OPINI : Program MTH-IBS “Luwu Timur Terkemuka” Apakah Hanya Ilusi?

Oleh : Dedi, S. Kep, MH. Kes
Alumni pascasarjana Unhas fakultas hukum konsentrasi hukum kesehatan




Program yang dicanankan Muhammad Thorig Husler (MTH) dan Irwan Bahry Syam (IBS), dengan Luwu Timur Terkemuka sebagai angin surgawi dengan jumlah 119 Program yang di Proritas untuk masyarakat Luwu Timur. Apakah Luwu Timur Terkemuka bisa terealisasi atau hanya Ilusi ?

Sudah tiga tahun lamanya masa kemimpinan MTH-IBS di kabupaten Luwu Timur, terhitung sejak tahun 2016 hingga 2019 sekarang. 

Sebelumnya, pasangan MTH-IBS maju sebagai calon kepala daerah yang dijuluki Bumi Batara Guru ini, mengalahkan dua rifalnya yakni Nur Husain - Esra lamban dan Andi Badaruddin-Andi Baso Makmur. 

Ketiga Calon kepala daerah Bupati dan Wakil masa itu, memperebutkan posisi Andi Hatta Marakarma yang menjabat selama dua periode. Perolehan suara ketiga calon tersebut yakni Nur Husain-Esra Lamban : 45. 727 suara, Andi Badaruddin-Andi Baso : 6. 575 suara, dan Husler-Iwan : 84.014 suara. Dari perolehan suara tersebut, MTH-IBS mendapatkan suara terbanyak yang ditetapkan oleh KPU Lutim. 

Dengan terpilihnya, MTH-IBS menjadi Bupati dan wakil Bupati periode 2016-2021, sehingga wajib melakukan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk merealisasikan janji politiknya di Masyarakat di Lutim dengan 119 program. 

Dalam Visi dan Misi-nya yang dijelaskan dalam RPJMD yakni Visi “LUWU TIMUR TERKEMUKA 2021”. Visi tersebut bermakna bahwa pada tahun 2021 Luwu Timur merupakan daerah terkemuka dibanding kabupaten/kota lain di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Aspek-aspek yang menjadi penanda dari Luwu Timur yang terkemuka tersebut adalah daerah dan masyarakat Luwu Timur yang maju, sejahtera dan mandiri. 

Sedangkan Misi-nya, yang paling di populerkan salah satunya adalah dalam bidang kesehatan. Bidang kesehatan ini, MTH-IBS menjanjikan seperti penguatan norma kecil dan keluarga, pembangunan rumah sakit type C di Malili dan Towuti, Peningkatan Akreditasi Rumah sakit wotu menjadi type B, pengadaan kendaraan operasional roda dua bidan desa, peningkatan biaya transport bagi petugas PKBD dan sub PKBD, menyediakan dokter spesialis 50 orang, satu Puskemas satu ambulance, satu kecamtan satu ambulance jenazah, satu dokter satu desa, dan peningkatan layanan rawat inap Puskemas. 

Jadi pertanyaan kemudian, apakah janji manis program kesehatan berbagi item tersebut sudah dijalankan sepenuhnya atau belum sama sekali dijalankan, entahlah hanya Tuhan tahu ? Tapi janji-janji tersebut sudah di umbar hingga diiklankan dimana-dimana sampai di media cetak hingga media elektronik. 

Tidak bisa kita pungkiri, pada pemilihan kepala daerah menjadi isu terlaris para calon kepala daerah adalah tentang kesehatan. Janji program kesehatan pada umumnya diterjemahkan dengan gratis berobat pada fasilitas kesehatan pemerintah yakni ditingkat Puskemas dan rumah sakit. Program kesehatan untuk masyarakat adalah janji berbau surga. Walaupun secara promotif dan preventif tidak menjamin peningkatan status kesehatan di masyarakat. 

Hal ini sudah dimengerti kalangan kesehatan, karena sudah hampir 50 tahun yang lalu, belum menjelaskan bahwa status kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor seperti faktor lingkungan, perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan dan genetik. Tetapi sekarang ini kita pahami sejumlah pelayanan Puskemas dan rumah sakit telah menggratiskan untuk masyarakat miskin, dan ribuan orang telah menggunakannya, namun penderita masyarakat miskin tidaklah berkurang, mereka tetap sakit berkali-kali, meskipun telah disembuhkan berkali-kali. 

Janji program kesehatan sendiri untuk menyehatkan ketiga pihak sekaligus, yaitu pemerintah (daerah), sektor kesehatan sendiri, dan masyarkat. Malah, janji tersebut menjadi beban berat di fasilitas kesehatan, karena keterbatas sumber daya, maka terjadi realokasi sumber daya, baik berupa program, SDM, dan Pendanaan serta infrastruktur lainya agar janji itu terpenuhi. 

Sering kita jumpai yang bebani janji manis kampanye kesehatan pada pemilukada justru bukalah politisi. Melainkan yang menjadi korban adalah tenaga kesehatannya. Tenaga kesehatan sendiri yang berkerja di fasilitas kesehatan, kemudian dipaksa untuk memberikan pelayanan prima dan maksimal. Terkadang dia pun berkata dalam hati “Engkau yang berjanji, engkau yang akhirnya tidak peduli”. Mereka akhirnya harus bekerja setengah mati akibat ulah pembuat janji. 

Ironisnya, masalah sepele yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan, akan dicap hanya berkerja setengah hati hingga dipersolalkan melalui jalur hukum, oleh para pengobral janji. 

Untuk sekedar menepati janji, banyak pengobral janji tidak pernah peduli tentang bagaimana keperluaan tenaga kesehatan, baik secara pembiayaan dan dukungan infrastruktur yang diperlukan. Akibatnya, untuk menyehatkan rakyatnya tidaklah terjadi, karena sering kali keterlambatan pelayanan. Ini disebabkan ada masalah kekurangan dana atau tenaga, Pengobral janji pada umumnya tidak pernah tahu. Padahal teorinya jelas bahwa “Healthcare is not free, someone must pay” (Layanan kesehatan tidak gratis, seseorang harus membayar). 

Lebih parahnya, sering kali ditemukan di Rumah Sakit adanya unsur keterpaksaan tenaga kesehatan melakukan tindakan untuk kelompok masyarakat tertentu. Kelompok tertentu disini sering kali diistilahkan sebagai mantan “Tim Sukses” dari Pengobral janji. Kelompok ini pada umumnya mampu membayar, tetapi karena “kekuasaan politiknya” atau lebih tepat arogansinya, lalu tidak membayar. 

Celakanya lagi, kelompok tersebut justru sering meminta dilayani dengan fasilitas terbaik yang ada di rumah sakit. Contohnya, seringkali terjadi pada saat penempatan rawat inap di rumah sakit. 

Jadi, janji untuk mengutamakan masyarakat bukanya sekedar untuk golongan tertentu bisa menikmati. Atau sering kali blusukan di fasilitas kesehatan untuk melihat kondisi warga terbaring sakit. Dan itu dianggap pro dengan rakyat, tapi tidak memberikan solusi untuk peningkatan kesehatan dalam hal tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan. 

Dalam doaku mengucapkan, semoga MTH-IBS diberikan umur panjang di masa periodenya, sehingga program bidang kesehatan satu dokter satu desa, pengadaan kendaraan operasional roda dua bidan desa, peningkatan biaya transport bagi petugas Peran Pembantu Pembina Kelurga Berencana Desa (PPKBD) dan Sub PPKBD dalam mensosiliaskan Program Kelurga Berencana (KB). Hal ini dapat menjawab permasalah status peningkatan kesehatan secara promotif dan preventif di kabupaten Luwu Timur. 

Secara kuratif dan Rehabilitatif MTH-IBS dalam program kesehatan menjanjikan warganya mendatangkan  50 dokter spesialis, pembangunan rumah sakit type C di Malili dan Towuti, dan peningkatan menambahkan peningkatan layanan rawat inap Puskemas. 

Dalam jangka waktu 24 bulan masa jabatannya bisa merealisasikan hal tersebut. Disayangkan, jika itu terserang penyakit lupa. Mudah-Mudahan saja hal itu tidak bakal terjadi. 

Previous Post Next Post