JAKARTA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI memastikan produk mi instan merek Indomie varian Soto Banjar Limau Kuit aman dikonsumsi masyarakat. Kepastian ini disampaikan setelah BPOM melakukan serangkaian pengujian menyusul temuan otoritas pangan Taiwan yang melaporkan adanya kandungan etilen oksida (EtO) pada produk tersebut.
Sebelumnya, Taiwan Food and Drug Administration (FDA) melalui situs resminya menyebutkan bahwa Indomie varian tersebut mengandung EtO sebesar 0,1 miligram per kilogram (mg/Kg). Angka itu berada pada ambang batas kuantifikasi (limit of quantification/LoQ) yang berlaku di Taiwan.
Menanggapi hal tersebut, BPOM bergerak cepat dengan menguji sampel pertinggal dari batch yang sama dengan produk yang diteliti di Taiwan. Hasil laboratorium menunjukkan bahwa baik EtO maupun 2-kloroetanol (2-CE) tidak terdeteksi dalam produk tersebut.
“Untuk parameter EtO dengan LoQ 0,003 mg/Kg dan 2-CE dengan LoQ 0,005 mg/Kg, hasilnya tidak terdeteksi. Produk tersebut memenuhi syarat batas maksimal residu di Indonesia, yaitu di bawah 0,01 mg/Kg, bahkan jauh lebih rendah dari batas yang ditetapkan Taiwan,” demikian keterangan BPOM, Jumat (12/9/2025).
Selain itu, BPOM juga memperluas pengujian terhadap sampel Indomie dari batch lain yang beredar di Indonesia. Hasilnya konsisten, tidak ditemukan EtO maupun 2-CE.
EtO sendiri merupakan senyawa berbentuk gas yang lazim digunakan sebagai pestisida, dan di Indonesia penggunaannya telah dilarang berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43 Tahun 2019. Jika EtO bereaksi dengan ion klorida dalam bahan pangan, senyawa ini bisa membentuk 2-CE sebagai penanda penggunaannya.
Sebagai perbandingan, Indonesia menetapkan batas maksimal residu EtO sebesar 0,01 mg/Kg. Sementara itu, Amerika Serikat menetapkan batas jauh lebih tinggi, yakni 7 mg/Kg untuk EtO dan 940 mg/Kg untuk 2-CE. Singapura mengatur 50 mg/Kg khusus pada rempah-rempah, sedangkan Uni Eropa menetapkan total EtO (gabungan EtO dan 2-CE) dalam kisaran 0,01–0,1 mg/Kg. Hingga kini, Codex Alimentarius Commission di bawah WHO dan FAO belum mengeluarkan standar resmi terkait EtO maupun 2-CE.
BPOM menyatakan akan melakukan klarifikasi kepada Taiwan FDA, termasuk terkait metode analisis dan kesimpulan uji yang dipakai.
“BPOM berkomitmen mengawal keamanan produk pangan olahan Indonesia, termasuk yang diekspor. Kami juga siap mendampingi pelaku usaha dalam memenuhi standar internasional agar daya saing produk Indonesia semakin kuat di pasar global,” lanjut BPOM.
BPOM juga mengimbau masyarakat untuk tidak panik dan tetap bijak menyikapi informasi yang beredar. Masyarakat diminta selalu menjadi konsumen cerdas dengan menerapkan prinsip Cek KLIK (Kemasan, Label, Izin edar, dan Kedaluwarsa) sebelum membeli maupun mengonsumsi produk pangan olahan.