MENEROPONG PERGERAKAN ANOA (Bubalus spp) di NGATA TORO.


Pohon Kaha (Castanopsisi accuminatissima) yang berlobang merupakan tempat Bersarang/Bernaung Anoa (Bubalus spp)

Oleh :
1. Muh. Amran Amir, S.Hut
2. Faisal

Tadulako University Palu

Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu negara dengan julukan Megabiodiversity country dengan keanekaragaman hayati tertinggi ke dua di dunia setelah Brazil, julukan ini sangat tepat karena Indonesia memiliki nilai keanekaragaman hayati 18 dan nilai endemisme 22, tentu saja ini merupakan modal dasar bagi pengembangan peradaban bangsa di masa depan jika mampu dijaga kelestariannya walaupun kita menempati 1/3% luas total daratan di Indonesia dari total luas permukaan bumi.


Menurut (Bappenas, 2003, dalam Departemen Kehutanan 2006) Indonesia berada pada peringkat :

- ke dua untuk mamalia (12%), 515 spesies, 39% endemik,
- ke empat untuk reptilia (7,3%), 512 spesies, 29% endemik,
- ke lima untuk burung (17%), 1.519 spesies, 28% endemic,
- ke enam untuk amfibi, 270 spesies, 37% endemic,

Pulau Sulawesi merupakan wilayah transisi yang dipengaruhi oleh Benua Asia dan Australia, memiliki berbagai satwa endemik yang telah beradaptasi dengan habitat dan lingkungan di Pulau Sulawesi. Dari penilitian-penilitian yang pernah di lakukan, di ketahui bahwa Pulau Sulawesi mempunyai tidak kurang 71 jenis mamalia endemik paling tinggi setelah Irian Jaya dan tidak dapat dijumpai di pulau -pulau lain di Indonesia ( Mackinon, 1986).


Taman Nasional Lore Lindu terletak dalam wilayah Provinsi Sulawesi Tengah dengan dua wilayah adiministrasi yaitu Kabupaten Poso dan Kabupaten Donggala, memiliki keistimewaan karena secara Geografis Taman Nasional ini berada dibelahan garis khatulistiwa, sehingga Lore Lindu memberikan keunikan tersendiri bagi kehidupan flora dan fauna yang terkandung di dalamnya.


Salah satu jenis satwa endemik pulau Sulawesi adalah Anoa (Bubalus spp). Satwa ini memiliki daerah penyebaran yang sangat terbatas yaitu hanya dapat dijumpai di Pulau Sulawesi saja. Anoa (Bubalus spp) dari segi konservasi merupakan salah satu satwa endemik yang tergolong langka, dan dikhawatirkan akan punah.


Anoa (Bubalus spp) memiliki spesifikasi dalam habitat, dimana hutan tempat berlindung, tempat bermain, sumber air minum dan sumber garam, kawin dan tempat mencari makan serta sungai merupakan komponen habitat yang termasuk daerah jelajahnya. Berdasarkan spesifikasi habitat ini maka sebaran Anoa dikawasan hutan juga terkonsentrasi pada kondisi habitat yang memiliki komponen tersebut secara kompak. Perusakan habitat, perburuan dan penangkapan secara liar di alam yang saat ini cenderung meningkat, akan dapat dipastikan kepunahan suatu jenis tertentu. Untuk itu, guna menjamin kelestariannya, satwa liar Anoa (Bubalus spp) sebagai satwa liar yang khas di Sulawesi, maka perlu dilakukan suatu kajian terhadap habitat Anoa (Bubalus spp).


Kegiatan pelestariannya sangat penting terutama untuk menjaga keseimbangan ekosistem, sebagaimana tercantum di dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1990, tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Oleh karena itu perlindungan dan pelestarian habitat Anoa merupakan salah satu hal yang sangat penting, mengingat tingkah laku/pola perilaku satwa ini tergantung pada habitatnya.


2. Klasifikasi dan Morfologi Anoa (Bubalus spp)

Menurut Meurice Burton dalam Labiro (2001), bahwa secara keseluruhan Anoa (Bubalus spp) menurut tingkat klaifikasinya dituliskan sebagai berikut:

Kingdom     : Animalia
Phylum        : Chordata
Subphylum  : Vertebrata
Class           : Mammalia
Subclass      : Theria
Infraclass     : Metatheria
Ordo           : Ruminantia
Familia         : Bovidae
Genus          : Bubalus
Spesies        : - Bubalus depressicornis
                     - Bubalus quarlesi


Anoa merupakan mamalia yang mempunyai kerabat dari kerbau kecil yang hidup di Philipina dan mirip kerbau biasa yang kita kenal di Sulawesi, ada dua jenis Anoa (Bubalus spp) yakni Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis) dan Anoa Pegunungan (Bubalus quarlesi). 


Anoa Pegunungan (Bubalus quarlesi) memiliki ciri-ciri postur tubuh lebih kecil, berwarna coklat sampai hitam, bulu agak tebal, bercak putih kekuning-kuningan ada sedikit diatas kuku kakinya, tanduknya bulat dan lebih kecil dari Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis). 


Anoa merupakan binatang memamah biak yang hidup dari herba,paku-pakuan dan perdu yang tumbuh di lantai hutan. Mereka hidup menyendiri atau berpasangan di Hutan Primer. Hidupnya sangat bergantung pada air untuk minum (Wirawan, 1981) dalam Witten (1987).


Anoa merupakan jenis kerbau kerdil di Dunia yang dianggap langka. Ada dua jenis Anoa yang di jumpai di Sulawesi. Kerbau liar yang endemik ini makan rumput-rumputan, paku-pakuan, semak serta buah-buahan yang jatuh. Hidupnya soliter dan memiliki teritorial yang dijaga ketat. Pertemuan antara dua satwa, walaupun jenis kelaminya berbeda, akan mengarah pada perkelahian yang mengerikan.


Tanduknya yang berbentuk belati kadang-kadang menunjukkan keampuhannya sebagai senjata yang mematikan. Di beberapa daerah, Anoa dapat di jumpai didalam jumlah yang cukup banyak, walaupun juga masih sering diburu (Mackinon, 1986).


3. Karakteristik Penampilan Anoa (Bubalus spp)
Tulung dan Umboh, (1994) menyatakan bahwa Anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis) dan Anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) merupakan jenis sapi yang kecil, lebih mirip kerbau tapi lebih besar dibanding kambing. Dibandingkan dengan jenis sapi lainnya, Anoa juga lebih kecil. Tinggi pundaknya hanya sekitar 75 – 100 cm. 

Anoa pegunungan lebih kecil dibanding Anoa daratan rendah. Tubuhnya gemuk/padat dan leher tebal. Anoa memiliki tanduk kecil dan lurus (runcing) dan panjang dapat mencapai sekitar 380 mm. Anoa yang masih muda ditutupi dengan bulu seperti wool yang tebal, Anoa pegunungan dewasa cenderung memiliki bulu yang agak keriting, sedangkan Anoa daratan rendah memiliki rambut yang lurus atau bahkan tidak berambut. Anoa jantan berwarna coklat tua sampai hitam dan adakalanya ditemukan bercak-bercak putih pada bagian muka /kepala, tengkuk, leher bagian bawah (tenggorokan), dan pada bagian bawah kaki depan. Pada Anoa pegunungan, keseluruhan kaki depan bagian bawah berwarna putih kecoklatan. Tubuh bagian bawah biasanya berwarna coklat muda. Jantan biasanya lebih gelap warnanya dibanding betina. Anoa memiliki kulit yang tebal.


Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam Bogor 1978, menyatakan bahwa Anoa mirip dengan kerbau tapi pendek serta lebih kecil ukurannya, kira-kira sebesar kambing. Warnanya mirip kerbau, ukuran panjang badannya ± 175 cm dengan tinggi 80 cm dengan berat kira-kira 200 kg. Anoa binatang berkuku genap, di setiap kakinya terdapat empat buah kuku, dua buah kuku lebih kecil dan tidak memecah tanah. Rambut badannya halus, warnanya bervariasi dari coklat biasa sampai coklat tua. Umumnya yang jantan berwarna lebih gelap dari pada yang betina. Kepala berbentuk pendek dua buah titik. Tanduk lurus ke belakang serta meruncing dan agak memipih serta berlubang tengah, tanduk ini merupakan senjata mempertahankan diri.


Pergerakan Anoa (Bubalus spp) bergerak secara tersebar dibeberapa tempat dari tempat rendah ke tempat yang tinggi disetiap kelompok pegunungan, dimana tempat tersebut aktifitas manusia sudah tidak ada lagi. Tempat tersebut dapat dijumpai di beberapa tempat seperti kelompok pegunungan Kamonua tersebar dari ketinggian 1.478 sampai pada ketinggian 1.786 mdpl. Di tempat ini jejak Anoa berupa kotoran/feces, jejak kaki, dan pohon besar yang dibawahnya berlubang sebagai tempat bersarang dapat ditemukan terutama di punggungan gunung dan lereng gunung, sampai di puncak.


Anoa bergerak mengikuti lereng gunung yang topografinya agak datar menuju ke sungai-sungai kecil dan besar, dan bergerak kembali ke puncak melewati punggungan gunung, pergerakan ini ditandai dengan adanya bekas atau jejak kaki Anoa (Bubalus spp) dan Kotoran (feces).


Pada kelompok pegunungan Hawumbu Anoa dijumpai pada ketinggian 1.429 sampai dengan 1470 mdpl. Pergerakan Anoa di tempat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kondisi topografi, ketersediaan pakan, ketersediaan sumber minum berupa mineral alami, dan aktifitas manusia. Model pergerakan Anoa ditempat ini sama dengan model pergerakan di pegunungan Kamonua.


Sedangkan pada pegunungan Bulu Erosi jejak Anoa dapat ditemukan pada ketinggian 1256 sampai dengan 1577 mdpl, atau lebih rendah dari tempat sebelumnya karena pegunungan Bulu Erosi letaknya lebih jauh dari perkampungan dan aktifitas-aktifitas manusia dalam hutan, sehingga tempat tersebut jejak berupa kotoran, jejak kaki dan pohon besar berlubang sebagai tempat bersarang juga ditemukan disini. Penyebaran Anoa pada tempat tempat tersebut didukung oleh adanya daya dukung alam (carrying capacity) terhadap kehidupan Anoa yaitu tersedia sumber Air dan tumbuhan sebagai pakan.


Di alam bebas Anoa liar memakan “aquatic feed” antara lain berupa pakis, rumput, tunas pohon, buah-buahan yang jatuh, dan jenis umbi-umbian. Berdasrkan pengamatan Pujaningsih, et al., (2005) dan beberapa peneliti dilaporkan bahwa Anoa dataran rendah kadang-kadang juga minum air laut yang diduga untuk memenuhi kebutuhan mineral mereka. Di dataran tinggi, Anoa menjilat garam alami dalam rangka pemenuhan kebutuhan mineralnya. (Malik et al., 2004; Pujaningsih, 2005).


Menurut Amir 2008, dalam catatan penelitian (progress report) STORMA, pergerakan Anoa (Bubalus spp) berlangsung secara berkelompok maupun sendiri, dan bergerak dari tempat yang rendah menuju tempat yang lebih tinggi dan begitupun sebaliknya. pergerakan ini dilakukan untuk mencari makan ataupun minum dan melakukan istirahat. 


Pergerakan ini umumnya bergerak dengan radius sampai 3,5 km atau lebih. Sedangkan menurut Tikupadang dan Misto,1994, luas daerah jelajah Anoa yang diteliti di Cagar Alam Faruhumpenai Mangkutana seluas 5000 hektar.
Previous Post Next Post