LUWU
UTARA – Suhu ekstrim melanda sejumlah daerah di Sulawesi Selatan, suhu
ekstrim ini mencapai 38,2 derajat celsius yang merupakan tertinggi selama bulan
Oktober 2019.
Deputi Bidang
Meteorologi, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Mulyono R.
Prabowo, dalam rilis yang disampaikan mengatakan bahwa pada tanggal 20 Oktober
terdapat tiga stasiun pengamatan BMKG di Sulawesi yang mencatat suhu maksimum
tertinggi yaitu, Stasiun Meteorologi Hasanuddin (Makassar) 38.8 celsius, diikuti
Stasiun Klimatologi Maros 38.3 celsius, dan Stasiun Meteorologi Sangia Ni Bandera
37.8 celsius. Suhu tersebut merupakan catatan suhu tertinggi dalam satu tahun
terakhir, dimana pada periode Oktober di tahun 2018 tercatat suhu maksimum
mencapai 37 derajat celsius.
Stasiun -
stasiun meteorologi yang berada di pulau Jawa hingga Nusa Tenggara mencatatkan
suhu udara maksimum terukur berkisar antara 35 celsius - 36.5 celsius pada periode 19 -
20 Oktober 2019. Berdasarkan persebaran suhu panas yang dominan berada di
selatan Khatulistiwa, hal ini erat kaitannya dengan gerak semu Matahari.
“Seperti yang
kita ketahui pada bulan September, Matahari berada di sekitar wilayah
khatulistiwa dan akan terus bergerak ke belahan Bumi selatan hingga bulan
Desember. Sehingga pada bulan Oktober ini, posisi semu matahari akan berada di
sekitar wilayah Indonesia bagian Selatan (Sulawesi Selatan, Jawa, Bali, Nusa
Tenggara, dan sebagainya,” kata Mulyono dalam rilisnya.
Menurutnya
kondisi ini menyebabkan radiasi matahari yang diterima oleh permukaan bumi di
wilayah tersebut relatif menjadi lebih banyak, sehingga akan meningkatkan suhu
udara pada siang hari. Selain itu pantauan dalam 2 hari terakhir, atmosfer di
wilayah Indonesia bagian selatan relatif kering sehingga sangat menghambat
pertumbuhan awan yang bisa berfungsi menghalangi panas terik matahari.
“Minimnya
tutupan awan ini akan mendukung pemanasan permukaan yang kemudian berdampak
pada meningkatnya suhu udara. Gerak semu matahari merupakan suatu siklus yang
biasa dan terjadi setiap tahun, sehingga potensi suhu udara panas seperti ini
juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya,” ucapnya.
Mulyono
mengatakan bahwa dalam waktu sekitar satu minggu kedepan masih ada potensi suhu
terik di sekitar wilayah Indonesia mengingat posisi semu matahari masih akan
berlanjut ke selatan dan kondisi atmosfer yang masih cukup kering sehingga
potensi awan yang bisa menghalangi terik matahari juga sangat kecil
pertumbuhannya.
Sementara Kepala
Stasiun BMKG Andi Jemma Masamba Luwu Utara, Winarno Nurdiyanto mengatakan suhu
ekstrim di Sulawesi Selatan hingga 38,2 derajat celsius tersebut merupakan
rekor tertinggi selama beberapa tahun terakhir.
“Sesuai data
suhu maksimum yang tercatat selama beberapa tahun di BMKG Masamba, suhu
tersebut merupakan rekor tertinggi yang terjadi pada bulan Oktober 2019, meski 4
daerah di Sulawesi Selatan yakni Luwu, Kota Palopo, Luwu Utara dan Luwu Timur
(Luwu Raya) data suhu maksimum rata-rata yang tercatat di Stamet Andi Jemma
dari tanggal 19 - 22 Oktober 2019 adalah 34 celsius,” ujar Winarno saat
dikonfirmasi, Rabu (23/10/2019).
BMKG
mengimbau masyarakat yang terdampak suhu udara panas ini untuk minum air putih
yang cukup untuk menghindari dehidrasi, mengenakan pakaian yang melindungi
kulit dari sinar matahari jika beraktivitas di luar ruangan, serta mewaspadai
aktivitas yang dapat memicu kebakaran hutan dan lahan khususnya di
wilayah-wilayah yang memiliki potensi tinggi karhutla.
Selain itu, BMKG juga mengimbau masyarakat untuk mewaspadai adanya gelombang tingggi yang terjadi dengan ketinggian 1,25 hingga 2, 5 meter yang berpotensi terjadi di Selat Makassar bagian selatan, Perairan barat Sulawesi Selatan, Perairan Kepulauan Selayar, Perairan Sabalana, Teluk Bone bagian selatan, dan Laut Flores.