LUWU
TIMUR - Para pedagang usaha warung
makanan dan warung kopi di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Jumat (30/08/2019) berunjuk
rasa di kantor Badan Pendapatan Keuangan Daerah Luwu Timur untuk menolak kenaikan
pajak 10 persen sesuai Peraturan Daerah (Perda) yang berlaku di daerah
tersebut.
Menurut pedagang usaha warung makan dan minum yang tergabung dalam Asosiasi Pedangan Rumah Makan dan Warkop se-Luwu Timur menilai kebijakan Pemerintah Kabupaten Luwu Timur tersebut dianggap memberatkan dan ribet
serta terkesan melanggar hak privasi pedagang, pasalnya dalam sistem yang
diterapkan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) mengharuskan pedagang menggunakan
mesin Envoice dan mengambil alih peran kasir yang ada disetiap warung makanan
dan minuman, tak sampai disitu pemerintah daerah juga menempatkan personil Satpol
PP disetiap warung membuat pengunjung jadi risih.
“Kami pedagang resah dengan diberlakukannya pajak 10 persen
dan mengharuskan menggunakan envoice. Kami pedagang sepakat menolak penggunaan
envosie dan sepakat untuk menetapkan retribusi setiap bulan,” kata Taming, saat
dikonfirmasi.
Menurutnya dengan
menempatkan petugas Satpol PP di rumah makan maupun warung-warung sangat tidak
beretika.
“Cara pemerintah inilah dianggap tidak beretika dan tidak
berprikemanusiaan malah terkesan
melanggar hukum dengan menempatkan Satpol PP di rumah makan maupun warung-warung,”ujarnya.
Aksi pedangang ini diterima langsung Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Daerah Luwu Timur, untuk berdialog, namun saat berdialog sempat terjadi adu mulut bahkan pihak pedagang tidak puas dengan penjelasan yang disampaikan oleh Kepala Dinas Ramadhan Pirade yang mengatakan bahwa pejabat, kontraktor dan tamu dari luar yang masuk ke Luwu Timur lalu makan di warung makan harus diambil uangnya untuk pajak daerah, penjelasan inilah menuai kritikan karena tidak semua yang masuk kewarung makan maupun warung kopi adalah pejabat dan kontraktor serta tamu,
Aksi pedangang ini diterima langsung Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Daerah Luwu Timur, untuk berdialog, namun saat berdialog sempat terjadi adu mulut bahkan pihak pedagang tidak puas dengan penjelasan yang disampaikan oleh Kepala Dinas Ramadhan Pirade yang mengatakan bahwa pejabat, kontraktor dan tamu dari luar yang masuk ke Luwu Timur lalu makan di warung makan harus diambil uangnya untuk pajak daerah, penjelasan inilah menuai kritikan karena tidak semua yang masuk kewarung makan maupun warung kopi adalah pejabat dan kontraktor serta tamu,
“Tamu
dari Gubernur, DPR daerah, kontraktor pasti akan mencari makan di warung yang
dia senangi, masa tidak bisa diambil ungnya untuk pajak,” kata Ramadhan, saat
itu para pengusaha berteriak.
Perseteruan ini akhirnya reda setelah Wakil Bupati Luwu Timur,
Irwan Bachri Syam datang keruang dialog tersebut untuk menengahi.
Dalam kesempatan itu, Irwan mengatakan setelah mencermati kondisi pedagang dan
keinginan pemerintah daerah maka kebijakan ini belum bisa diterapkan, dan harus
dibahas kembali secara seksama dengan duduk bersama para pedagang dan
menyarankan dibentuk tim kecil untuk membahas masalah tersebut sehingga
semuanya bisa terakomodir.
“Kita disini mempertemukan dua kepentingan, nah kami juga
pemerintah daerah tidak akan menutup mata, kami juga akan mendengar keluhan dan
dimaklumkan bahwa memang pedagang kita di Luwu Timur selain belum bisa
menerapkan aplikasi atau pola yang dikeluarkan pemerintah dan KPK saat ini,
disisi lain pedagang di Luwu Timur pendapatannya masih 75 persen di bawah rata-rata,” ujar Irwan.