JAKARTA - Pemerintah Indonesia telah melakukan penyesuaian kebijakan protokol dengan mencabut aturan pakai masker yang menjadi bagian dari protokol kesehatan pandemi COVID-19. Salah satu pertimbangannya adalah data yang menunjukkan perkembangan kasus harian COVID-19 di dunia sejak awal 2023 terbukti mengalami penurunan.
Pengalaman tiga tahun menghadapi pandemi ini, mengajarkan kita banyak hal. Salah satunya adalah pentingnya melakukan komunikasi risiko dengan memberdayakan masyarakat dan menyediakan layanan kesehatan yang dapat diakses oleh seluruh anggota masyarakat.
Vaksinasi, sebagai salah satu upaya mengatasi pandemi, telah menjadi bagian dalam kehidupan bermasyarakat. Selain berfungsi untuk mengurangi keparahan, vaksin juga membantu mencegah penularan. Dalam rangka memastikan semua orang terlindungi tanpa terkecuali, layanan vaksinasi dan informasi kesehatan yang inklusif penting untuk didorong untuk dapat menjangkau dan dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat di berbagai daerah terpencil, dan berisiko tinggi.
Berbagai upaya kolektif menangani pandemi telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Salah satunya dilakukan dengan dukungan dari Pemerintah Australia melalui Kemitraan Australia Indonesia untuk Ketahanan Kesehatan (AIHSP). Program respons COVID-19 yang didukung AIHSP berlandaskan pada dua pilar utama, yakni Komunikasi Risiko dan Pelibatan Masyarakat (KRPM) serta penjangkauan layanan vaksinasi ke semua anggota masyarakat, diimplementasikan sejak tengah tahun 2021 hingga akhir Juni 2023.
Program dengan alokasi anggaran lebih dari AUD 6.200.000 ini telah menjangkau langsung lebih dari 450.000 orang berisiko tinggi di lima provinsi, yaitu Bali, D.I. Yogyakarta, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sulawesi Selatan. Sejak awal pelaksanaannya, program ini menerapkan pendekatan pentahelix, di mana pemerintah, masyarakat, sektor swasta, media, dan akademisi terlibat penuh dalam meningkatkan cakupan vaksinasi.
Program ini menyasar secara khusus kelompok masyarakat berisiko tinggi, seperti lansia, penyandang disabilitas, keluarga miskin, pekerja migran, perempuan kepala keluarga, orang dengan HIV/AIDS, narapidana, transgender, masyarakat adat dan keluarga serta kelompok marjinal lainnya.
Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM., MARS, selaku Direktur Jenderal P2P Kementerian Kesehatan mengungkapkan pentingnya peran aktor pembangunan dan kerja sama multippihak yang melibatkan masyarakat dalam upaya mencegah penularan penyakit.
“Pemerintah Indonesia sangat mengapresiasi dukungan AIHSP melalui para mitranya. Kerja sama dan koordinasi yang terbangun hingga tingkat akar rumput ini, saya kira tidak akan terjadi tanpa jerih payah mitra-mitra CSO lokal di daerah, dan juga kerja sama yang baik dengan OPD di daerah masing-masing,” ungkapnya.
“Selain itu, inisiatif yang mengupayakan layanan yang inklusif ini sangat bagus. Banyak sekali kendala yang kita temui di daerah. Misalnya nakes yang tidak sanggup menjangkau jarak 50-kilometer dari puskesmas sampai ke perumahan warga. Belum lagi, bagaimana masyarakat yang jauh dari akses informasi perlu dibujuk agar mau divaksin. Itu menjadi bukti kuat kalau semua mungkin asalkan kita saling bekerja sama, gotong royong,” tambah Dirjen Maxi.
Selama dua tahun pelaksanaan program, ada banyak pembelajaran dan apresiasi yang dapat dibagikan. Oleh karena itu, AIHSP melalui mitranya, Save the Children, mengadakan kegiatan “Apresiasi dan Pembelajaran Program Komunikasi Risiko dan Pemberdayaan Masyarakat dan Dukungan Vaksinasi COVID-19 AIHSP” di Hotel Grand kemang, Jakarta, pada 26 Juni 2023. Kegiatan ini menjadi ajang berbagi cerita, pembelajaran dan apresiasi kepada seluruh pihak yang telah memungkinkan upaya kolektif ini berlangsung dengan baik.
Dalam kegiatan tersebut, dibahas berbagai pembelajaran dan solusi praktis terkait tantangan dalam pelaksanaan program vaksinasi COVID-19 yang inklusif pada kelompok rentan. Hal ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran dan rekomendasi bersama untuk aksi tindak lanjut oleh semua pihak yang terlibat dalam usaha percepatan vaksinasi COVID-19 sehingga menjangkau kelompok berisiko tinggi secara bermakna dan bermartabat.
John Leigh, Direktur Program AIHSP menjelaskan bahwa tujuan besar AIHSP adalah mendukung penguatan sistem ketahanan kesehatan di Indonesia. “AIHSP mendorong kerjasama multipihak yang melibatkan berbagai sektor. Selain sektor swasta, media, profesional dan akademisi, peran signifikan Pemerintah dan organisasi masyarakat sipil sebagai pelaksana program, sangat menentukan keberhasilan capaian program ini,” ujar John.
“Dalam upaya yang menyeluruh, kami percaya bahwa kekuatan jejaring dan kerja sama ini menjadi warisan yang harus terus diperkuat. Jejaring yang telah terbangun akan menjadi modal utama semua inisiatif yang telah dilakukanoleh AIHSP dan mitra. Dari pengalaman ini, kita dapat saling belajar bahwa masyarakat, juga dapat berkontribusi membangun kesiapan negara dalam menghadapi tantangan kesehatan di masa mendatang,” tutup John.
Di tahun terakhir pelaksanaan program vaksiniasi, AIHSP bekerja sama dengan Save the Children dalam melaksanakan program VACCINE (Vast and Accountable Vaccine for Marginalised Communities) dan TRACE (Tackling Rumors Against COVID-19 through Community Engagement) untuk mendorong percepatan vaksinasi COVID-19 terutama bagi lansia, penyandang disabilitas, dan kelompok berisiko tinggi lainnya. Program VACCINE dan TRACE dijalankan sejak Juli 2022 hingga Mei 2023, dan telah berhasil memberikan akses layanan vaksinasi COVID-19 inklusif bagi 271.307 orang, termasuk 56.510 lansia dan 8.837 penyandang disabilitas.
Program percepatan vaksinasi COVID-19 untuk kelompok rentan ini melibatkan enam mitra lokal di bawah koordinasi Save the Children, yaitu Migrant CARE, Jalin Foundation, PKBI DIY, Yayasan IDEP Selaras Alam, Sulawesi Community Foundation, dan CIS Timor, yang berkolaborasi dengan pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil, penyandang disabilitas, perempuan serta aktor lokal lainnya. Selain penjangkauan layanan vaksinasi, program Komunikasi Risiko dan Pelibatan Masyarakat, (TRACE), telah berhasil menjangkau 22.049 orang sehingga mereka bisa mengakses layanan informasi dan edukasi dalam bentuk komunikasi antar pribadi, komunikasi antar kelompok, dan kampanye media.