PALOPO – Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Palopo menegaskan komitmennya untuk memperketat pengawasan peredaran obat bahan alam (OBA) dan suplemen kesehatan, khususnya yang diduga mengandung Bahan Kimia Obat (BKO).
Kepala BPOM Palopo, Darman, menyebutkan praktik penambahan BKO pada jamu maupun obat tradisional masih sering ditemukan di lapangan. Padahal, konsumsi produk dengan campuran bahan kimia berkhasiat obat bisa menimbulkan dampak serius bagi kesehatan.
“BKO biasanya ditambahkan untuk memberi efek instan, misalnya menambah stamina, meredakan pegal, atau menurunkan berat badan. Namun dampaknya bisa berbahaya, mulai dari kerusakan hati, gagal ginjal, serangan jantung, bahkan kematian,” kata Darman, Rabu (24/9/2025).
Berdasarkan hasil intensifikasi pengawasan tahun 2024, BPOM mencatat temuan 42.679 produk OBA mengandung BKO serta 91.003 produk tanpa izin edar (TIE) dengan total nilai keekonomian lebih dari Rp1,7 miliar. Produk-produk tersebut banyak ditemukan di depot jamu maupun sarana distribusi non-resmi.
Menurut Darman, BPOM tidak hanya melakukan penindakan, tetapi juga memberikan edukasi kepada pelaku usaha dan masyarakat agar lebih berhati-hati dalam memilih produk. Ia mengingatkan agar masyarakat selalu menerapkan prinsip “Cek KLIK” sebelum membeli produk OBA, yakni Cek Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa.
“Kalau ada produk dengan klaim berlebihan seperti bisa menyembuhkan penyakit serius dalam waktu singkat, sebaiknya dihindari. Masyarakat juga bisa memanfaatkan aplikasi BPOM Mobile untuk mengecek legalitas produk,” jelasnya.
Darman menegaskan, pengawasan yang ketat dilakukan bukan untuk menghambat pelaku usaha, melainkan untuk menjaga keamanan konsumen sekaligus membangun industri obat bahan alam yang jujur dan berdaya saing.
“Setiap produk adalah cerminan integritas kita. Obat bahan alam yang legal dan aman akan meningkatkan kepercayaan masyarakat serta memperkuat potensi ekonomi daerah,” pungkasnya.