Masjid Agung Luwu-Palopo, Terbangun dari Tempat Maksiat ke Tempat Suci

PALOPO – Masjid Agung Luwu – Palopo, merupakan salah satu Masjid kebanggan warga Tana Luwu, Sulawesi Selatan. Dulunya Kabupaten Luwu Ibukotanya Palopo dan kini dimekarkan menjadi 4 daerah yakni Luwu, Palopo, Luwu Utara dan Luwu Timur (Tana Luwu).

Ketua Yayasan Masjid Agung Luwu-Palopo, KH Syarifuddin Daud mengatakan pertama kali ide pendirian Masjid Agung muncul dari Bupati Luwu ke-12 Drs. H. A. Samad Suhaeb, waktu itu di Palopo belum ada masjid yang refresentatif untuk menampung kegiatan ummat Islam, ia menyarankan sebuah masjid yang lebih besar, yaitu Masjid Raya yang sekarang berkembang jadi Masjid Agung.

“Maka pada tahun 1973 dibentuklah panitia dari berbagai unsur pemerintah, ulama, dan tokoh masyarakat. Pada tahun 1974 dilakukan peletakan batu pertama pembangunan Masjid Raya Luwu di Palopo, peletakan batu pertamanya dilakukan Bupati Kepala Daerah Luwu Drs. H. A. Samad Suhaeb bersama dengan pimpinan DPRD dan sejumlah Umat Islam pada saat mereka telah melakukan Salat Idul Adha 10 Dzulhijjah 1393 pada tanggal 4 Januari 1974,” kata Syarifuddin, saat dikonfirmasi, Kamis (06/05/2021).

Masjid Raya Luwu di Palopo dibangun di atas lahan kurang lebih 5 hektare ini, awalnya berasal dari lahan permukiman dari berbagai latar belakang penduduk, bagi orang Palopo tempat tersebut memiliki kesan sebagai tempat yang tidak bagus.

“Masjid ini dibangun di daerah Kampung Lanschap, didalamnya berbagai macam penduduk, kemudian dalam permukiman itu terdapat tempat dimana masyarakat dalam hati kecil tidak menerima kenyataan ini karena disitu ada tempat perjudian, tempat minum minuman keras bahkan ada tempat yang dijadikan sebagai tempat prostitusi, hal inilah yang memotivasi pemerintah bersama ulama untuk membersihkan kota Palopo dari hal-hal yang terkesan tidak bagus,” ucap Syarifuddin.

Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan antara Bupati Luwu dan tokoh agama,tokoh masyarakat dan ulama  maka pemerintah kabupaten Luwu memindahkan (merelokasi) penduduk yang ada dalam  Kampung Lanschap ke daerah utara Kota Palopo dengan membebaskan lahan seluas 5 Hektare

“Semua penduduk di Kampung Lanschap itu, yang kelak akan ditempati Masjid Raya Luwu di Palopo semua diberi lahan seluas 20 kali 15 meter, sehingga pada saat masyarakat sudah pindah maka dimulailah pembangunan disanan yaitu sesudah peletakan pertama pada tahun 1974,” ujar Syarifuddin.

Setelah pergantian Bupati Luwu dari  Drs H. A Samad Suhaeb ke Drs H Abdullah Suara (Bupati ke-13) nama Masjid Raya Luwu di Palopo berubah nama menjadi Masjid Agung Luwu-Palopo dan nama itu masih dipertahankan.

“Oleh Bupati Luwu waktu itu, nama Masjid Raya Luwu di Palopo berganti nama menjadi Masjid Agung Luwu-Palopo dengan pertimbangan pembangunan masjid ini awalnya didanai oleh partisipasi masyarakat Islam se Tana-Luwu dengan mengumpulkan zakat Harta dan zakat Fitrah dikumpulkan untuk memulai pembangunan masjid ini,” tutur Syarifuddin. 

Keberadaan Masjid Agung Luwu-Palopo saat ini menjadi wadah untuk memperdalam ilmu agama serta telah menjadi simbol perekat masyarakat muslim di Tana Luwu.

Saat ini Masjid Agung Luwu-Palopo menjadi tempat berkunjung masyarakat, selain sebagai tempat untuk beribadah, juga dikunjungi karena di area masjid tersebut terdapat sarana pendidikan Sekolah Dasar dan  tempat perdagangan aksesoris muslim.

Previous Post Next Post