Kasus Pungli pada warga untuk penerbitan Surat Penerbitan Objek Pajak
(SPOP) Itu tengah dilidik bahkan statusnya sudah dinaikkan menjadi penyidikan namun
oknum pelaku belum menjalani penahanan.
Kapolres Luwu AKBP Arisandi yang dikonfirmasi menyerahkan hal tersebut
kepada Kasat Reskrim Polres Luwu untuk dikonfirmasi, namun hingga Selasa
(02/5/2023) dini hari Kasat Reskrim Polres Luwu AKP Muhammad Saleh belum memberikan
keterangan.
Sebelumnya diberitakan Seorang kepala Desa di Kabupaten Luwu, Sulawesi
Selatan, diduga melakukan pungutan liar (pungli).
Kasat Reskrim Polres Luwu, AKP
Muhammad Saleh mengatakan oknum kepala Desa tersebut berinisial AT, Kepala Desa
Ranteballa, ia diduga melakukan pungli pada warga untuk penerbitan Surat
Penerbitan Objek Pajak (SPOP).
“Kami sudah gelar perkara kepada
oknum aparat desa yang dimaksud yang diduga melakukan pungli, statusnya sudah
naik penyidikan," kata Saleh, Rabu (22/2/2023), saat dikonfirmasi melalui
sambungan telepon.
Lanjut Saleh, besaran nilai pungli yang diduga dilakukan AT
sebesar Rp 300 juta dari warganya untuk pengurusan pembuatan surat penerbitan
objek pajak (SPOP).
“Oknum kepala
desa ini mengumpulkan uang dari dari masyarakat untuk pengurusan SPOP dengan
nilai yang beragam tergantung nilai ganti rugi lahan warga dari perusahaan PT
Masmindo Dwi Area (MDA)," ucap Saleh.
Nilai ganti
rugi lahan dari perusahaan tambang PT MDA dan setelah diterbitkan SPOP uang
yang diterima AT dari warga mencapai jutaan rupiah.
"Pelaku
menerima uang dari warganya mulai dari Rp2 juta dan terbesar sampai Rp100
juta," ujar Saleh.
Menurut Saleh,
oknum kepala desa tersebut sempat meminta kepada kami sebelum perkaranya
dinaikkan untuk melakukan pengembalian uang.
“Saya
sampaikan kepada AT bahwa pengembalian uang pungli tidak mempengaruhi proses
penyidikan, pungli yang dilakukan juga tidak menimbulkan kerugian negara, hanya
saja itu merupakan penyalahgunaan kewenangan sebagai kepala desa, jadi kalaupun
dikembalikan tetap dilakukan penyidikan,” tutur Saleh.
Hingga saat
ini, Satreskrim Polres Luwu telah meminta keterangan dari sejumlah saksi antara
lain bagian hukum Pemkab Luwu, warga yang menyetor ke kepala desa dan warga
lainnya.
“Keterangan
dari beberapa saksi menyebutkan bahwa mereka dimintai uang dan keterangan saksi
dari bagian hukum Pemkab Luwu menyebutkan jika tidak ada bayar membayar dalam
hal ini,” jelas Saleh.
Atas
perbuatannya oknum kades tersebut dijerat pasal 12 huruf e undang-undang tindak
pidana korupsi.
“Dipidana
dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.
200.000.000.- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000.-
(satu milyar rupiah),” imbuh Saleh.