Side Event C20 Kick-Off Meeting: Seruan Kepada Para Pemimpin Dunia tentang Masa Depan Anak-Anak yang Terancam

 

Bali, Civil 20 (C20) yang merupakah salah satu engagement groups dalam G20 melaksanakan kick off meeting pada 7/3 di Bali.

Sebagai salah satuanggotadalam C20, Save the Children menginisiasi side event pertemuan tambahan untuk menyerukan urgensi permasalahan dan risiko yang dihadapi anak di seluruh dunia.

C20 adalah salah satu ruang bagi para  pemangku kepentingan untuk berpartisipasi menyuarakan prioritas isu yang perlu ditangani serius. 

“Saat ini anak-anak dan orang muda di seluruh dunia dihadapkan pada ancaman global  termasuk COVID-19, krisis iklim, perang dan konflik, serta krisis penghidupan. Ancaman ini menghadirkan risiko besar bagi masa depan dan Bumi yang  berkelanjutan agar anak-anak dapat hidup aman, nyaman dan terpenuhi hak-haknya.Untuk itu, penting untuk menyerukan hal ini agar menjadi prioritas dalam pembahasan G20,” kata Selina Patta Sumbung, CEO Save the Children Indonesia.

Tahun 2022, sebagai penerima Presidensi Group 20 (G20), Pemerintah Indonesia berupaya membangun kesepahaman diantara pemimpin G20 terkait berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat global agar pulih bersama dan pulih lebih kuat yang menjadi tema utama G20 “Recover Together, Recover Stronger”.

C20 merupakan wadah organisasi masyarakat sipil di seluruh dunia untukmenjembatanigerakankomunitassipil global kepengambilkebijakan dan keputusan G20. 

C20 berupayamenyuarakanisu-isumasyarakatsipil, salah satunyamengenaiPendidikan, Digitalisasi, dan Ruang Publik (Education, Digitalization, and Civic Space).

Side Event C20 yang diselenggarakan oleh Save the Children mengusung permasalahan penting yang perlu mendapat perhatian oleh seluruh pihak dan para pemimpin G20, diantaranya :

1) masalah kekerasan berbasis gender salah satunya ditandai dengan pernikahan anak. 

2) masalah perlindungan anak di ranah daring dimana karena pandemic anak menjadi terekspos dengan dunia digital dan online. 

3) masalah akses ke vaksin, tidak hanya vaksin COVID-19 tetapi juga  terganggunya pelaksanaan vaksinasi reguler; 4) krisis iklim dan ketahanan anak; serta 5) masalah kesetaraan gender pada anak dan perlunya perlindungan sosial yang adaptif.

Data dan fakta yang memperkuat permasalahan tersebut telah diutarakan oleh berbagai pihak seperti: Unicef (2020) menyatakan bahwa setiap tahun, 12 juta anak perempuan menikah ketika berusia belum 18 tahun. Lebih lanjut disampaikan bahwa  21% dari perempuan muda menikah sebelum mereka berulang tahun ke-18. DQ (Digital Quotient) Institute (2020) menemukan bahwa secara global anak-anak berusia 8–12 tahun mengalami masalah yang dinamakan cyber pandemic.

Terdapat 60% anak-anak 8–12 tahun terpapar dengan risiko dunia digital  diantaranya bertemu dengan orang-orang asing atau mengalami pelecehan seksual,  kekerasan atau muatan pornografi, ancaman, gangguan media sosial, cyber-bullying, dan risiko nama baik.

Pada sector kesehatan, data juga menunjukkan gambaran buram. Menurut WHO dan UNICEF, cakupan vaksinasi regular anak mengalami penurunan dari 86% di 2019, menjadi 83% di 2020. Diperkirakan 23 juta anak umur di bawah 1 (satu)  tahun tidak mendapatkan vaksin standar. Angka ini merupakan yang tertinggi sejak 2009.  Pada tahun 2020, jumlah anak-anak yang sama sekali tidak mendapatkan vaksinasi meningkat menjadi 3,4 juta.

Pada konteks krisis iklim, laporan terbaru Save the Children tahun 2021 secara global “Born Into the climate Crisis / Lahir di masa krisisiklim”, menggambarkan bahwa anak-anak yang lahir pada tahun 2020 merupakan pihak yang paling terdampak parah akibat krisis iklim ini. Secaraglobal, anak-anak yang lahir pada tahun 2020 akan menghadapi 7% lebih banyak kebakaran hutan, 26% lebih banyak gagal panen, 31% lebih banyak kekeringan, 30% lebih banyak banjir sungai, dan 65% lebih banyak gelombang panas jika pemanasan global dihentikan pada 1,5°C.

Melalui Side Event ini, Save the Children dan organisasi sipil global mengharapkan agar para pemimpin dunia khususnya pemimpin G20 dapat segera mengambil langkah nyata untuk mengatasi dampak berbagai persoalan yang menempatkan anak-anak dan orang muda pada risiko yang sangat tinggi.

“Kami sebagai perwakilan dari organisasi sipil global khususnya yang berfokus pada upaya pemenuhan hak-hak anak berharap agar para pemimpin dunia dapat mendengarkan dan melibatkan anak-anak dalam dialog pengambilan keputusan serta memprioritaskan kepentingan anak pada agenda G20,” tegas Selina Patta Sumbung.

Sementara itu, dalam permasalahan diskriminasi gender, Save the Children juga menyoroti bahwa diskriminasi gender seringnya dimulai dari masa kanak-kanak. Anak perempuan cenderung hak-haknya ditolak, tidak bersekolah, dipaksa menikah dan menjadi subjek kekerasan. 

Lebih lanjut,  suara mereka tidak dihargai bahkan tidak didengar sama sekali.

“Sebagian besar kebijakan pemerintah berdampak langsung atau tidak langsung pada kehidupan anak dan orang muda, namun kebijakan itu seringkali diambil dan dijalankan tanpa memperhatikan apa sesungguhnya yang dibutuhkan oleh anak dan orang muda,” ucap Putri Gayatri, Ketua Dewan Penasihat Anak dan Orang Muda - Children & Youth Advisory Network – Save the Children Indonesia.

Selain itu  Putri  menegaskan, kegagalan dalam mendengar dapat membuat pengambilan keputusan yang salah, oleh sebab itu, libatkan dan dengarkan kami. 

"Kami siap bekerjasama untuk mencapai pemulihan yang inklusif dan lebihkuat.” ujar Putri.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Inspirasitimur.com. Mari bergabung di akun resmi Fanpage Facebook Inspirasi Timur, dengan klik link https://bit.ly/3pgo7vY

Previous Post Next Post