Anak Masih Rentan Kekerasan, Save the Children Desak Perlindungan Lebih Kuat



JAKARTA – Memperingati Hari Anak Nasional 2025, Save the Children Indonesia kembali menyoroti masih tingginya kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia. Organisasi itu menegaskan bahwa anak-anak belum sepenuhnya hidup dalam kondisi yang aman, bahkan di lingkungan yang seharusnya melindungi mereka seperti rumah sendiri.


Ketika rumah tidak lagi menjadi tempat aman bagi anak, maka ada yang salah dalam sistem perlindungan kita. Sudah saatnya semua pihak, tanpa kecuali, bertindak bersama memastikan anak-anak terlindungi,” tegas Dessy Kurwiany Ukar, CEO Save the Children Indonesia, dalam keterangannya, Selasa (22/7/2025).


Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PPA) per Juli 2025 menunjukkan terdapat 15.615 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dari jumlah itu, 6.999 kasus merupakan kekerasan seksual, menjadikannya jenis kekerasan tertinggi. Mirisnya, mayoritas korban adalah anak usia 13–17 tahun, dan sebagian besar kekerasan terjadi di dalam rumah tangga (9.956 kasus).


Salah satu temuan mencolok adalah bahwa 1 dari 2 anak usia 13–17 tahun pernah mengalami kekerasan fisik, psikis, atau seksual sepanjang hidup mereka. Namun, Save the Children menilai bahwa data yang terungkap ke publik hanyalah puncak dari gunung es masih banyak kasus lain yang tidak dilaporkan atau tersembunyi di balik ketakutan dan tekanan sosial.


Berbagai bentuk kekerasan seksual yang dialami anak dan remaja mencakup sentuhan yang tidak diinginkan, pemaksaan hubungan seksual, menyaksikan tindakan seksual, perkawinan anak, hingga eksploitasi digital seperti diminta mengirim gambar atau video bermuatan seksual. Kondisi ini memperlihatkan bahwa ruang digital pun kini menjadi medan baru yang rawan kekerasan.


Untuk menjawab tantangan tersebut, Save the Children Indonesia melakukan pendekatan menyeluruh di berbagai daerah, termasuk melalui:

  • Pendampingan sekolah dan komunitas, membangun sistem pencegahan dan penanganan kekerasan.

  • Penguatan SOP rujukan kasus, agar korban mendapatkan perlindungan dan pemulihan yang tepat.

  • Edukasi pengasuhan positif kepada keluarga.

  • Peningkatan kesadaran anti-perundungan di sekolah dengan metode partisipatif.

  • Pembentukan Digital Youth Council, ruang aman yang mendorong partisipasi anak di dunia digital.


Selain itu, organisasi ini juga aktif terlibat dalam advokasi kebijakan, baik melalui diskusi dengan pemangku kepentingan maupun penyampaian rekomendasi berbasis suara dan pengalaman anak-anak di lapangan.


Momentum Hari Anak Nasional 2025 yang mengusung tema “Anak Hebat, Indonesia Kuat Menuju Indonesia Emas 2045” menjadi pengingat penting bahwa pemenuhan hak dan perlindungan anak adalah fondasi utama masa depan bangsa.


“Negara harus hadir, keluarga harus sadar, sekolah harus peduli, dan masyarakat harus ikut menjaga. Anak-anak Indonesia berhak tumbuh tanpa rasa takut,” pungkas Dessy.


Save the Children menyerukan kepada semua pihak untuk segera menghentikan segala bentuk kekerasan terhadap anak, memastikan mereka tumbuh dalam lingkungan yang sehat, aman, dan bahagia. Tidak boleh ada satu anak pun yang tertinggal atau merasa takut. Sudah saatnya Indonesia benar-benar menjadi negara yang ramah anak.

أحدث أقدم