Demi Signal, Mahasiswa Naik Gunung Panjat Pohon agar Bisa Kuliah Online



LUWU – Demi kuliah secar online,  mahasiswa di Dusun Salu Lompo  Desa Rante Alang,  Kecamatan  Larompong,  Kabupaten Luwu,  Sulawesi Selatan, Rabu (13/05/2020),  terpaksa harus mencari signal jaringan komunikasi internet di puncak gunung dengan menempuh jarak sekitar 7 km setiap harinya, bahkan harus memanjat pohon agar bisa mendapatkan jaringan internet,  kondisi yang mereka alami sempat viral di media sosial instagram.






















Di akun instagram makassar_iinfo, salah seorang dari mahasiswa tersebut mengunggah foto foto kegiatannya dan 2 video yang memperlihatkan kondisi mereka mencari jaringan internet, video tersebut kini beredar luas di media sosial instagram.

Video pertama dengan durasi 25 detik terlihat mahasiswi menyusuri jalan  setapak di perbukitan mencari jaringan internet  begitupun dengan video kedua dengan durasi 54 detik terlihat dua mahasiswi terpaksa harus memanjat pohon demi mendapatkan signal jaringan internet guna menyelesaikan tugas kuliahnya. Dalam unggahannya di akun makassar_iinfo ia menuliskan curahannya sebagai berikut :

“Assalamualaikum admin..mohon maaf sebelumnya.
Saya cuma mau bagikan info mengenai keluhan mahasiswa yang kesulitan akses jaringan untuk melakukan perkuliahan online khususnya mahasiswa di daerah pelosok dimana belum ada jaringan. Jadi untuk mengikuti perkuliahan harus melakukan pendakian setiap hari ke gunung sejauh kurang lebih 7 km ditempuh dalam waktu 1-2 jam dalam keadaaan puasa..kami sebagai mahasiswa yang mengalami ini sangat merasakan kesulitan setiap harinya, ditambah lagi tugas-tugas yang menumpuk apa lagi untuk mengerjakan tugas di atas gunung tidak ada alat bantu seperti meja ataupun pengalas untuk menulis. Kondisi lingkungan di tempat kami sangat tidak mendukung untuk mengikuti perkuliahan..kami sangat berharap diberikan solusi atas apa kami rasakan.
Alamat.
Desa Rante Alang dusun salu Lompo kecamatan larompong kabupaten Luwu provinsi Sulsel.
Perwakilan mahasiswa dari universitas Cokroaminoto Palopo,IAIN Palopo,IAIN pare pare,STIMIK Akba makassar,polimarim AMI Makassar,” tulisnya.

Pantauan Kompas.com di lokasi, akses jalan di desa Rante Alang cukup memadai untuk kendaraan roda dua maupun roda empat,  namun akses komunikasi memang sangat nihil.

Para mahasiswa untuk bisa melakukan kuliah secara online harus menempuh perjalanan satu hingga dua jam mendaki perbukitan menyusuri perkebunan cengkeh dan lada. Di Lokasi bahkan mahasiswa baik perempuan maupun lelaki terpaksa harus memanjat pohon agar bisa mendapat jaringan yang bagus dan dapat membaginya (Tethering hotspot).

Salah seorang mahasiswi yang ditemui di lokasi mengatakan bahwa kondisi ini sudah dilakukan beberap bulan terakhir sejak dikeluarkannya kebijakan kuliah dirumah saja secara online  akibat pandemi corona atau covid-19  yang melanda.

“Kami sengaja mengunggah di instagram curhatan kami mahasiswa di kampung ini yang harus bertaruh mencari signal demi menyelesaikan tugas kuliah,” kata Sartika, mahasiswi Universitas Cokroaminoto Palopo saat ditemui di lokasi, Rabu (13/05/2020).

 
Menurut Sartika, ia dan teman-temannya dari beberapa kampus perguruan tinggi di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat menjadikan tempat ini sebagai kampus alam.

"Saya kuliah di Uncok Palopo kak, ada juga  teman yang kuliah di IAIN Palopo, IAIN Pare-pare, STIMIK Akba Makassar, dan Polimarim AMI Makassar, sebelum kami keatas gunung biasanya kami urungan dulu untuk beli pulsa data sebelum kami bersama teman-teman mahasiswa di desa ini naik keatas gunung," ucap Sartika.

Setelah mendapat signal internet, merekapun belajar di bawah naungan pohon  Cengkeh, sederet kendala terus dialami seperti di lokasi yang tidak ada tempat semacam pondok untuk bernaung, jika hujan turun mereka terpaksa berhenti dan mencari tempat sambil menunggu hujan berhenti.   

“Banyak kendala yang kami alami seperti jaringan yang lambat loading, kuota internet tidak memadai, dan tempat yang tidak ada seperti pondok untuk tempat kami, belum lagi kami harus menanjak apalagi saat ini di bulan puasa jadi kami kadang kurang fit,” ujar Sartika.

Dalam menjalani perkuliahan secara online, mereka kadang bertahan hingga malam hari demi menyelesaikan tugas kuliah mereka.

“Ada mata kuliah pagi ada juga sore, jadi kami disini smapai sore online, kadang juga sampai tengah malam karena ada tugas yang harus diselesaikan, jadi kadang sampai pukul 23.00 Wita baru kembali ke rumah bersama teman-teman, termasuk saat buka puasa,” tutur Sartika.

Sartika berharap, nihilnya akses jaringan internet di daerahnya mendapat perhatian dari pemerintah daerah maupun pusat termasuk pihak kampus agar mengurangi tugas kuliah yang dilakukan secara online.

Arfah, mahasiswa Polimar AMI Makassar mengatakan bahwa demi untuk mengikuti kuliah online  ia dan rekannya berjuang ke lokasi setiap harinya karena  satu-satunya tempat terdekat dari kampung mereka yang dapat dijangkau jaringan internet yakni di Dusun Salu Lompodi atas pegunungan yang berbatasan langsung dengan Dusun Lindajang, Kecamatan Suli Barat.

"Sudah mau diapa, seperti inilah kenyataannya, walaupun kondisi lingkungan di tempat kami sangat tidak mendukung untuk mengikuti perkuliahan online kami tetap jalankan sebisa mungkin karena kami juga tidak mau ketinggalan mata kuliah," tutur Arfah.

Pemerintah Desa Juga Terkendala
Bukan hanya mahasiswa yang merasakan dampak nihilnya jaringan internet di desa ini, bahkan pihak pemerintah desapun ikut merasakannya.

Kepala Desa Rante Alang, Hj Rosmawati mengakui jika kondisi komunikasi menggunakan telepon seluler di desanya sangat nihil yang menyebabkan pekerjaannya harus terbengkalai.

“Jangankan Internet telepon saja masih sering gangguan. Di era internet saat ini anak-anak mahasiswa kami kalau kuliah secara online mereka harus ke gunung sampai tengah malam baru kembali, nah kami sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan yang berhubungan dengan jaringan internet merasakan susahnya,” jelas Rosmawati.

“Laporan-laporan kami selalu terlambat, karena sekarangkan sistem online jadi kami kadang ke gunung kerja laporan kadang juga terpaksa harus ke kota untuk menyelesaikan,” tambah Rosmawati.

Menurut Rosmawati, beberapa waktu lalu daerahnya sudah disurvey oleh salah satu provider jaringan telekomunikasi namun hingga saat ini belum terealisasi.

“Sudah pernah disurvey oleh satu provider cuma sampai sekarang kami belum dapat kabar apakah bisa atau tidak,” sebut Rosmawati.

Previous Post Next Post