Rilis Survey Visi Indonesia, PSU Palopo Pertarungan Antara Akal Sehat dan Pragmatisme

 PALOPO - Rilis hasil survei dari Lembaga Survei Visi Indonesia Consulting. Dalam rilis yang diterima redaksi, Lembaga Survei Visi Indonesia menjelaskan temuannya terkait Pemungutan Suara Ulang (PSU) Palopo yang akan dilaksanakan pada tanggal 24 Mei 2025. 


Dalam rilisnya, Survei terhadap 480 responden ini menggunakan metode  Multistage Random Sampling, dengan tingkat kepercayaan 95%, dan margin off error 3,5%. Survei yang dilakukan secara khusus untuk memahami perilaku pemilih dan Praktik Money politik pada PSU Kota Palopo ini, dilakukan secara bertahap selama dua kali, yaitu tahap pertama dilakukan pada tanggal 10 – 20 April 2025 dan tahap kedua dilakukan pada tanggal 05 – 15 Mei 2025.


Kesimpulan survei menunjukkan ada pergeseran paradigma masyarakat terkait kepemimpinan dan masa depan kota Palopo. Jika pada tahap pertama (yang sudah diberitakan juga pada media yang sama, 25 April 2025), dimana saat itu Visi Indonesia menemukan fakta lapangan tentang tingkat keyakinan masyarakat bahwa pemenang PSU adalah yang “Ada Uangnya” di angka 76,7%, dalam artian keyakinan masyarakat bahwa pemenang PSU adalah yang menggunakan money politik. Tetapi dalam tahap kedua survei yang dilakukan awal Mei, keyakinan masyarakat ini turun di angka 56,4%. Faktanya, angka 56,4% inipun masih terbilang tinggi.


Menurut Direktur Eksekutif Visi Indonesia, Saparuddin Santa, ada dua alasan munculnya “kesadaran” tersebut. Pertama, tingginya sebaran isu dan opini yang berkembang di masyarakat secara massif, baik itu di media sosial maupun dalam percakapan-percakapan grup WA bahwa peluang terjadinya PSU ulang akan terjadi jika ada temuan pelanggaran terhadap salah satu calon. 


Alasan kedua, himbauan dan peringatan keras dari Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman, yang menyampaikan saat hadir di acara Deklarasi Pilkada Damai di kota Palopo, yang dihadiri oleh para Calon yang akan berkompetisi di PSU dan juga dihadiri oleh pimpinan Forkompinda tingkat Provinsi dan Kabupaten pada tanggal 07 Mei lalu, yang tersebar secara massif.


Dalam sambutannya, dengan tegas Gubernur Sulsel menyampaikan bahwa siapapun yang berani melakukan money politik, akan berhadapan dengan ancaman diskualifikasi, baik itu yang dilakukan saat proses sebelum pemilihan, dan terutama saat menjadi temuan dari pihak Bawaslu dan penegak hukum. Pasti akan diproses secara tegas oleh penyelenggara.


“Kalau mauki coba-coba melanggar, cobami”, kata Andi Sudirman kala itu dihadapan para Calon Walikota/Wakil Walikota dan peserta deklarasi pilkada damai.


Hasil survei ini juga menunjukkan bahwa jika tidak terjadi politik uang di PSU, mayoritas pemilih cenderung menjatuhkan pilihan ke pasangan nomor urut 03 yaitu Rahmat Masri Bandaso - Andi Tenri Karta, yang akrab dengan akronim RMB-ATK, sebab pasangan ini diyakini oleh sebagian besar masyarakat kota Palopo, sebagai calon yang paling kecil peluangnya untuk melakukan politik uang. 


Saat tim survei Visi Indonesia menanyakan kepada masing-masing responden, “Jika semua calon tidak menggunakan money politik, maka siapa yang anda pilih?”, ada 39,1% yang memilih RMB-ATK, dan di posisi kedua ada Farid Kasim Judas-Nurhaenih (FKJ-Nur) dengan raihan 25,8%. Selanjutnya di posisi ketiga ada Naili-Akhmad Syarifuddin diangka 21,3% menyusul di posisi terakhir ada Putri Dakka-Haidir Basir diangka 9,2%, sisanya 4,6% memilih tidak menjawab.


RMB-ATK juga unggul dipertanyaan kepemimpinan. Saat pertanyaan survei diajukan “Menurut anda, diantara pasangan calon, siapakah yang memilki kemampuan kepemimpinan yang paling tepat untuk kota Palopo?” hasilnya menunjukkan, ada 36,5% memilih RMB-ATK, dan selanjutnya di posisi kedua FKJ – Nur 22,8% disusul oleh Naili-Akhmad 20,1% dan terakhir PD-HB 12,4%, sisanya 8,2% memilih tidak menjawab.



Yang perlu menjadi perhatian bersama, dalam temuan survei tahap kedua, menurut Saparuddin Santa, mayoritas pemilih masih setuju dan menginikan money politik. Yaitu ada 56,4% dari 480 responden yang setuju politik uang dan akan memilih calon yang memberi uang, sisanya 43,6% menolak politik uang di PSU kali ini. Ini adalah tantangan terbesar bagi penyelenggara PSU, khususnya Bawaslu dan penegak hukum di kota Palopo. 


Tingginya tingkat keyakinan ini bukan tanpa alasan. Sebab dalam setiap perhelatan Pilkada, munculnya politik uang selalu karena ada keinginan dari calon untuk melakukan praktik-praktik tersebut. Calon akan merasa tidak percaya diri untuk menang jika tidak menggunakan instrumen berupa janji-janji politik yang sifatnya pragmatis. Padahal, semakin maju peradaban sebuah masyarakat, maka seharusnya tingkat kesadaran dan moral demokrasi juga harusnya semakin maju.


“Tidak akan terjadi politik uang, jika calon tidak berniat dan mau membeli suara. Disaat yang sama, masyarakat juga harus punya rasa malu dan tangggungjawab untuk tidak membiarkan itu, dengan cara menolaknya.”  tutup Saparuddin Santa.


أحدث أقدم