![]() |
Johanna Gani (kiri) dan Kristian Sihar Manullang (kanan) |
JAKARTA - Grant Thornton Indonesia terus berusaha
untuk menunjukkan komitmennya dalam memberikan layanan yang mampu membuka
potensi klien untuk terus bertumbuh dan berkembang.
Baru-baru ini, Grant Thornton berkolaborasi dengan Bursa Efek Indonesia (BEI)
menghadirkan seminar mengenai go public dan praktik cybersecurity serta
privasi data bagi perusahaan yang dilaksanakan Senin (4/12/2023) di Main Hall
Bursa Efek Indonesia.
Seminar ini turut menghadirkan beberapa pembicara ahli serta praktisi yang
sesuai dengan tema acara guna memberikan pengalaman yang maksimal bagi para
peserta seminar. Seminar ini dibagi menjadi dua sesi dengan judul “Uncover
the Success of Going Public” yang membahas persiapan, tips, serta manfaat go
public bagi perusahaan, dan “Cybersecurity and Data Privacy in Practice:
Enhancing Preventions Against Crime in the Financial Sector” yang
menekankan pentingnya praktik pertahanan serta keamanan data bagi perusahaan,
terutama di sektor keuangan.
CEO Grant Thornton Indonesia, Johanna Gani, saat
membuka seminar mengatakan bahwa
kolaborasi ini mencerminkan semangat dan komitmen Grant Thornton Indonesia
untuk mengeksplorasi lebih mengenai aksi korporasi khususnya dalam bidang
keuangan.
“Pertama, dalam rangka meningkatkan kapasitas bisnisnya, perusahaan bisa menciptakan
peluang yang besar untuk bertumbuh dan berkembang melalui go public/IPO.
Kedua, teknologi informasi kini menjadi salah satu komponen operasional yang
sangat penting dalam sektor keuangan, maka risiko keamanan siber dan data
privacy harus menjadi perhatian utama bagi kita semua. Melalui diskusi hari
ini kami berharap dapat berbagi pengetahuan dan pengalaman sehingga dapat
membuka peluang bagi hadirin untuk terus mengembangkan perusahaan ke arah yang
lebih baik,” kata Johanna Gani.
Pada sesi pertama, Tagor Sidik Sigiro, Assurance Partner Grant Thornton Indonesia, menyampaikan bahwa dari sisi akuntansi ada hal-hal yang harus diperhatikan sebelum perusahaan akan melakukan go public. Manajemen dan pemilik perusahaan harus melakukan review atas kegiatan akuntansi yang saat ini berlaku di perusahaan. Begitu akan melaksanakan IPO, harus diperhatikan lagi kecocokan antara data-data yang ada dengan keputusan perusahaan menjadi perusahaan Tbk.
“Fokus auditor biasanya membantu calon emiten dalam persiapan. Mulai dari
kesiapan laporan keuangan hingga proses registrasi yang harus dipastikan sudah
selesai. Apabila, mendekati tanggal registrasi, ada akuisisi, atau terkait
kepemilikan aset, itu harus dipastikan sudah clear sehingga auditor bisa
menyarankan untuk maju registrasi. Sementara untuk proses penjatahan saham
biasanya ada auditor lain yang melakukan, jadi dua auditor berbeda untuk
alokasi dan registrasi. Grant Thornton Indonesia sendiri sudah menaungi klien -
klien yang IPO. Termasuk juga pada masa Covid, dengan proses kerja yang saat
itu membutuhkan adaptasi tinggi kami masih bisa untuk membawa klien kami IPO.
Asal manajemennya commit, kami bisa membantu klien untuk IPO,” ucap Tagor.
Sementara pada sesi kedua yang membahas tentang praktik pertahanan serta keamanan data, Goutama Bachtiar, IT Advisory Director Grant Thornton Indonesia menyampaikan pentingnya bagi perusahaan untuk sadar akan keamanan dan daya tahan siber khususnya data, serta bagaimana melakukan praktiknya melalui framework cybersecurity.
Goutama Bachtiar menjelaskan secara global, jenis serangan yang sering terjadi adalah ransomware yang umum dijumpai bukan hanya di Indonesia melainkan menargetkan banyak negara, seperti Amerika Serikat, Kanada, Italia, Spanyol, dan negara lainnya. Serangan lainnya adalah data breach atau kebocoran data. Dari sisi industri ini menarik, kebocoran data bukan hanya didominasi oleh sektor keuangan namun mulai banyak terlihat di sektor manufaktur, bisnis seperti professional services, dan perusahaan-perusahaan startup.
“Kalau melihat dari data selama lima tahun terakhir, kasus kebocoran data
di Indonesia trennya secara agregatif kurang lebih meningkat, untuk itulah
diperlukan framework cybersecurity. Jika berbicara mengenai framework
itu kita akan membahas tentang doing the right things doing
things right, soal hal-hal apa saja yang perlu kita lakukan dan persiapkan dalam
melakukan keamanan siber,” ujar Goutama
Bachtiar.
Goutama Bachtiar menyarankan framework yang digunakan yaitu NIST Cybersecurity Framework yang memiliki lima tahapan yaitu identify, protect, detect, respond, dan recover. Dengan praktik yang tepat berdasarkan framework yang digunakan, insiden yang mengancam keamanan dapat terus diminimalisir. Seperti data dan laporan yang Grant Thornton Indonesia peroleh dari berbagai sumber, frekuensi insiden yang mengancam keamanan meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun, dampaknya meningkat secara signifikan, dan tingkat keberhasilan pun makin tinggi.
“Jika insiden yang mengancam keamanan telah terjadi, maka perusahaan perlu
menjaga cyber resilience atau daya tahan siber yang berfokus pada sistem
agar dapat terus berjalan seperti biasanya meskipun telah mengalami peretasan,”
tutur Goutama Bachtiar.
Menutup acara ini, Grant Thornton Indonesia berharap seminar ini dapat
membuka potensi klien untuk bertumbuh dan berkembang bersama, serta menjadi
jalan pembuka bagi masa depan perusahaan.
Kedepan, Grant Thornton berkomitmen untuk selalu membantu dan memfasilitasi
para klien dengan mengadakan kegiatan selanjutnya dalam rangka mendukung
pertumbuhan dari seluruh ekosistem bisnis perusahaan.