LUWU – Setelah sempat menjadi sorotan akibat aksi pemblokiran jalan tambang oleh pihak yang mengatasnamakan keluarga besar Titing, kini muncul klarifikasi dari salah satu garis utama keluarga tersebut, yakni rumpun Pong Titing. Melalui komunikasi langsung dengan pihak PT Masmindo Dwi Area (MDA), mereka menyatakan ketidaksetujuannya terhadap aksi sepihak yang dilakukan oleh Bustam Titing. Sebaliknya, keluarga ini mendukung relokasi makam serta kelanjutan proyek tambang emas di wilayah Latimojong, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.
Aksi pemblokiran jalan yang dilakukan oleh kerabat Bustam Titing sebelumnya sempat viral di media sosial dan memicu keresahan di kalangan keluarga besar Pong Titing, yang tersebar di berbagai daerah seperti Palu dan Kalimantan. Salah satu anggota keluarga, Korri Titing, kemudian menghubungi pihak MDA untuk menyampaikan sikap resmi mereka.
“Kami tidak pernah diberi tahu soal sengketa makam ini. Tiba-tiba nama keluarga kami digunakan untuk kepentingan yang justru merugikan banyak pihak, termasuk internal keluarga kami sendiri,” ujar Korri dalam pertemuan dengan tim Community Development MDA.
Setelah melalui dialog internal, keluarga besar Pong Titing akhirnya memberikan persetujuan tertulis terhadap rencana relokasi makam. Persetujuan tersebut diberikan dengan syarat prosesi pemindahan dilakukan secara adat dan penuh penghormatan. Tokoh senior keluarga, Lewi Titing, bahkan datang langsung dari Sulawesi Tengah untuk memimpin prosesi relokasi yang dilakukan secara sukarela oleh pihak keluarga. MDA turut memfasilitasi kebutuhan logistik dan lokasi baru agar makam tetap dapat dikunjungi dengan layak.
Sikap ini sangat berbeda dengan pendekatan Bustam Titing, yang sebelumnya bersikeras mempertahankan klaim lahan seluas ±62 hektare dengan mengaitkannya pada keberadaan makam. Keluarga besar Pong Titing menilai klaim tersebut tidak memiliki kekuatan hukum dan justru berisiko menimbulkan konflik sosial maupun dampak hukum di kemudian hari.
“Kami khawatir jika dibiarkan, publik akan mengira keluarga Pong Titing berniat memeras atau menghambat investasi. Padahal, kami justru ingin menjaga nama baik keluarga dan mendukung pembangunan, selama tetap menghargai nilai-nilai adat,” kata Lewi Titing.
Keluarga ini juga menyayangkan aksi pemblokiran jalan yang berlangsung hampir satu minggu dan mengganggu operasi serta pasokan logistik tambang. Mereka menegaskan bahwa hanya sebagian kecil pelaku blokade yang merupakan anggota keluarga, sementara sebagian besar tidak dikenal. Mereka menyerahkan sepenuhnya kepada perusahaan jika ingin menempuh jalur hukum terhadap aksi penghalangan tersebut.
Dukungan dari keluarga Pong Titing dinilai menjadi pembeda signifikan dalam dinamika konflik yang terjadi di lapangan. Dengan adanya sikap terbuka dan kolaboratif dari tokoh adat, pihak MDA berharap proses relokasi makam dapat menjadi titik balik untuk meredakan ketegangan serta membangun kembali iklim kerja sama antara masyarakat dan perusahaan.
“Komitmen kami adalah menjunjung tinggi nilai-nilai adat, sekaligus menjaga kelangsungan investasi yang legal dan sah. Sikap keluarga Pong Titing membuktikan bahwa jalan dialog masih mungkin, selama dibangun atas dasar saling menghormati,” ujar perwakilan MDA.