JAKARTA - Dari tanah Sulawesi, suara lantang anak muda kini mengguncang ruang-ruang kebijakan nasional hingga internasional. Lungli Rewardny Supit, siswi SMA berusia 16 tahun sekaligus Ketua Forum Anak Sulawesi Utara, tampil sebagai delegasi termuda dalam Local Conference of Children and Youth Indonesia (LCOY) 2025 yang digelar Agustus lalu di Jakarta. Ia membawa pesan jelas: generasi muda menolak menjadi penonton ketika bumi semakin sakit.
Lungli bercerita, orang muda kerap diundang dalam proses pengambilan keputusan, misalnya dalam penyusunan RUU (Rencana Undang-Undang). Masalahnya, istilah Lungli, mereka hanya menjadi stiker di atas cat.
“Wajah kami terpampang jelas di dalam ruangan itu, namun suara kami tidak pernah didengar dan direalisasikan. Tanda tangan kami ada pada berkas, tapi suara dan cita-cita kami tidak pernah masuk di dalam berkas itu. Harapan kami ada di ruangan itu, tapi harapan itu tidak pernah menjadi nyata,” tuturnya.
Namun ia tidak menyerah. “Suara yang besar dimulai dari yang kecil. Suara aku yang kecil ini tetap dibutuhkan untuk menyuarakan yang lebih kecil lagi di belakangku. Ada suara warga kota yang aku bawa. Dengan kesadaran itu, aku jadi lebih semangat dan yakin bahwa umur bukan patokan untuk menyuarakan sesuatu. So, I just do it,” tambahnya.
5 Permintaan Orang Muda Indonesia
LCOY 2025 digelar oleh Climate Rangers (CR) dan dihadiri oleh perwakilan orang muda dan anak dari seluruh Indonesia.
“Kualitas bumi yang kita tinggali sekarang sudah berbeda dari yang ditinggali generasi orang tua kita. Kita hidup di bumi yang panasnya sudah naik lebih dari satu derajat Celcius. Dan, kita punya tanggung jawab untuk mencegah agar kenaikan itu tidak terulang, agar generasi berikutnya tidak menghirup udara yang kotor akibat pembangunan yang ekspansif dan eksploitatif,” kata Ginanjar Ariyasuta, Koordinator Climate Rangers.
LCOY menghasilkan National Children and Youth Statement 2025, sebuah deklarasi berisi permintaan kepada pemerintah untuk segera bergerak mengatasi krisis iklim.
“Melalui deklarasi tersebut, orang muda Indonesia membawa mandat yang jelas untuk forum COP 30 di Brasil November mendatang, maupun kebijakan nasional,” kata Ginanjar.
Deklarasi tersebut memuat lima tuntutan utama generasi muda Indonesia kepada pemerintah. Tuntutan yang akan menjadi mandat resmi menuju COP30 di Brasil, November 2025 adalah:
Dengarkan suara kami, bukan sekadar simbol
Orang muda menolak dijadikan sekadar simbol dekoratif di ruang kebijakan. Partisipasi bermakna berarti didengar sejak perencanaan hingga evaluasi.Tolong ciptakan kebijakan berkeadilan iklim
Kebijakan iklim harus melindungi kelompok paling rentan—masyarakat adat, nelayan, dan penyandang disabilitas—agar tidak menanggung beban pembangunan.Segera pindah ke energi bersih
Stop pembangunan PLTU baru dan percepat investasi energi terbarukan. Papua punya potensi besar PLTS, tetapi pemerintah perlu bertindak lebih cepat.Hentikan pendanaan proyek kotor
Alihkan dana miliaran dolar dari batubara ke energi bersih berbasis komunitas seperti PLTS dan PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro), yang memberi kemandirian energi bagi rakyat.Berikan ruang bagi solusi anak muda
Dirikan Youth Climate Council agar anak muda punya akses kelembagaan dan anggaran untuk menjalankan solusi nyata dari komunitas mereka.
Suara dari Sulawesi untuk Dunia
Bagi Lungli, masalah iklim di Sulawesi bukan sekadar teori. Ia menyaksikan langsung pembangunan pesisir yang mengorbankan laut dan nelayan.
“Ayolah, lakukan sesuatu yang menjamin kesejahteraan rakyat, sekaligus menjaga alam. Kenapa bukan hutannya dilestarikan untuk dijadikan tempat wisata? … Banyak hal dari alam yang bisa kita manfaatkan dengan bijak untuk mendapatkan uang, sekaligus memajukan Indonesia, dengan tetap pro rakyat,” ujarnya.
Ginanjar juga menguraikan sejumlah inisiatif dari komunitas orang muda yang perlu dipertimbangkan, misalnya soal edukasi iklim. “Pendidikan soal iklim belum ada dalam kurikulum. Materi ini penting untuk membentuk generasi yang lebih siap dan lebih tahan iklim. Karena pikiran mereka terbuka soal masalah iklim, mereka kemudian akan terbentuk menjadi pemimpin yang mampu memikirkan solusi iklim.”
Kehadiran Lungli sebagai delegasi termuda menunjukkan bahwa Sulawesi bukan hanya penonton dalam isu global, tapi juga motor gerakan yang membawa wajah baru Indonesia di panggung iklim dunia.
“Melalui deklarasi tersebut, orang muda Indonesia membawa mandat yang jelas untuk forum COP30 di Brasil November mendatang, maupun kebijakan nasional,” kata Ginanjar Ariyasuta, Koordinator Climate Rangers Indonesia.
Jika pemerintah tidak segera bertindak, generasi berikutnya yang akan menanggung beban terberat.
Tentang Climate Rangers Indonesia
Climate Rangers Indonesia adalah komunitas lingkungan hidup yang dipimpin dan beranggotakan orang muda dengan visi mewujudkan keadilan iklim antargenerasi di Indonesia. Visi ini berangkat dari semakin parahnya krisis iklim yang berdampak pada semakin berkurang atau bahkan hilangnya akses generasi mendatang terhadap sumber daya dan kondisi alam yang mampu mendukung kehidupan manusia. Keadilan iklim antargenerasi menuntut generasi sekarang untuk dapat melindungi opsi, akses, dan kualitas sumber daya serta kondisi alam pada saat ini agar dapat dinikmati oleh generasi berikutnya di masa mendatang. https://climaterangers.or.id