JAKARTA – Banjir dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dalam beberapa pekan terakhir memicu situasi kemanusiaan yang kian mengkhawatirkan. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 2 Desember 2025 menunjukkan skala dampak yang sangat besar: 3,2 juta jiwa terdampak, 1,1 juta jiwa mengungsi, 659 orang meninggal dunia, dan 475 orang masih hilang. Ribuan anak menjadi kelompok paling rentan karena kehilangan tempat tinggal, terisolasi, dan minim akses terhadap kebutuhan dasar.
Save the Children Indonesia telah mengerahkan tim ke sejumlah wilayah yang paling sulit dijangkau, termasuk Kabupaten Langkat, Aceh Tamiang, dan Nias Selatan. Laporan dari lapangan menyebutkan akses jalan masih banyak yang terputus, sejumlah desa masih terendam, dan beberapa wilayah terisolasi akibat longsor dan tingginya permukaan air.
“Satu-satunya cara agar kami bisa menembus Aceh Tamiang adalah melewati jalur laut. Butuh hampir lima jam menyeberang dari Besitang, Kabupaten Langkat, ke Aceh Tamiang. Pelabuhan sangat padat hari ini karena seluruh bantuan hanya dapat dikirim melalui jalur ini,” ujar Muhammad Hatma, Team Leader Respon Save the Children Indonesia.
Di sejumlah lokasi, warga sempat menunda evakuasi karena mengira banjir yang datang serupa dengan banjir musiman yang biasa terjadi setiap tahun. Namun air naik jauh lebih cepat dan lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Banyak warga, termasuk anak-anak, terjebak di dalam rumah, tidak sempat menyelamatkan barang, dan terpaksa mengungsi dalam kondisi tanpa persiapan. Sebagian di antaranya bahkan masih belum berhasil dievakuasi.
Untuk merespons kebutuhan mendesak, Save the Children mulai mendistribusikan 500 paket hunian sementara serta bahan makanan bagi keluarga terdampak, terutama di wilayah yang masih tergenang tinggi dan sulit dijangkau.
“Bantuan yang kami distribusikan diharapkan dapat membuat anak-anak bisa beristirahat lebih nyaman di pengungsian dan kebutuhan makanan mereka terpenuhi. Kami terus berupaya membuka jalur alternatif untuk menembus lokasi-lokasi yang sama sekali belum menerima bantuan, terutama daerah yang masih menyimpan banyak anak yang belum dievakuasi,” kata Fadli Usman, Direktur Humanitarian Save the Children Indonesia.
Situasi di lapangan disebut terus berubah cepat. Curah hujan tinggi, listrik yang belum sepenuhnya pulih, akses internet terbatas, serta ancaman longsor susulan membuat proses evakuasi dan distribusi bantuan menghadapi banyak kendala. Save the Children juga melanjutkan pendataan, asesmen kebutuhan, serta koordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan—terutama di Kepulauan Nias Selatan—untuk memastikan bantuan dapat segera menjangkau anak-anak dan keluarga yang paling membutuhkan.
