Pemukiman dibangun di atas bantaran sungai alur banjir bandang baru
dan lama di S. Radda
|
LUWU UTARA - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) Republik Indonesia merilis kondisi Daerah Bencana banjir bandang dan tanah longsor di Luwu Utara yang terjadi pada Juli 2020 lalu.
Kepala Tim Tanggap Darurat dari PVMBG- Badan Geologi-KESDM, Agus Budianto mengatakan kondisi daerah bencana sebagai berikut
Kondisi Daerah Bencana
Karakteristik morfologi pada aliran sungai banjir bandang yakni hulu
sungai banjir bandang berada di kawasan
pegunungan yang berhutan lebat dan
merupakan area tangkapan hujan.
“Wilayah
tersebut membuka ke arah tenggara, pada wilayah pedataran,
alur sungai Radda berbelok ke arah selatan dan aliran sungai Kula menyatu
dengan Sungai Massamba yang melewati
Kota Massamba,” terang Agus.
Kondisi
daerah bencana yang kedua adalah perbukitan bergelombang tinggi dengan kemiringan lereng terjal (lebih dari 30°)
dengan elevasi puncaknya di zona tangkapan hujan berkisar dari 175 – 1400 m dpl). Pegunungan Buttu Lero (1220 m .dpl) merupakan puncak
tertinggi di Area Tangkapan hujan
Sungai Radda sedangkan titik tertinggi di area tangkapan hujan di Sungai
Kula adalah puncak pegunungan Buttu
Magandang (1.453 m dpl).
“Lembah
sungainya dicirikan lembah sungai sempit berbentuk V, bagian tengah merupakan
wilayah perbukitan bergelombang rendah sampai sedang ( 5° - 20° ) dengan ketinggian 50 – 175 m
dpl. Pada wilayah pedataran berkemiringan
lereng 0 – 5 ° dengan ketinggian < 50 m dpl. Pada bagian tengah dan
pedataran, morfologi lembah sungai di
bagian hilirnya berubah bentuk menjadi
lembah lebar berbentuk U,” jelas
Agus.
Rekomendasi Teknis
Mengingat wilayah di hulu sungai telah hutan terbuka,
terdapat potensi bencana berulang terjadinya gerakan tanah dan banjir
bandang, maka PVMBG merekomendasikan
untuk peningkatan kewaspadaan masyarakat yang berada di sekitar lokasi bencana
dan pada alur sungai terutama pada saat dan setelah hujan deras yang
berlangsung lama untuk mengantisipasi terjadinya gerakan tanah susulan yang
berkembang kembali menjadi aliran bahan rombakan/banjir bandang.
Mejaga
aliran air sungai tetap lancar dan mengalir pada alur sungai yang terbentuk
sekarang dan perlu kegiatan normalisasi alur sungai dengan agenda rutin pengerukan sedimentasi di alur sungai yang mendangkal.
“Lestarikan
hutan yang ada dan tidak mengalih fungsikan
lahan hutan hulu sungai minimal
wilaya tangkapan hujan pada batas Desa Meli dan Maipi, Pemindahan pemukiman pada daerah terdampak, Tidak
mengembangkan infrastruktur vital strategis,
pemukiman atau sarana publik di sekitar aliran sungai terdampak banjir
bandang terutama yang berhulu di daerah
perbukitan yang rawan longsor dan alur sungai terdampak banjir bandang, Masyarakat
setempat dihimbau untuk selalu mengikuti arahan dari pemerintah daerah atau BPBD
setempat,” tutur Agus.