 huruf a dan pasal 12 huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B
Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang
perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak
pidana korupsi, juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Sedangkan sebagai pemberi AS
disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau
pasal 13 undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001
tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan
tindak pidana korupsi, juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP,” ungkap Firli.
Para tersangka NA, ER
dan AS dilakukan penahanan selama 20 hari terhitung sejak tanggal 27 Februari
2021 sampai 18 Maret 2021. NA ditahan di Rutan cabang KPK cabang Pomdan Jaya
Guntur, ER ditahan di Rutan cabang KPK pada Kavlinng C1 dan AS ditahan di Rutan
cabang KPK pada gedung merah putih.