PALOPO – Saenal Rasyid terpidana dalam kasus proyek pekerjaan rehabilitasi tanggul Sungai Amassangang, Kota Palopo, Sulawesi Selatan (Sulsel), beberapa waktu lalu mengajukan peninjauan kembali (PK).
Sidang putusan berlangsung Kamis (13/7/2023, melalui Kuasa Hukumnya Choerul Moeslim, J. SH, dan Ichsanullah, SH kepada wartawan mengatakan, jika upaya hukum PK tersebut untuk membuktikan bahwa kliennya tidak bersalah.
”Upaya PK yang kami lakukan selaku kuasa hukum dari bapak Saenal Rasyid, semata-mata untuk mencari keadilan, sekaligus untuk membuktikan bahwa klien kami benar-benar tidak bersalah. Kami yakin upaya PK ini bisa mewujudkan keadilan bagi klien kami, mengingat didalam putusan kasasi yang menjadi dasar kami mengajukan PK,” kata Choerul.
Menurut Choerul, pada putusannya terdapat Dissenting Opinion (perbedaan pendapat), dimana salah satu hakim membenarkan bahwa apa yang dilakukan oleh klien kami sudah tepat dan benar, berdasarkan bukti yang dilampirkan oleh kasubag anggaran dan kasubag pembendaharaan yang sudah menyiapkan surat perintah membayar dengan lampiran lengkap berupa, perjanjian borongan atau kontrak, SPMK, berita acara pembayaran, kwitansi pembayaran dan berita acara kemajuan fisik.
“Klien kami hanya seorang bendahara yang dalam kapasitasnya tidak memiiliki kewenangan untuk menolak melakukan pembayaran sepanjang dokumen telah lengkap, dimana masih ada pejabat lain, yang lebih berhak melakukan verifikasi dokumen untuk memutuskan, layak tidaknya untuk dilakukan pembayaran,” ucap Choerul.
”Hal yang dipersoalkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus ini, terkait dengan paraf, dimana JPU menganggap bahwa surat dokumen berita acara kegiatan pelaksanaan kemajuan fisik proyek pekerjaan rehabilitasi tanggul Sungai Amassangang seratus persen tidak ditandatangani oleh penanggung jawab kegiatan proyek, yakni, Kadis Kimpraswil Ir. Ibrahim Chaeruddin,” tambah Choerul.
“Kami tegaskan sekali lagi, bahwa pada dokumen tersebut terdapat sebuah paraf, namun dianggap bahwa paraf tidak bisa dijadikan sebagai dasar pengesahan dokumen, padahal yang kita ketahui bersama bahwa paraf itu perpendekan dari tanda tangan, yang merupakan bentuk kontrol terhadap materi, atau subtansi isi dari redaksi dan pengetikan naskah, yang pada prinsipnya dianggap sah,” sambung Choerul.
”Kemudian, pada dasarnya pekerjaan dianggap sudah selesai, di mana hal tersebut di buktikan dengan adanya berita acara penyerahan pertama (PHO) dan penyerahan ke dua (FHO) yang juga di tanda tangani oleh kedua belah pihak,” jelas Choerul.
Lebih lanjut, dijelaskan oleh Kuasa Hukum Saenal Rasyid, bahwa sekaitan dengan dugaan adanya kerugian negara bukan disebabkan dari kliennya, akan tetapi, disebabkan oleh pihak CV. Mutiara, yang merupakan pelaksana kegiatan proyek tanggul Ammsangang, dipimpin oleh Haeriah, yang kemudian diduga tidak terlaksana dan mangkrak, sehingga disinyalir, yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp. 38.479.500, dikarenakan 67 meter bronjong tidak terpasang.
”Pertanggungjawaban kerugian negara harusnya dilimpahkan kepada pihak CV. Mutiara, yang merupakan pelaksana kegiatan pekerjaan proyek tanggul Ammsangang, dipimpin oleh Haeriah, selaku pelaksana kegiatan, begitupun dengan dendanya, dan kami tegaskan dalam hal ini klien kami tidak menerima sepersenpun uang dari proyek tersebut,” ujar Choerul.
“Untuk itu timbul pertanyaan, mengapa justru beban dari mangkraknya proyek tersebut, yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp.38.479.500. dibebankan kepada klien kami yang hanya bertugas menjalankan perintah,” beber Choerul.
”Dan lebih anehnya lagi, sampai hari ini pihak direktur CV. Mutiara dan pengawas pelaksana kegiatan maupun teknis pelaksana kegiatan, sampai hari ini tidak pernah diperiksa dimintai keterangannya sebagai saksi. Padahal klien kami pak Saenal Rasyid dalam dakwaan JPU, klien kami didakwa melakukan tindak pidana korupsi FC. Untuk itu kami harapkan pada sidang yang akan datang, majelis hakim memanggil para pihak terkait untuk bersaksi, dimintai keterangannya,” pungkasnya.
Kepada Saenal Rasyid, terkait jabatan, dan kewenangan yang dimilikinya, dalam kasus tersebut mengatakan jika saat itu dirinya menjabat sebagai bendahara.
”Jabatan saya pada saat itu sebagai bendahara, yang menerima pengajuan dokumen pembayaran dari pejabat otorisator. Kemudian saya juga tidak membayar karena ada pejabat ordonatur, saya hanya mengajukan dokumen untuk kemudian dilakukan verifikasi, layak tidaknya dilakukan pembayaran. Nah, Kalau saya tidak ajukan dokumen kepada pejabat terkait, saya yang kena sanksi,” terang Saenal Rasyid sembari berjalan menuju mobil tahanan.
Salah satu upaya hukum dalam mencari keadilan bagi seseorang yang telah mendapatkan kekuatan hukum tetap oleh pengadilan, yakni mengajukan peninjauan kembali (PK), hal itu dilakukan selama tenggang waktu seratus delapan puluh hari sejak putusan dibacakan majelis hakim.