PALOPO - Unjuk rasa mahasiswa dari pergerakan mahasiswa islam indonesia (PMII) Kota Palopo, Sulawesi Selatan, Jumat (2/5/2025) petang, berakhir ricuh saat dalam ruangan musyawarah gedung DPRD Kota Palopo.
Aksi yang awalnya berjalan aman di ruang musyawarah, para
mahasiswa melakukan audiensi dengan DPRD, namun tiba tiba terjadi
kericuhan saat salah seorang mahasiswa
mengucapkan kata-kata yang dinilai tidak wajar atau tidak etis yang membuat pihak DPRD tersinggung dan
mendekati mahasiswa sambil memukul meja.
Aksi ini terus berlangsung hingga beberapa menit,
sejumlah mahasiswa dan anggota DPRD Kota Palopo saling pukul meja, aksi ini berupaya
dilerai oleh petugas keamanan Polres Palopo dan Satpol PP. Ketegangan berakhir
saat memasuki waktu shalat Magrib.
Jenlap aksi, M Dirga Saputra menyatakan kejadian tersebut
tidak diduga karena menurut mereka bahwa secara kelembagaan mereka kecewa dengan
pimpinan DPRD bersama anggota yang tidak memperlihatkan hal-hal baik di depan
mahasiswa.
“Walaupun juga disitu kader kami sempat mengatakan hal-hal tidak baik
tapi tidak seharusnya ketua DPRD bersama fraksi menunjukkan hal arogansi di
depan umum,” kata Dirgha saat dikonfirmasi, Jumat.
“Pemicunya adalah sebuah kata yang memang sebenarnya
tidak menuju kepada personal tetapi itu menuju kepada universal namun mereka
menganggap itu sebuah kata yang disampaikan secara personal atau private yang
mengganggu padahal kata itu tertuju kepada semua orang yang ada dalam ruangan
dan itu kata yang ditujukan akibat kinerjanya yang bukan secara pribadinya,”
tambah Dirga.
Lanjut Dirga, unjuk rasa ini menuntut sejumlah poin yakni penghapusan sitem
outsourcing, mendesak pihak terkait
untuk mengesahkan RUU PPRT, RUU
perampasan aset dan ruu perlindungan masyarakat adat.
“Memperingati hari buruh sedunia yang kami lakukan sejak
Kamis (1/5/2025) kemarin hingga hari ini, kami membawa 5 poin tuntutan yakni
penghapusan outsourcing, kemudian yang
terkait pembentukan satgas PHK, kami juga mendesak pihak terkait untuk segera
mengesahkan RUU PPRT, RUU perampasan
aset dan RUU perlindungan masyarakat adat,” ucapnya.
Dirga juga menuntut untuk dilakukan evaluasi terkait
program makan bergizi gratis (MBG) dan meminta untuk memperkuat kinerja atau
supremasi hukum di Kota Palopo.
“Kami melihat bahwa sudah ada kelemahan dari supremasi
hukum di Kota Palopo,” ujarnya.
Ketua DPRD Kota Palopo, Darwis mengatakan pihaknya
menerima semua tuntutan massa aksi dan akan menyampaikannya kepada Pemerintah
Pusat.
Terkait dengan pelaksanaan program MBG, pihaknya
menegaskan jika ada ketidaksesuaian anggaran terkait pelaksanaan program MBG
yang sampai hari ini belum terlaksana di Kota Palopo.
“Kami sudah lakukan uji coba, tapi sampai hari ini program MBG belum terlaksana di Kota Palopo. Setelah uji coba, ternyata tidak sesuai dengan anggaran yang ada dari pusat,” tutur Darwis.