Hari Tanpa Tembakau Sedunia: Save the Children Peringatkan Lonjakan Perokok Anak Akibat Minimnya Edukasi dan Pengawasan


 

JAKARTA - Tren jumlah perokok anak di Indonesia semakin mengkhawatirkan dan menjadi ancaman serius bagi masa depan generasi muda.  Akses rokok yang mudah, terutama penjualan eceran di warung-warung dekat rumah dan sekolah, membuat anak-anak semakin rentan menjadi perokok aktif.  


Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat bahwa 90.3% orang mulai merokok pertama kali  saat usia mereka 10-14 tahun. Perokok anak usia 10-18 tahun telah mengalami peningkatan sebesar 5.4% dalam 5 tahun terakhir, dari sebanyak 9.1% (Riset Kesehatan Dasar 2018) menjadi 14.5% (Survei Kesehatan Indonesia 2023), Data lain menunjukkan 3 dari 5 anak terekspos asap rokok di rumah, meningkatkan kemungkinan mereka ikut merokok karena meniru anggota keluarga, terutama jika tidak diberikan informasi cukup tentang bahaya merokok sejak dini.

 

"Anak-anak belum mampu sepenuhnya memahami risiko jangka panjang dari merokok. Jika lingkungan terdekat mereka, keluarga dan komunitas tidak memberi perlindungan dan edukasi, maka kita sedang membiarkan generasi masa depan tumbuh dalam bahaya yang seharusnya bisa dicegah”, jelas Fandi Yusuf, Senior Strategic Communication Manager Save the Children Indonesia.

 

Meski Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 Pasal 434 1(e) telah melarang penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, implementasi di lapangan masih lemah. Save the Children menegaskan bahwa perlindungan anak dari paparan rokok tidak cukup hanya dengan regulasi, tetapi peran keluarga dan penguatan komunitas menjadi elemen penting dalam mencegah anak menjadi perokok.


Paparan asap rokok maupun residu yang tertinggal berdampak buruk pada kesehatan termasuk tumbuh kembang anak. Penelitian juga menunjukkan bahwa paparan rokok berkolerasi dengan gangguan perkembangan kognitif anak. Merokok juga dapat merusak kesehatan mulut dan gigi, dapat menimbulkan gangguan pendengaran, mempengaruhi masa dan fungsi otot dan kepadatan tulang, juga meningkatkan resiko terjadinya kanker. Dan yang juga penting, berdampak buruk pada kesehatan paru-paru anak, menyebabkan infeksi pada saluran pernafasan dan kejadian asma, bahkan menjadi salah satu penyebab pneumonia, penyakit yang masih menjadi pembunuh utama balita di Indonesia.


Sebagai bagian dari upaya pencegahan, Save the Children Indonesia memperkuat kapasitas kader posyandu agar dapat menyampaikan edukasi tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) kepada orang tua, termasuk pentingnya menjadikan rumah sebagai area bebas asap rokok. Hal ini perlu dilakukan karena kader posyandu merupakan garda terdepan yang langsung berinteraksi dengan keluarga dan anak-anak. Mereka tidak hanya mencatat data kesehatan anak, tetapi juga menjadi agen perubahan di tingkat komunitas.


Salah satu kisah nyata datang dari Sri, seorang ibu di Jawa Timur yang sebelumnya tidak menyadari bahaya asap rokok di rumah. Setelah mengikuti sesi edukasi dari kader posyandu binaan Save the Children, ia memberanikan diri meminta ayahnya untuk tidak merokok di sekitar rumah demi kesehatan anaknya, Hanum*. Cerita Sri menjadi bukti bahwa ketika keluarga mendapatkan informasi dan dukungan yang tepat, mereka bisa mengambil keputusan penting demi melindungi anak-anak.


Di Hari Tanpa Tembakau Sedunia ini, Save the Children Indonesia mengajak pemerintah, komunitas, media, dan keluarga untuk bersama menciptakan lingkungan yang bebas rokok bagi anak-anak. Karena perlindungan anak dimulai dari kita. Mari hentikan kebiasaan merokok di sekitar mereka, dan pastikan anak-anak tumbuh sehat, aman, dan bebas dari asap rokok.


Previous Post Next Post