|
LUWU UTARA - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) Republik Indonesia merilis beberapa faktor penyebab terjadinya bencana banjir bandng dan tanah longsor di Luwu Utara pada Juli 2020 lalu.
Kepala
Tim Tanggap Darurat dari PVMBG- Badan Geologi-KESDM, Agus Budianto mengatakan Banjir
bandang terjadi di Kota Masamba dan lima kecamatan lainnya meliputi Sabbang,
Baebunta, Baebunta Selatan, Malangke, dan Malangke Barat, Kabupaten Luwu Utara terjadi
pada Senin (13/07/2020) malam pukul
21.00 WITA, informasi dari lokasi
kejadian bencana yang berada di tepi Sungai
Salu Kula, Desa Kemiri, luapan banjir
yang membawa material pasir pernah terjadi pada pertengahan Mei 2020 dan pada
hari Minggu (12/07/2020) malam.
“Bencana
yang terjadi berupa banjir bandang/aliran bahan rombakan akibat longsoran
bagian hulu sungai Radda dan sungai Kula yang menyatu menjadi Sungai Massamba
di Kota Massamba serta longsoran
akibat erosi lateral sepanjang alur yang
dilaluinya serta dipicu curah hujan tinggi dengan intensitas lama,” kata Agus
saat dikonfirmasi melalui pesan Whats App, Kamis (13/08/2020).
Agus
mengatakan faktor penyebab terjadinya bencana diperkirakan yakni pola curah
hujan dengan intensitas tinggi dan lama beberapa bulan sebelumnya serta kejadian curah hujan lokal sebelum
terjadi banjir bandang menjadi pemicu
utama terjadinya bencana, selain itu hulu sungai merupakan morfologi tangkapan
hujan (Catchment Area) dengan morfologi
berupa lembah sempit di hulu sungai (berbentuk V) menjadi lembah melebar ke
arah hilir (berbentuk U).
“Material
penyusun lembah sungai berupa batuan
rentan terjadinya longsor terdiri dari
batuan beku granodiorit banyak mengandung retakan akibat patahan
lama dan
sifat tanah pelapukannya sarang
dan mudah luruh jika terkena air,” ucap Agus.
Agus
menambahkan faktor lain yang berpengaruh adalah longsoran pada tubuh lereng yang
terbawa oleh aliran air permukaan
melalui alur-alur air.
“Pengerosian
secara lateral sepanjang alur sungai yang dilalui menambah volume sedimen
yang bercampur kayu dan pohon tumbang
meningkatkan daya rusak, termasuk pembentukan
tanggul alam di sepanjang alur sungai
sebagai dampak akumulasi longsoran di hulu sungai dan erosi sepanjang alur sungai. Aliran sungai
yang mengandung sedimen berbagai ukuran dan batang kayu, dapat tersendat
saat melewati Infrastruktur jembatan dan
terjadi akumulasi energi air yang
berkembang cepat serta daya dorongnya
dapat merobohkan jembatan,” ujar Agus.
Faktor
terakhir tambah Agus adalah pemukiman
berada dalam bantaran alur sungai yang dilalui oleh banjir bandang lama
dan baru.