Mengenali Program Ketahan Pangan (Food Estate), Serta Analisa Kegagalannya


PALOPO - Food estate adalah konsep pengembangan pertanian skala besar yang dirancang untuk meningkatkan produksi pangan dan mencapai ketahanan pangan suatu negara. Ide awalnya adalah untuk mengalokasikan lahan yang luas untuk pertanian intensif dengan menggunakan teknologi modern dan praktik pertanian yang efisien.


Di Indonesia, gagasan untuk menerapkan konsep food estate muncul sebagai respons terhadap kebutuhan akan ketahanan pangan nasional. Pada awalnya, proyek food estate direncanakan dengan tujuan utama meningkatkan produksi pangan domestik dan mengurangi ketergantungan pada impor pangan.


Awal Mula Perencanaan yang Bermasalah

Adryanto (Departemen Bidang Ideologisasi LMND Palopo) mengatakan  bahwa, food estate di Indonesia gagal bukan hanya karena kurangnya koordinasi antara Kementerian PUPR, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Pertahanan, tetapi juga karena keputusan perencanaan yang kurang matang. 


"Pada awalnya, proyek ini dipandang sebagai solusi yang ambisius untuk meningkatkan ketahanan pangan, namun, perencanaan yang tidak mendalam dan kurangnya penilaian terhadap faktor-faktor lokal seperti kondisi tanah dan keberlanjutan sumber daya alam menjadi awal dari kegagalan ini," kata Adryanto.


Adryanto menyoroti bahwa pelaksanaan proyek food estate juga menghadapi sejumlah tantangan yang signifikan. 


"Ketika proyek ini mulai dikerjakan, kendala-kendala muncul dengan cepat, dari kurangnya keterlibatan petani lokal yang seharusnya menjadi tulang punggung proyek ini hingga konflik lahan yang menghambat kemajuan, kesalahan-kesalahan ini telah menunjukkan betapa rumitnya menjalankan proyek pertanian skala besar tanpa dukungan penuh dari komunitas lokal," ucap Adryanto.


Adryanto dengan tegas menekankan dampak lingkungan yang dihasilkan oleh proyek food estate. 


"Pembukaan lahan baru untuk proyek food estate sering kali mengakibatkan deforestasi, degradasi tanah, dan hilangnya habitat alami, ini bukan hanya masalah lingkungan lokal, tetapi juga memiliki dampak global yang merugikan, seperti peningkatan emisi gas rumah kaca dan kehilangan keanekaragaman hayati yang tak tergantikan," ujar Adryanto.


Adryanto menyampaikan beberapa solusi yang dapat diambil untuk mengatasi kegagalan proyek food estate. 


"Pertama-tama, kita perlu meningkatkan keterlibatan petani lokal dalam setiap tahap proyek, mulai dari perencanaan hingga implementasi, selain itu, penting untuk melakukan studi kelayakan yang komprehensif dan memperhitungkan dampak lingkungan sebelum meluncurkan proyek semacam ini," tuturnya.


Dia juga menekankan pentingnya mengadopsi praktik pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. 


"Kita perlu beralih dari model pertanian konvensional yang sering kali merusak lingkungan menjadi model yang lebih berkelanjutan, seperti pertanian organik dan agroforestri," jelas Mahasiswa Unanda.

Previous Post Next Post