![]() |
Sumber gambar : kumparan.com |
JAKARTA – Mahkama Konstitusi
(MK)) memutuskan, mengabulkan sebagian permohonan uji materi dengan nomor
perkara 20/PUU -XVII/ 2019 terhadap Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang
Pemilu.
Perkara itu yang didaftarkan pada Selasa (5/3/2019) lalu itu diajukan oleh tujuh pihak, yakni Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili oleh Titi Anggraini, pendiri dan peneliti utama Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis, dan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari. Kemudian, terdapat pula dua orang warga binaan Lapas Tangerang, yaitu Augus Hendy dan A. Murogi bin Sabar, serta dua karyawan, Muhamad Nurul Huda dan Sutrisno. Para pemohon menguji Pasal 210 ayat (1), Pasal 350 ayat (2), Pasal 383 ayat (2), Pasal 348 ayat (4) dan ayat (9).
Dalam perkara tersebut, salah satu hal yang dikabulkan adalah uji materi Pasal 348 ayat (9) UU Pemilu terkait penggunaan e-KTP untuk memilih.
Menurut pemohon, pasal itu
membuat pemilih yang tidak memiliki e-KTP dengan jumlah sekitar 4 juta orang
berpotensi kehilangan suara. Kemudian, MK pun memutuskan bagi mereka yang belum
memiliki e-KTP, dapat menggunakan surat keterangan perekaman untuk mencoblos.
"Sepanjang tidak dimaknai 'termasuk pula surat keterangan perekaman kartu tanda penduduk elektronik yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil atau instansi lain yang sejenisnya yang memiliki kewenangan untuk itu'' kata Ketua MK Anwar Usman lewat pembacaan amar putusan, di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/3/2019).
"Sepanjang tidak dimaknai 'termasuk pula surat keterangan perekaman kartu tanda penduduk elektronik yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil atau instansi lain yang sejenisnya yang memiliki kewenangan untuk itu'' kata Ketua MK Anwar Usman lewat pembacaan amar putusan, di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/3/2019).
Dalam pertimbangannya, MK
mengatakan KTP elektronik merupakan identitas resmi yang wajib dimiliki seorang
Warga Negara Indonesia (WNI). Oleh karena itu, e-KTP menjadi syarat minimal
untuk mencoblos.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakhrullah mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang baru saja memutuskan bahwa surat keterangan (suket) KTP elektronik dapat digunakan untuk mencoblos di Pemilu 2019.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakhrullah mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang baru saja memutuskan bahwa surat keterangan (suket) KTP elektronik dapat digunakan untuk mencoblos di Pemilu 2019.
" Putusan MK tersebut
kami rasakan sebagi putusan yang sangat adil dan progresif," ujar Zudan
melalui pesan singkat, Jumat (29/3/2019). Sebab, keputusan itu mendorong
terwujudnya kemanunggalan data penduduk sehingga sesuai dengan semangat untuk
mewujudkan Single Identity Number (SIN) serta semangat tertib administrasi
kependudukan.
Zudan pun berharap,
putusan MK tersebut semakin mendorong warga negara yang belum melakukan
perekaman e-KTP untuk segera melakukannya. Diketahui, saat ini, 98 persen
penduduk Indonesia telah melakukan perekaman. Hanya 2 persen yang belum.
"Nah, jumlah 2 persen
inilah wajib melakukan perekaman agar bisa mencoblos. Bila masyarakat telah
melakukan perekaman, suket pasti diterbitkan. Dalam hal KTP-el nya sudah status
'print ready record' maka KTP-el nya akan langsung dicetak," ujar Zudan.