OPINI | Budaya Membawa Makanan Saat Sidang Skripsi dan Tesis, Gratifikasi atau Bukan?



Oleh: Arzad

(Mahasiswa Pendidikan Agama Islam Pascasarjana IAIN Palopo)

Inspirasitimur.com - Sidang skripsi atau biasa disebut ujian munaqasyah merupakan ujian terakhir seorang mahasiswa dalam mewujudkan keinginannya meraih gelar sarjana.

Hal yang tak lazim selalu diperlihatkan oleh mahasiswa, bahkan kini menjadi budaya di beberapa universitas, institusi ataupun sekolah tinggi di Indonesia, terkhusus di Kota Palopo.

Penulis seringkali menemukan mahasiswa saat hendak melaksanakan sidang skripsi atau semacamnya, selalu membawa bingkisan makanan untuk dosen yang akan melaksanakan tahapan Ujian penyelesaian studi bagi mahasiswa yang bersangkutan.

Adapula mahasiswa yang dengan mudahnya memberikan uang tunai kepada oknum pihak kampus dalam memenuhi kebutuhan sidang skripsi ataupun tesis.

Pertanyaan yang kemudian muncul, apakah hal demikian dibenarkan dalam instansi pendidikan atau justru melawan hukum yang ada.

Tidak sedikit juga mahasiswa yang mengatakan bahwa, ini salah satu bentuk penghormatan kepada dosen yang membimbing kita selama ini hingga proses pencapaian dalam meraih gelar sarjana itu bisa terpenuhi.

Namun bagi penulis hal tersebut justru akan menimbulkan efek jangka panjang merugikan beberapa pihak mahasiswa yang tergolong kurang mampu dalam segi ekonomi.

Olehnya itu sebagai mahasiswa, mereka dituntut untuk senantiasa berpikir kritis, apakah hal tersebut melanggar hukum ataukah dibenarkan dalam UU bernegara yang berasaskan Pancasila?

Dan yang perlu dikaji adalah bentuk pemberian mahasiswa kepada dosen saat hendak melaksanakan ujian, apakah termasuk tindakan gratifikasi?

Dan disini penulis akan menguraikan apa itu gratifikasi dalam instansi pendidikan.

Gratifikasi dalam debuah kelembagaan atau Instansi pendidikan merupakan hal yang sangat keliru dan melanggar hukum serta kode etik seorang dosen maupun guru.

Perihal membawa bingkisan ataupun semacamnya dapat kita pahami kekeliruannya dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen.

Guru ataupun dosen dalam undang-undang tersebut adalah pendidik profesional, dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni melalui Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian kepada masyarakat.

Maka dapat didefenisikan bahwa membawa bingkisan makanan kepada dosen ataupun menyerahkan uang tunai kepada oknum tertentu saat hendak melaksanakan sidang skripsi maupun tesis adalah salah satu hal yang melanggar kode etik seorang pendidik dan tidak dapat dibenarkan secara hukum karena akan menimbulkan korupsi-korupsi kecil yang akan terlihat besar jika hal tersebut dilakukan berulang-ulang oleh mahasiswa ataupun birokrasi yang tidak tanggap dalam menyelesaikan budaya yang dianggap merugikan beberapa kalangan mahasiswa.

Secara etika dan moralitas akademik, pemberian ‘Bingkisan ataupun uang partisipasi’ tidak dapat dibenarkan, dan menjadi kewajiban seorang dosen untuk menjaga moralitas akademik itu.

Selanjutnya adalah melihat dari Segi Subjektifitasnya, gratifikasi dilarang oleh hukum jika melibatkan penyelenggara negara, PNS, atau ASN. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) juga sudah mewanti-wanti agar ASN tidak melakukan praktik tidak terpuji.

Pasal 12 UU ASN menyebutkan:
ASN berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum  pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang  profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Sebagai penutup, penulis berpesan kepada seluruh lapisan masyarakat baik itu mahasiswa ataupun dosen pada sebuah institusi pendidikan, untuk senantiasa mengingatkan terkait bahaya lazimnya praktik demikian yang dianggap banyak merugikan masyarakat yang kurang mampu akibat budaya dalam sebuah institusi yang menjadi judul opini diatas secara terus menerus dibiasakan yang kemudian akan berdampak pada keburukan bagi kita yang senantiasa melakukan praktik pungutan liar kedepan.

Mengingat juga setelah diberlakukan Uang Kuliah Tunggal/Biaya Kuliah Tunggal (UKT/BKT), maka pihak kampus tidak lagi diperbolehkan memungut uang pangkal mahasiswa selain Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) bagi Mahasiswa Strata Satu (S1).

Previous Post Next Post