Pentingnya Partisipasi Anak dalam Implementasi KHA

JAKARTA - Media & Brand Manager Save the Children Indonesia, Dewi Sri Sumanah mengatakan pedoman implementasi Konvensi Hak Anak (KHA) bagi negara yang telah meratifikasi perjanjian termasuk Indonesia harus mengacu pada kewajiban dasar hukum hak asasi manusia international. 

Menurut Dewi Sri Sumanah, ada empat rangkap kewajiban yang harus laksanakan oleh sebuah negara peserta KHA.

"Yaitu, Kewajiban untuk menghormati (to respect) ketentuan perjanjian; Kewajiban untuk melindungi (to protect) hak-hak yang terkandung di dalamnya dan, lebih sempit lagi, untuk melindungi individu dalam yurisdiksinya dari pelanggaran hak-hak mereka oleh negara atau oleh aktor non-negara;  Kewajiban untuk memajukan (to promote) hak (dengan meningkatkan kesadaran, mempublikasikannya, dan menciptakan budaya hak asasi manusia); Kewajiban untuk memenuhi (to fulfil) hak-hak yang akan dinikmati oleh para pemegang hak," paparnya dalam keterangan yang diterima Inspirasitimur.com, Sabtu (20/11/2021).

Namun pada prinsipnya, lanjut Dewi, semua hak tidak dapat dipisahkan (indivisible), saling terkait (interrelated), dan saling bergantung (interdependent). Meskipun faktanya, tampak jelas bahwa beberapa hak dapat segera ditegakkan, sementara yang lain tunduk pada realisasi progresif dari waktu ke waktu. 

"Hal ini tentu saja berdampak pada sifat kewajiban implementasi dan juga dapat menentukan beberapa karakteristik pemantauan yang akan dilakukan," katanya.

Ia mengatakan partisipasi anak merupakan salah satu hak anak. Apabila partisipasi anak dipenuhi dengan kebermaknaan maka hal ini dapat menjawab empat rangkap kewajiban yang harus dilakukan oleh negara (to respect, to protect, to promote, to fulfil). 

"Tapi nyatanya, penerapan partisipasi anak yang bermakna di Indonesia masih harus terus ditingkatkan," katanya.

"Merujuk pada pengertian Partisipasi Anak menurut Save the Children adalah keterlibatan anak – anak secara penuh tentang memberikan atau mendapatkan informasi serta atas keinginan seluruh anak, termasuk anak – anak yang terpinggirkan dan sering terlupakan serta anak – anak dengan keberagaman usia dan kemampuan mereka, dalam konteks apapun baik secara langsung maupun tidak langsung untuk kehidupan anak yang lebih baik," tambahnya.

Ia menyebut contoh nyata pentingnya partisipasi anak di Indonesia tergambarkan pada hasil riset para peneliti anak terkait Tujuan Pembangunan yang berkelanjutan secara global atau SDG’s (Sustainalbe Development Goals). 

"Pada Tujuan Pembangunan No 1 – Tanpa Kemiskinan / No Poverty: hanya 42 persen anak dari total 155 responden yang mengetahui tentang tujuan ini. Tetapi secara umum, seluruh anak menyatakan bahwa kemiskinan berdampak buruk pada anak terutama di bidang pendidikan, bidang Kesehatan dan gizi, serta kemiskinan berpotensi memaksa anak menjadi pekerja anak," jelasnya.

Dewi juga menjelaskan, anak – Anak juga merekomendasikan agar Pemerintah dapat menjamin pendidikan kepada seluruh anak di Indonesia secara merata sehingga dapat memutus rantai kemiskinan, selain itu anak – anak juga menyampaikan bahwa Pemerintah harus segera melakukan pendataan di wilayah terpencil dan pengecekan ulang data masyarakat kurang mampu minimal 1 tahun sekali. 

"Anak – Anak juga semakin kuat bersuara ketika membahas Tujuan Pembangunan No 3 – Kehidupan Sehat dan Sejahtera. 77% anak menyatakan pernah mengalami cemas, ketakutan, kesedihan, kemarahan yang berlebihan atau perasaan tidak nyaman terlebih selama pandemi.  47,6% anak mengatakan ingin dipahami, diberi solusi atas permasalahan yang mereka alami dan ingin didengar," pungkasnya.

Previous Post Next Post