PALOPO – Puluhan mahasiswa yang tergabung
dalam Aliansi Solidaritas Mahasiswa dan Masyarakat Palopo kembali turun ke
jalan. Kali ini, mereka menggeruduk Pengadilan Negeri (PN) Palopo, Sulawesi
Selatan, Senin (6/10/2025).
Aksi yang berlangsung di depan gerbang pengadilan itu
merupakan bentuk protes terhadap proses hukum yang menimpa dua rekan mereka,
Fangki dan Anugrah, yang kini berstatus tersangka. Keduanya diamankan aparat
kepolisian usai aksi demonstrasi berujung ricuh di Gedung DPRD Kota Palopo pada
awal September lalu.
Dalam aksi terbaru ini, massa membentangkan sejumlah
spanduk bertuliskan “Keadilan untuk Fangki dan Anugrah” dan “Selamatkan
Demokrasi di Kota Palopo”. Mereka juga membakar ban sebagai bentuk kekecewaan
atas proses hukum yang dinilai tidak transparan.
Dalam orasinya di depan PN Palopo, Juand, jenderal
lapangan aksi, menilai langkah aparat kepolisian menangani kasus tersebut
sebagai tindakan yang tidak mencerminkan keadilan.
“Proses hukum terhadap Fangki dan Anugrah cacat formil
dan administratif. Ini bentuk arogansi aparat yang tidak menghormati prinsip
hukum yang berlaku,” kata Juand saat dikonfirmasi, Senin (6/10/2025).
Ia meminta Pengadilan Negeri Palopo untuk menjadi benteng
terakhir dalam penegakan hukum yang berkeadilan, bukan sekadar memperkuat
tindakan aparat yang dinilai sewenang-wenang.
“Pengadilan harus memutus berdasarkan hati nurani, bukan
tekanan atau kepentingan tertentu,” ucapnya.
Sementara itu, Armin, wakil jenderal lapangan aksi,
memaparkan sejumlah pelanggaran prosedur. Menurutnya, penangkapan terhadap
Anugrah pada 1 September dilakukan tanpa membawa surat penangkapan atau surat
perintah resmi.
“Tidak ada surat penangkapan yang diperlihatkan saat
Anugrah dibawa. Bahkan hingga keesokan harinya, polisi belum juga mengeluarkan
surat penetapan tersangka terhadap Fangki maupun Anugrah,” ujar Armin.
Armin menambahkan, pihak keluarga dan kuasa hukum tidak
pernah menerima pemberitahuan resmi mengenai proses penyidikan maupun penetapan
status hukum keduanya.
“Ini sudah menyalahi prosedur. Kami minta penegak hukum
menghormati hak-hak warga negara, terutama dalam konteks kebebasan berekspresi,”
tuturnya.
Aksi yang berlangsung selama sekitar satu jam itu
berjalan tertib meski diwarnai pembakaran ban dan orasi keras. Massa aksi
secara bergantian menyampaikan aspirasi untuk menuntut keadilan bagi Fangki dan
Anugrah.
Namun hingga aksi berakhir, tidak satu pun perwakilan
dari Pengadilan Negeri Palopo yang menemui pengunjuk rasa.
“Kami kecewa karena pihak pengadilan tidak mau menemui
kami. Padahal yang kami tuntut adalah keadilan, bukan kekerasan,” ujar salah
satu peserta aksi
Usai aksi di PN Palopo, massa menyatakan akan terus
mengawal jalannya proses hukum terhadap Fangki dan Anugrah hingga ada putusan
yang berkekuatan hukum tetap.
Mereka menegaskan, perjuangan menuntut keadilan tidak
akan berhenti di depan pengadilan, melainkan akan terus berlanjut melalui jalur
hukum dan aksi solidaritas berikutnya.
“Ini bukan hanya soal dua orang kawan kami. Ini soal
ruang demokrasi di Palopo yang mulai dibungkam,” imbuh Juand.
Aksi di DPRD Palopo Sebelumnya
Kericuhan yang menyeret nama Fangki dan Anugrah terjadi
saat ratusan mahasiswa berunjuk rasa di Gedung DPRD Kota Palopo pada Senin
(1/9/2025). Aksi kala itu digelar untuk menolak kebijakan pemerintah yang
dinilai tidak berpihak pada rakyat, namun berujung ricuh dan menyebabkan
kerusakan pada gedung dewan. Bagian depan kantor DPRD yang mayoritas berupa
kaca pecah. Selain itu, sejumlah fasilitas di dalam gedung juga mengalami
kerusakan.
Bentrokan terjadi antara massa demonstran dengan aparat
kepolisian dari Polres Palopo dan personel Satpol PP di halaman Gedung DPRD
Kota Palopo.
Kericuhan dipicu setelah mahasiswa berusaha masuk ke
dalam gedung untuk bertemu anggota DPRD, namun tidak ada satu pun legislator
yang menemui mereka. Massa yang kecewa kemudian merusak pintu gedung dan
melempari kantor DPRD dengan batu hingga menyebabkan sejumlah kaca jendela
pecah.
Situasi semakin memanas saat aparat berupaya membubarkan massa dengan menembakkan gas air mata. Namun, para demonstran tetap bertahan, melempari aparat dengan batu, bahkan sempat terjadi aksi saling kejar antara kedua belah pihak di sekitar gedung DPRD.
Akibat bentrokan tersebut, dua orang dilaporkan mengalami luka. Seorang jurnalis terkena serpihan kaca yang pecah, sementara seorang polisi terluka akibat lemparan batu dari massa.
Polisi kemudian mengamankan dua mahasiswa, masing-masing
Fangki (23) dan Anugrah (22), karena diduga sebagai pelaku pelemparan batu yang
mengakibatkan sejumlah fasilitas gedung DPRD mengalami kerusakan.
Beberapa hari setelah insiden itu, Polres Palopo resmi
menetapkan keduanya sebagai tersangka dengan sangkaan telah melakukan perusakan
fasilitas umum. Namun, penetapan itu menuai protes dari sejumlah kalangan
mahasiswa yang menilai penegakan hukum tidak berjalan sesuai prosedur.